Kolom Ita Apulina Tarigan: NASIB SANG TALAS





Ada pepatah Karo yang mengatakan: “Ula morah, bewan, la siat kudin.”

Secara leksikal artinya : “Jangan sedih, talas, kuali sudah penuh.”

Keladi dan talas adalah dua jenis umbi-umbian yang umum di Indonesia. Keladi biasanya buah dan batangnya yang muda bisa dimakan, sedangkan talas biasanya ada beberapa jenis tidak bisa dimakan dan bahkan jika salah mengolah getahnya bisa mengakibatkan gatal.

Seseorang yang hendak merebus keladi dan talas pasti akan mendahulukan keladi. Talas biasanya jadi alternatif terakhir. Apalagi kalau kuali yang dipakai untuk merebus sudah penuh, pasti talas tidak akan ikut di dalamnya. Bisa saja nanti talas juga direbus, tapi biasanya di penghabisan acara memasak atau karena memang tidak ada pilihan lain.

Talas akan diingat kalau keladi memang sudah tidak ada lagi, atau keladi kurang dari cukup terpaksalah dicampur dengan talas.

Kisah si talas ini, bukan cuma cerita di tungku dapur semata, tetapi menjadi pepatah karena memang dalam kehidupan sehari-hari kerap terjadi. Ada orang-orang yang nasibnya di-talas-kan, dianggap hanya sebagai pelengkap penderita. Jangan coba-coba buat luka si Keladi, bisa-bisa ukat (sendok nasi dari bambu) mampir di kepala.

Ada juga yang mengibaratkannya kepada kisah cinta yang gagal, karena salah satunya dianggap tidak sepadan disandingkan. Keladi harus dengan keladi, si Talas harus tahu diri.

Pendek kata, talas jangan berharap diperlakukan sama dengan Keladi!





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.