Kolom Ita Apulina Tarigan: Panta Rei Ouden Menei (Selamat Hari Guru)

mengalir
Foto: Tribune Jogja



ita-apulina-tarigan-3Hari ini hari guru, ya? Itu yang terlintas kemarin [Jumat 25/11] di pikiran melihat timeline yang penuh dengan ucapan selamat. Banyak gambar, doa dan harapan berseliweran. Saya coba ingat-ingat guru yang meninggalkan kesan mendalam dan membuat saya berpikir tentang hidup dan berpengaruh pada karakter pribadi.

Langsung yang masuk di kepala adalah Pak JG (Jore Ginting), kepala sekolah sekaligus guru bahasa Inggris di SMA N 1 Kabanjahe. Waktu SMA dulu, sering bolos dan kurang taat aturan (ini bahasa halus, kalianpun tahu itu pengganti dari kata gutul). Saya tidak gutul (nakal) sendiri, teman-teman sayapun nakal juga. Jadi, ya normal saja, saya nakal, mereka nakal, kita semua nakal.

Sekali waktu sekolah kami kedatangan guru PKL dari IKIP Medan. Itu selalu makanan empuk pelepas stress buat kami. Bahkan ada yang sampai menangis segala. Tidak kami sadari, kelakuan kami mungkin sudah sampai di telinga kepala sekolah, salah satu nama yang disebut adalah namaku. Kena serganglah. Sayapun selalu menghindari bertemu sama bapak ini, karena bapakku dikenalnya pula.

Tibalah pelajaran Bahasa Inggris, waktu itu kami sudah kelas 3 SMA. Waktu dia dia bertanya begini: Adakah yang pernah mendengar nama Alexander Dumas? (Alexander Dumas dia ucapkan dengan logat Perancis). Cuma saya yang mengangkat tangan.

mengalir-2
Foto: Irfan Ro

“Apa bukunya yang kamu baca?” tanyanya lagi.

Saya jawab: “The Count of Monte Cristo.”

Wajahnya cerah sekali. Lalu, dia bercerita tentang novel itu dan selalu penuh semangat menyebut Edmond Dantes. Sejak itu dia ramah sekali padaku dan sering mengajak cerita soal novel.

Pak JG membuat saya sadar bahwa membaca novel adalah baik-baik saja dan bagus. Membawa buku ke kamar mandi dan WC juga oke, tidak ada masalah.

“Hanya saja, jaga bukumu jangan tercebur masuk bak,” katanya.


[one_fourth]membaca ulang banyak novel[/one_fourth]

Sebagai siswa yang biasa-biasa saja dalam eksakta (kebetulan saya Jurusan Fisika dengan kemampuan pas-pasan), dia membuat saya melihat bahwa membaca banyak buku dan novel adalah juga prestasi. Dia membuat saya membaca ulang banyak novel dengan cara melihat maknanya.

Sebelum tamat, dia menceritakan kembali tentang Herakleitos yang katanya adalah ahli filsafat yang bisa melihat kebaikan dari segala pertentangan.

“Alam semesta ini terjadi karena positif dan negatif, mereka menjadi teratur karena ada logos. Jangan takut dengan perbedaan,” katanya.




Lalu dia mengingatkan lagi ucapan Heraklitos yang selalu diulanginya, bahkan dibuat jadi prasasti di taman sekolah: Panta rei ouden menei (Semua akan berlalu seperti air mengalir, tidak akan ada tetap}.

Lulus UMPTN, saya mendengar beliau sakit keras dan dirawat di Medan. Berniat mengunjunginya, tetapi selalu tidak jadi, sampai kemudian dia meninggal. Itu adalah salah satu kesedihan yang saya ingat. Tetapi seperti katanya, itupun akan berlalu, seperti berlalunya dia dari dunia ini. Hingga hari ini, ketika mendapat tantangan atau kesusahan, saya selalu ingat ucapan Heraklitos yang dipujanya: Panta Rei Ouden Menei!

*Ada beberapa guru lagi yang saya ingat dan berbekas dalam hati, kepada mereka tidak sedikitpun berkurang hormat saya.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.