Jonru Ginting vs Adat Suku Karo

ahok-karo-karo
Di saat Ahok ditabalkan menjadi warga Suku Karo lewat merga Karo-karo Surbakti.




Oleh: Penatar Perangin-angin (Jambi)

Penatar Perangin-anginDi satu postingannya, Jonru menggunakan issue KBB (singkatan dari Karo Bukan Batak, red.) sebagai komoditi politiknya. Ia melakukan hal itu, tetapi ia lupa bahwa semangat KBB tidak seperti apa yang dibayangkannya. Jika ia menjadi motor penggerak dalam satu organisasi keagamaan dengan tujuan tertentu, itu sudah menjadi santapan makan siangnya. Langkah mudah yang ia tempuh belumlah tentu atas dasar kecerdasan Jonru dalam menyusun narasi provokatifnya.

Boleh jadi orang yang terhasut adalah dari golongan sumbu pendek, atau barangkali kelompok orang-orang yang menggunakan baju keagamaan yang teramat ketat. Jadi, ya ….. kalimat santun dengan bumbu agama dan memposisikan diri sebagai victim player akan dengan mudah menjadi pertamax penyulut gerakan massa.

Dalam hal KBB?

Oh, Jonru salah besar. Dia bahkan tidak tahu apa sebenarnya tujuan KBB, hanya main comot issue saja sudah …. beres. Kira-kira seperti itu asumsi Jonru. Sekali lagi, ia salah besar. Ia terlalu lama mengurung diri dalam dunia keimanannya tanpa pernah mau tahu ia dari mana.

penari-karo
2 penari tradisional Karo saat pembuatan film promosi wisata Kabupaten Deliserdang. Sebagai catatan, sebagian besar wilayah asdministrasi Kabupaten Deliserdang dan Kota Medan berasal dari wilayah tradisional Karo. Orang-orang Batak datang ke Medan di masa kolonial. Demikian juga orang-orang Melayu semakin bermukim ke hulu dari tepi pantai di masa kolonial.

Filosofi “siapakah aku?” hilang dari kamus hidupnya, mengesampingkan budaya Karo dengan lebih mementingkan kehidupan surgawi, telah membutakan mata sejarah asal usulnya. Ia terjebak dalam situasi tidak ada alternatif lain menyerang Ahok selain agama, maka ia mulai melirik momen penabalan Ahok menjadi warga Suku Karo.

Ia gerah, gelisah, resah, seperti cacing kepanasan, tanpa mau lagi mencari sumber berita. Ia terkam umpan cacing pihak lain, hap …. ditelannya, sampai berteriak tidak mau satu merga dengan Ahok. Tidak mau menerima Ahok sebagai Karo. Ia berkata seolah orang Karo dengan pikiran yang ada kepentingan sehingga menjual merga kepada Ahok.

Pokoknya macam-macam lah, sampai-sampai ia mengaduk-aduk adat dan agama seolah adat itu tidak ada gunanya. Dia gak dianggap Karo juga gak masalah, pokoknya kayak orang diputuskan pacarlah.

Sekarang, coba kita analisa pelan-pelan ke arah mana kira-kira tujuan atau agenda Jonru ini. Kita upayakan untuk tidak melihat persoalan ini semacam kompetisi untuk menjadi yang utama antara adat budaya dan agama. Tetapi, kita harus fair dalam mengisi ruang yang dua ini. Jika kita mengikuti alur berpikir Jonru, ini sama seperti pemain catur. Anda di posisi hitam saya di posisi putih atau sebaliknya. Tidak bisa kedua-duanya.

Jika Jonru dengan ucapannya bahwa Ahok tidak layak menjadi orang Karo, berarti jelas Jonru berdiri pada posisi adat budaya. Tetapi ingat, dalam adat istiadat orang Karo, setiap hal yang berkaitan dengan prosesi adat semua tahapannya, mulai dari runggu (mysawarah) membentuk kuh sangkep geluh sampai pada tahap prosesi iadati, ini sederhananya saja.

Nah, dalam adat Karo juga ada kundulen, atau tempat ia tinggal (sama dengan orangtua atau yang ia diangkat anak di dalam keluarganya), sehingga dalam kehidupannya ke depan ia tinggal mengikuti kepatutan layaknya anak dalam keluarga tersebut. Termasuk dalam hal peradatan, itu biasanya sambil belajar dalam kehidupan sehari-hari.




Semestinya Jonru melayangkan protesnya dalam ranah adat tersebut. Ia telusuri dulu siapa keluarga baru Ahok yang merga Karo-karo Surbakti ini. Setelah tahu, ajak anak berunya (pihak pengambil dara) agar mendiskusikan persoalan yang menurutnya kurang cocok. Kalau sampai pada titik temu, biasanya akan ada pur-pur sage.

Begitulah kira-kira alur singkatnya. Oleh sebab itulah saya katakan, dalam ruang adat budaya tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Dalam budaya Karo ada istilah sihamaten gelah siregan (saling menghormati untuk saling menghargai), bukan dengan cara seperti yang dilakukan oleh Jonru menghujat Ahok. Berarti ia telah membuka peperangan baru antara Jonru dengan kerabat Ahok di Jakarta yang merga Karo-karo Surbakti.

Belum kita bawa sukunya yang Karo, masih dengan lingkaran keluarga Ahok merga Surbakti. Ini kan tidak baik, apalagi ia dengan cepatnya mengatakan Ahok adalah merga Ginting. Lha, terlihat sekali api kebencian itu di dalam diri Jonru, sampai-sampai berita tidak difilter. Ia sampai berucap “tidak sudi semarga dengan Ahok”.

Lha, semarga yang mana, Jon?

Catatan redaksi: Di bawah ini hidangkan sebuah clip musik tradisional Karo (untuk lebih meresapi kekhasan Karo dibanding suku-suku tetangganya khususnya Batak dan Melayu)





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.