Kolom Asaaro Lahagu: Jokowi Tunda Lebaran Kuda SBY

lebaran-kuda-2



Asaaro LahaguDemo 2 Desember 2016 amat menentukan bagi pihak-pihak yang sedang berseteru. Jika demo itu lebih besar dari 4 November dan mampu menurunkan jutaan orang, lalu berhasil menduduki Gedung DPR/ MPR sekaligus melaksanakan Sidang Istimewa MPR, maka pada saat itu Lebaran Kuda tiba. Perayaan Lebaran Kuda pun dipastikan meringkik, membahana dan menggelora seperti ringkikan kuda.

Cikeas, asal penggagas Lebaran Kuda, akan bersorak kegirangan. Pihak Cikeas kemudian akan meluncurkan beragam produk lebaran kuda seperti Gubernur Lebaran Kuda, Ormas Lebaran Kuda, Koalisi Lebaran Kuda di DPR dan Presiden Lebaran Kuda RI. Mantap. Pertanyaannya adalah apakah Lebaran Kuda yang sampai sekarang tak seorangpun tahu hari dan tanggalnya, bisa dihadirkan pada Demo 2 Desember itu?

Untuk menjawabnya, mari kita telaah situasi politik kekinian dengan hati riang, damai dan bahagia selalu terlebih dahulu.

Hirup-pikuk politik di Tanah Air akhir-akhir ini harus diakui semakin memanas. Dua kubu yang saling berseteru yakni kubu istana dan Cikeas terus adu taktik dan strategi. Bisa dipastikan bahwa Demo 2 Desember 2016 akan menjadi pembuktian kedua kubu tentang siapa yang paling cerdas, cerdik dan selanjutnya ceria. Rakyat banyak yang posisinya silent majority, hanya bisa bersikap wait and see sekaligus was-was.

Saat ini semua mata melirik istana. Apa taktik yang sedang dimainkan pihak istana untuk menangkis serangan dari Cikeas?

Langkah Presiden Jokowi yang merangkul berbagai pihak sebelumnya cukup ampuh.  Jokowi nampaknya semakin percaya diri dan memutuskan tidak bertemu dengan SBY dan FPI untuk sementara. Ia bahkan terlihat akan berdiri tegak di lebaran-kuda-3istana sambil memegang tongkat komando. Sebagai Panglima Tertinggi ABRI, Jokowi siap kapanpun mengeluarkan perintah untuk mengamankan situasi.

Lebaran Kuda memang sangat diwaspadai. Jika Lebaran Kuda itu datang, maka bisa menjadi kiamat bagi istana. Karena itu, Kapolri (Tito Karnavian) tidak heran jika melakukan diplomasi terbaiknya untuk memecah kelompok demo. Penangkapan kelompok teroris yang ikut menunggangi Demo 4 November lalu adalah kesuksesan Tito yang jeli membaca situasi. Lalu, kesepakatan dengan GPF MUI yang dipimpin oleh Habieb Rizieg adalah salah satu langkah meredam demo yang sewaktu-waktu bisa berubah liar tak terkendali.

Kesiapan untuk menerima perintah Jokowi sebagai Panglima Tertinggi ABRI, juga diperlihatkan berulangkali oleh Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. Gatot sekarang menjadi sosok terkemuka yang terus-menerus menyuarakan wawasasan kebangsaan dan persatuan di bawah naungan NKRI. Bahkan Gatot menggagas aksi ikat kepala Merah-Putih pada tanggal 30 November 2016.

Pihak jenderal dan para intelijen Jokowi saat ini terus memetakan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Berbagai skenario mengatasi demo terus dimatangkan dengan cermat. Manuver-manuver dari Cikeas pun terus diamati. Perang propaganda di sosial media terus digencarkan. Penggiringan opini terus dilakukan. Tujuannya adalah menghancurkan gagasan Lebaran Kuda SBY atau sekurang-kurangnya menundanya dan memicu SBY kembali keluar mengeluarkan pernyataan.

Lalu apakah SBY berhasil dipancing keluar? Sama sekali tidak. Selama 3 minggu, SBY dan tidak muncul di media. Akan tetapi menjelang demo 2 Desember, SBY kembali muncul dengan mengirim pernyataan di media. Rupanya istana kali ini bertemu dengan lawan tangguh. Lawan yang selama 30 tahun lebih menjadi prajurit hebat, mantan Menkopolhukam, dan mantan Presiden 10 tahun sekaligus ketua partai besar.

Pasca melontarkan kata “Lebaran Kuda”, 2 November 2016 lalu, SBY kemudian diam membatu. Itu jelas taktik jitu seorang eks tentara. Diam namun terus memperhatikan situasi, menahan gerakan, berkamuflase, tetap menyalakan antena di kepala, mata tetap bergerak liar, dan penciuman tetap tajam. Saat lawan terlihat kuat, SBY mengalihkan perhatian lalu menggulirkan bola panas baru.

Seperti yang dia beberkan di VIVA.co.id [Senin, 28/11], SBY mengungkap skenario penjatuhan Jokowi. Menurut SBY, ada 2 pihak yang mau melengserkan Jokowi. Pertama, dari luar kekuasan dan yang ke dua dari lingkar kekuasaan Jokowi sendiri.

Amat mudah menebak pihak luar yang ingin mendongkel Jokowi. Namanya tak perlu disebutkan satu per satu. Publik paham siapa-siapa mereka itu. Namun yang menarik adalah dugaan SBY  tentang adanya pihak dari kalangan Jokowi sendiri yang ingin merebut kekuasaan. Siapakah mereka itu? Menurut SBY, pihak dalam itu adalah pembantu-pembantunya. Artinya sangat jelas. Semua menteri, lebaran-kuda-5Kapolri, Panglima TNI, bisa dituduh sebagai pihak yang ingin mendapatkan kekuasaan. Ini adalah bola panas SBY.

Sepintas lalu, publik bisa mempercayai dugaan SBY itu. Apalagi menjelang demo 4 November lalu, SBY pernah bertemu Jusuf Kalla dan Wiranto. Dugaan SBY itu semakin menguat  bila publik percaya begitu saja informasi hoax yang mengatakan bahwa Jokowi berencana mengganti Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. Namun pergantian Panglima TNI dibantah sendiri oleh Jokowi. Nah, pertanyaannya adalah benarkah dugaan SBY itu? Publik bisa percaya, bisa tidak. Yang jelas, taktik SBY berhasil jika pertemuannya dengan JK dan Wiranto bertujuan untuk merusak kubu Jokowi dari dalam.

SBY kembali menunjukkan kelasnya sebagai ahli pencitraan dan ahli penutur bahasa Indonesia yang ulung. Ia kembali mencoba membalikkan situasi. Modusnya ia terus menerus  memposisikan dirinya sebagai korban dari serangan dahsyat fitnah, intrik, adu domba dan pembunuhan karakter yang luar biasa. Pengakuan SBY yang terus menjadikan dirinya sebagai korban, mengingatkan publik pada tahun 2004 dimana ia berhasil memposisikan dirinya sebagai korban dari pemerintahan Megawati.

Dari isi konferensi pers SBY tanggal 2 November 2016, SBY terlihat sedang memainkan strategi jitu dengan sengaja mengeluarkan pernyataan Lebaran Kuda. Taktiknya pun berhasil. Ia sukses membuat publik memaki dirinya. Nah, inilah yang diinginkan SBY. SBY sengaja membiarkan dirinya sebagai korban serangan fitnah bertubi-tubi. Pada saat yang tepat, menjelang Demo 2 Desember, SBY kembali memunculkan dirinya sebagai korban dari propaganda media. Dan ia berhasil.

Setelah berhasil membuat banyak pihak menyerang dirinya, dan muncul sebagai korban keganasan media, kini SBY kembali memainkan bola panas. Ia mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi terlambat merespon situasi dimana rakyat meminta keadilan soal penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. SBY pun kembali memainkan isu bahwa rakyat menginginkan keadilan. Rakyat ingin penegakkan hukum yang adil. SBY kembali membuat posisi Jokowi terjepit. Jika Jokowi tidak benar-benar merespon keinginan rakyat maka Lebaran Kuda akan segera tiba.




Maka Demo 2 Desember yang pasti diamini oleh SBY adalah pertarungan lanjutan antara kubu istana dan kubu Cikeas. Kubu istana mengharapkan agar Demo 2 Desember berlangsung damai dan tidak memaksakan kehendak. Namun jika anarkis, aparat siap bertindak tegas. Sementara itu SBY dari kubu Cikeas menegaskan bahwa gerakkan massa yang mengusung thema keadilan akan terus mendapatkan simpati dan dukungan yang luas. Jika tak direspon dengan baik, maka Lebaran Kuda akan datang.

Jelas sekali SBY sedang memainkan isu pencaharian keadilan dan mengubahnya menjadi bola panas. Jika keadilan tidak diperoleh, maka rakyat akan marah. Lalu sampai dimana kemarahan rakyat tersebut? Demo 2 Desember adalah jawabannya. SBY jelas mengharapkan datangnya Lebaran Kuda pada Demo 2 Desember itu setelah gagal datang pada Demo 4 November.

Di lain pihak istana tidak bisa berbuat banyak selain menunda datangnya Lebaran Kuda selama mungkin. Jika istana berhasil menunda Lebaran Kuda pada 2 Desember, maka bisa dipastikan rencana Lebaran Kuda pada jadwal selanjutnya berangsur-angsur sirna dan hilang ditelan zaman.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.