Kolom Asaaro Lahagu: Analisis Daya Magis Ahok Menjelang 15 Februari 2017

 

Sebentar lagi, masyarakat Jakarta akan memilih Calon Gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Ada 3 kandidat yang sekarang ini tengah bertarung yakni Ahok, Agus dan Anis dengan pasangannya masing-masing. Satu hal yang membuat masyarakat memilih gubernurnya, yakni daya magis.

Pada Pilkada DKI 2012, daya magis Jokowi saat itu benar-benar menyihir warga Jakarta. Berkat daya magisnya, Jokowi sukses memenangi pertarungan melawan Fauzi Bowo. Nah, apakah sekarang, Ahok penerus Jokowi punya daya magis?

Fakta membuktikan bahwa sejak Reformasi 1998, mereka yang mempunyai daya magis bisa memenangi kursi DKI-1 dan RI-1. Dari catatan sejarah, sejak Reformasi 1998 hingga kini, baru ada 4 sosok yang punya daya magis luar biasa. Mereka itu adalah Megawati, SBY, Jokowi dan Ahok.

Jika ditilik ke belakang menjelang Pilkada DKI 2012, terekam dalam ingatan publik tentang daya magis Jokowi saat itu yang sungguh luar biasa. Itulah yang membuatnya sukses melengserkan petahana. Pada saat itu, warga Jakarta di bawah kepemimpinan Fauzi Bowo, sangat menderita. Berbeda dengan sekarang, di bawah kepemimpinan Ahok, Jakarta berubah total.

Di masa Fauzi Bowo, rakyat Jakarta benar-benar jenuh dan lelah melihat kepemimpinan buruk Fauzi Bowo dengan slogan ‘serahkan kepada ahlinya’. Faktanya, banjir, kemacetan, parkir, PKL, preman liar tak bisa diatasi. Kesengsaraan masyarakat Jakarta atas administrasi pemerintahan Fauzi Bowo membuat masyarakat Jakartata sangat mendambakan pemimpin baru.

Maka, ketika nama Wali Kota Solo (Joko Widodo) muncul ke permukaan, bersama mobil Esemkanya, masyarakat Jakarta ikut terkesima. Kisah sukses Jokowi di Solo membuat masyarakat Jakarta kepincut untuk menjadikannya sebagai gubernur. Mega pun sadar benar daya magis Jokowi itu lalu mencalonkannya menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta.

Menjelang Pilkada DKI 2012, nama Jokowi begitu tenar dan diperbicangkan di mana-mana. Maka menggemalah daya magis Jokowi di pelosok Kota Jakarta. Demam Jakarta baru pada Tahun 2012 membuat figur Jokowi sangat dominan. Hasilnya dalam Pilkada 2012, Jokowi berhasil menjadi Gubernur DKI Jakarta dengan menyingkirkan Gubernur Petahana, Fauzi Bowo.

Wakil Gubernur Ahok yang berpasangan dengan Jokowi, juga ikut terkenal dengan menebeng pada popularitas Jokowi. Hal yang patut dicatat di sini adalah bahwa dasar kemenangan PDIP di Pilkada Jakarta itu bukanlah berkat daya magis Mega tetapi berkat daya magis Jokowi.

Pada Pemilu 2014 PDIP bisa menjadi pemenang Pemilu di kancah nasional berkat daya magis Jokowi. Hal yang sama pada Pilkada di DKI Jakarta. PDIP berhasil meraih kursi terbanyak 28 kursi berkat daya magis Jokowi. Jika kemudian PDIP berhasil mengorbitkan Jokowi menjadi Presiden, itu juga bukan karena jasa Megawati tetapi karena daya magis Jokowi.

Ahok yang menjadi wakil gubernur Jokowi menjadi diuntungkan oleh pembagian tugas yang sangat jelas. Tidak seperti sebelumnya, wakil gubernur di era Sutiyoso dan Fauzi Bowo hanya sebagai simbol dan pajangan. Di era Jokowi, wakil gubernur diberi wewenang yang sangat besar. Saat itu, Jokowi blusukan ke sana ke mari, sementara Ahok membenahi birokrat.

Hasilnya, kolaborasi kedua sosok ini mampu membuat masyarakat Jakarta terkesima. Sepak-terjang Ahok membenahi carut-marut birokrat Jakarta, menjadi membahana di mata rakyat. Ketika Jokowi secara gemilang menjadi RI-1, dengan sendirinya kursi Gubernur DKI beralih kepada Ahok.

Dengan wewenang penuh Ahok, memulai menerapkan berbagai kebijakan gila. Gila dalam arti melakukan penertiban yang garang dan bergemuruh. Ahok tanpa ampun mulai melakukan berbagai penggusuran, penyelamatan ABPD dan penyikatan para mafia di birokrat. Hasilnya publik terkesima dan nama Ahok kemudian menjadi berkibar. Ahok sukses membuat dirinya berdaya magis.

Kinerja hebat Ahok  dalam membenahi ibu kota, akhirnya menyihir masyarakat Jakarta. Lewat berbagai survei, elektabilitas Ahok kemudian tetap tinggi. Saat Ahok mengumumkan bahwa ia maju dari jalur independen, publik kemudian berbondong-bondong mengumpulkan KTP-nya kepada Ahok. Alhasil dalam waktu 3 bulan KTP dukungan kepada Ahok tembus 1 juta.

Berkat daya magis Ahok, ribuan relawan baik di dunia nyata maupun di dunia maya muncul. Ada Teman Ahok, Batman (Basuki Tjahaja Purnama Mania), GoAhok, Muda-mudi Ahok, Ale-ale Ahok, Ahok garis keras, Jasmeve, Relawan Nasdem, relawan Hanura, relawan Golkar, Relawan Hanura, relawan PDIP dan seterusnya.

Akan tetapi daya magis Ahok menjadu redup akibat tuduhan penistaan agama yang berujung tersangka. Namun di pengadilan hingga kini, Ahok pelan-pelan meraih simpati publik kembali. Kesaksian para saksi pelapor yang ternyata banyak kepalsuan dan kesaksian bohong, membuat publik berbalik kepada Ahok.

Acara debat yang diselenggarakan KPU, menjadi sarana hebat Ahok untuk meraih kembali daya magisnya. Dan, ia berhasil. Dari berbagai hasil survei pasca debat, elektabilitas Ahok kembali naik dan bahkan mengungguli kedua pasangan lawannya.

Lalu, bagaimana dengan daya magis Agus dan Anis? Untuk sementara saya tidak melihat adanya daya sihir dalam diri Agus. Benar bahwa ayah Agus, SBY, pernah mempunyai daya sihir yang mempesona rakyat sekitar tahun 2004-2009. Namun, daya magis itu kini sudah pudar. Buktinya pada Pemilu 2014 lalu, suara Demokrat di seluruh Indonesia melorot hingga 50%.

Lalu apa yang hendak dijual Agus kepada rakyat DKI? Sampai sekarang saya tidak temukan. Programnya sama sekali tidak menarik. Ada banyak warga yang diliputi keraguan jika Agus memimpin DKI. Ibu kota akan kembali ke jaman behelo.

Lalu Anis? Sebetulnya Anis adalah seorang yang berkompeten. Dia santun, cerdas dan bersih. Lalu mengapa Jokowi menyingkirkannya dari kabinetnya? Jawabannya adalah karena Anis tidak cukup gila. Dia lebih banyak berteori dan beretorika.




Berbeda dengan Menteri Susi, Sri Mulyani atau Menteri Retno yang kadar kegilaannya sangat tinggi. Anis termasuk sosok yang biasa-biasa saja kadar kegilaannya. Padahal Jokowi membutuhkan sosok-sosok yang gila untuk membenahi Indonesia. Itulah sebabnya Anis akhirnya tersingkir di kabinet kerjanya.

Untuk DKI Jakarta, saya tidak melihat adanya magis dari sosok seorang Anis. Jika dibandingkan dengan Ahok, kadar kegilaan Anis bagai langit dan bumi. Padahal Jakarta yang terkenal dengan hutan rimbanya dan dihuni oleh manusia-manusia bengis, serakah dan rakus, dibutukan orang gila untuk membenahinya.

Jika yang diandalkan hanya kesantunan, kepintaran dan senyum mempesona, bisa-bisa seorang gubernur menjadi santapan empuk para maling dan bajingan ibu kota. Maka berdasarkan analisis daya magis, saya menyimpulkan bahwa untuk sementara hanya Ahok yang memilikinya.

Karena sudah memasuki akhir Januari dan sebentar lagi bulan Februari, saya bisa memastikan bahwa daya magis Agus dan Anis belum berhasil memikat hati warga DKI Jakarta.  Namun karena sentimen agama masih dominan, saya memprediksi bahwa Pilkada DKI kali ini akan memasuki dua putaran. Yang jelas, Ahok termasuk kandidat yang maju dalam dua putaran. Begitulah Towi-towi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.