Kolom M.U. Ginting: BALIHO YANG MENGENCINGI NKRI

 

Sungguh diharapkan memang supaya yang bertanggungjawab bisa menjelaskan persoalan ‘baliho dengan gambar perempuan berbusana Batak di Kabanjahe, yang dibuat oleh Pemkab Karo’. Selain penjelasan, Pemkab sepatutnya minta maaf kepada rakyat Karo, pemuda Karo dan LSM Karo yang sangat prihatin atas sikap Pemkab Karo. Sikap itu tidak mencerminan saling menghargai sesama kultur berbeda dalam negara bhinneka ini.

Mengapa kita berkoak-koak soal persatuan kalau syarat persatuan itu dikencingi saja?

Mestinya kan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Atau seperti Prof. MacDonald bilang bahwa pendatang:Should be welcome but they should not be able to remake society in their own image”. Ini sama artinya dengan junjunglah langit di mana engkau berpijak! Mengakui, Menghargai dan Menghormati kultur/ budaya penduduk asli di daerah tempat berpijak atau tempat numpang hidup.

Saling menghormati dan menghargai sesama kultur berbeda, di Karo adalah kultur dan budaya Karo. Semua pendatang bisa ikut melestarikan kearifan lokal, bukan menghina budaya lokal menggantikan pakaian tradisi lokal dengan pakaian pendatang. Kalau istri bupati kebetulan orang Batak, adalah soal pribadi bupati. Tidaklah berarti kalau bupati harus mengutamakan pakaian adat Batak di Karo.

Saya sangat bangga atas sikap tegas dan kritis LSM Karo, pemuda Karo dan juga Roy Fachraby Ginting yang menegaskan soal jati diri Karo itu. Bravo! Jati diri Karo adalah salah satu dari jati diri berbagai suku/ kultur. Inilah  yang menjadi dasar jati diri nasional itu, jati diri NKRI. Tidak ada salahnya pakaian adat manapun, tiap pakaian adat yang menggambarkan kultur dan budaya suku asli Indonesia, sangat indah karena menggambarkan keaslian kultur dan budaya negeri bhinneka ini.

Secara pribadi saya selalu tersentuh semangatnya tiap kali melihat dan mendengar musik tradisional asli suku-suku bangsa Indonesia. Begitu juga dengan pakaian adatnya. Jelas menggambarkan keaslian dan existensi kultur serta kreasi manusia asli nation Indonesia dalam hidupnya, jauh sebelum peradaban Barat muncul. Bukan main-main keaslian tradisi suku-suku bangsa Indonesia itu.

Saya selalu merasa pakaian adat dan keindahan lagu-lagu asli tradisional suku-suku bangsa negeri ini sangat inspiratif. Karena itu, sikap melecehkan adat/ kultur lain dengan cara menggantikannya dengan pakaian adat pendatang di satu daerah, secara resmi pula, sangat menyakitkan. Bukan hanya bagi suku lokal itu, tetapi menyakitkan bagi perasaan nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme Indonesia adalah kesatuan dari semua kultur dan penghormatan bagi semua kultur. Syarat utama menghormati ialah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’.

Tanpa semua ini tidak ada yang namanya nasionalisme Indonesia itu, dan tidak ada NKRI.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.