Kolom Asaaro Lahagu: Rizieq Terjatuh, Tito Tekuk FPI dengan Elegan

 

Sebuah tempat indah di Jawa Barat. Foto: PIKNIK ASIK

 

Tidak salah Jokowi memilih Tito sebagai Kapolri. Taktiknya dalam menghadapi FPI, sangat elegan dan mujarab. Tito tidak langsung membubarkan FPI. Ia juga tidak berperang frontal dengan FPI seperti Duterte di Filipina. Tito masih mau bertemu dengan pihak FPI dan berbicara dengan mereka. Tito masih menghargai FPI sebagai anak bangsa yang kurang waras dan tersesat.

Sebaliknya, Tito juga tidak mematikan FPI secara perlahan-lahan karena ia tahu hal itu terlalu lama. Publik sudah muak kepada mereka. Tito tidakĀ  menganut strategi mematikan FPI secara perlahan-lahan. Tito Paham bahwa jika FPI dibiarkan, mereka akan besar kepala dan semakin merajalela. Lalu apa strategi Tito dalam menekuk FPI?

Mari kita lihat apa yang terjadi di Polda Jawab Barat. Kasus Habib Rizieq yang menghina Pancasila di Jawa Barat, sebetulnya bisa diambil alih oleh Mabes Polri. Tetapi Tito sengaja menginstruksikan kasus itu diproses oleh Polda Jawa Barat saja. Mengapa? Agar ibu kota tidak terusik oleh ulah Rizieq dengan FPI-nya jika diproses di Jakarta. Ini poin pertama.

Hal yang ke dua adalah untuk menurunkan derajat Rizieq setingkat lebih rendah. Artinya kasus Rizieq itu bisa diurus oleh Polda yang kebetulan TKP-nya ada di wilayah Polda Jawa Barat. Ini bagian strategi Tito agar Rizieq tidak besar kepala. Kasusnya bukanlah skala nasional tetapi hanya skala daerah. Tujuannya untuk meminimalisir efek jika Rizieq berulah. Jadi Tito membuka front Jawa Barat untuk menggebuk Rizieq di bawah komando Anton Charlian.

Momen pemanggilan Rizieq pun cukup menarik. Setelah gaung demo berhasil diturunkan, Tito dengan cepat memproses Rizieq yang sudah tersandung banyak kasus. Artinya Tito tidak menunggu sampai lama. Ada kesempatan, tunggu sebentar, lalu action. Dan itulah yang terjadi. Rizieq yang diancam akan dibawa paksa jika tidak datang memenuhi panggilan polisi, tidak mempunyai pilihan dan terpaksa datang.

Tito sudah paham rumus pemaksaan kehendak ala Rizieq selama ini. Untuk mendapat dukungan secara politis, Rizieq akan meminta bantuan kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah di DPR. Jika tetap diperiksa, Rizieq akan membawa massa FPI untuk menekan polisi. Dalam pemeriksaan, Rizieq biasanya akan bersilat lidah dan selalu berlindung di balik dogma agama. Setelah diperiksa, Rizieq akan membuat statement yang menyalahkan polisi. Inilah rumus Rizieq yang sudah dihafal benar oleh Tito.

Tito Karnavian. Foto: Viva.co.id

Maka Strategi yang dipakaipun disesuaikan dengan strategi Rizieq. Pertama, orang-orang yang mendukungnya terlebih dahulu ditekuk dan diancam. Keduabelas tersangka makar yang selama ini akrab dengan Rizieq, telah dibungkam. Lihatlah, sekarang Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Rachmawati dan yang lain-lain. Mereka bungkam dan tak terlihat lagi statement pedas mereka di media. Ke dua, orang-orang congkak yang selalu mendukungnya dibungkam secara elok nan cantik. Sekarang lihatlah cara ngomong Fadli dan Fahri. Ada perubahan 90 derajat. Mengapa? Duet kewek-kewek ini telah diperingati agar tidak macam-macam. Kalau tidak dengar juga, maka nasibnya akan clear. Fahri pun tidak banyak tetek-bengeknya sekarang.

Ketika Rizieq membawa massa FPI-nya, polisi juga membiarkan massa GMBI datang menandingi massa FPI. Lu bawa massa, gue bawa massa juga. Lu andalkan massa, gue juga bawa massa. Maka jelas, FPI yang selama ini congkak, terkejut dengan massa GMBI yang jumlahnya setara dengan massa FPI. Jelas FPI marah benar karena mereka disaingi. Lu saingi gue? Maka mengamuklah massa FPI itu. Mereka membakar markas GMBI. Nah di sinilah strategi Tito elegan dan mujarab. FPI terjebak anarkis, lalu ditangkapi.

Polisi langsung menangkapi para pembakar GMBI itu dan menetapkan langsung 12 orang sebagai tersangka. FPI keok. 12 anggotanya dijadikan tersangka dan akan masuk penjara. Ini sama dengan kejadian 2 tahun lalu saat 21 anggota FPI termasuk Habib Novel ditetapkan sebagai tersangka anarkis saat berunjuk rasa di depan gedung DPRD DKI Jakarta. Saat itu ribuan anggota polisi menyerbu markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Sejak saat itu, FPI ketakutan dan tidak berani lagi unjuk rasa di ibu kota.

Jelas penangkapan keduabelas anggota FPI di Jawa Barat akan memukul mental Rizieq. Maka yang dilakukan oleh Rizieq adalah hanya sebatas mendemo Mabes Polri dan meminta Tito mencopot Kapolda Anton serta melaporkan Irjen Iriawan. Ini jelas sangat lebay dan alay. Rizieq jelas tidak punya legal standing untuk memerintahkan Kapolri mencopot Anton. Pada demo FPI hari ini juga Kamis 16 Januari 2017, Tito sebetulnya menunggu FPI berbuat ulah. Jika berbuat ulah, maka akan ditangkapi dan ditetapkan tersangka.

Mungkin sebentar lagi lebaynya Rizieq akan kena batunya lagi. Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi M. Iriawan akan memanggil Rizieq soal palu arit pada uang baru Bank Indonesia. Jika Rizieq mangkir maka akan diancam dibawa paksa. Jika datang, tentu saja Rizieq akan merogoh koceknya membawa massa lagi. Nah, jika massa itu anarkis, maka akan ditangkapi laluĀ  dijadikan tersangka untuk kemudian dipenjara.

Tentu saja polisi tidak akan cepat menetapkan Rizieq sebagai tersangka. Ia ibarat mainan, dimainkan dulu biar energinya dan duitnya habis dalam mengerahkan massa. Dan kalau massanya anarkis, langsung ditangkapi. Setelah duitnya dan sponsornya habis, barulah ditetapkan tersangka.

Nah, jika anggotanya anarkis saat Rizieq ditetapkan tersangka, maka akan ditangkapi. Jika ditangkapi, maka mental anggota lain akan ciut. Jika demikian FPI tidak perlu dibubarkan secara frontal. FPI cukup dilemahkan dan dibuat seperti kunang-kunang dengan cara elegan lewat pemeriksaan dan penersangkapan Habib Rizieq yang banyak tersandung kasus.




Pun cara elegan tambahan adalah pemutusan aliran dana-dana demo. Dalam demo kedua FPI hari ini, Rizieq sudah mulai tidak mampu mengerahkan massa di atas 10 ribu orang. Berbeda pada demo aksi bela Islam I, II dan III, dimana aliran dana mengalir dari berbagai sponsor. Kali ini untuk demo membela Rizieq, tak ada lagi yang mau menggelontorkan dana. Jadi Rizieq tidak mampu lagi mengerahkan massa 7 juta jiwa (katanya).

Jadi, strategi Tito membekuk FPI bukan dengan membubarkannya langsung atau berhadapan secara frontal. Tito juga tidak membekuk FPI secara perlahan-lahan seperti anggapan banyak orang selama ini. Pun Tito juga tidak membiarkan FPI merajalela tanpa ditindak. Tito melemahkan FPI dengan menekuk bosnya terlebih dahulu, menangkapi dengan tegas anggotanya yang anarkis dan memutuskan aliran dana mereka.

Skenarionya adalah bosnya FPI, Habib Rizieq terus dipanggil untuk diperiksa. Dipanggil untuk diperiksa lagi, dipanggil dan dipanggil. Jadi dipanggil terus. Lalu pada akhirnya ditetapkan tersangka. Pada saat Rizieq ditetapkan tersangka, maka mental anggotanya sudah hilang 50 persen. Saat anggotanya mati-matian membela bosnya dengan anarkis, maka mereka juga ikut ditangkapi, dijadikan tersangka dan dipenjarakan. Mau serang polisi atau anarkis? Ditangkap, ditersangkakan dan dipernjara. Dan begitulah seterusnya.

Jadi, ketika Rizieq jatuh, maka kini mudah bagi Tito menggebuk FPI secara elegan. Itu sudah terbukti ampuh dan mujarab di ibu kota pada tahun 2014 yang lalu. Pasca digebuk, FPI tiarap lama dan hampir tidak bangun. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.