Keberagamaan Karo dalam Tumbuhan Obat

Oleh: Maja Barus (Medan)

 

Adanya pembedaan Karo berdasarkan daerah teritorial memunculkan isu budaya yang terjadi di masyarakat Karo sendiri dengan mempertanyakan perbedaan itu dan ada pula yang berusaha untuk menyatukan perbedaan itu. Saya kira, tidak baik juga kita paksakan untuk sama dalam perbedaan antara Karo Gugung dan Karo Jahe, karena faktanya memang berbeda.

Maka dari itu, tidak baik juga kalau kita saling mengklaim Karo mana yang lebih baik.

Menurut saya, keberagaman masyarakat Karo berdasarkan daerah teritorial merupakan kekayaan khusus diantara suku-suku di Sumatera Utara pada umumnya. Hal ini terlihat dalam keragaman kearifan lokal Karo dalam memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan tradisional.

Pada Tahun 2012, B2P2TOOT Kementerian Kesehatan melakukan riset khusus mengenai eksplorasi pengetahuan lokal etnomedisin dan tumbuhan obat berbasis komunitas di Indonesia. Keunikan Suku Karo terlihat di sini.

Suku karo dibagi menjadi 2 bagian: Karo Jahe dan Karo Gugung. Tahun 2012, ada beberapa suku yang menjadi titik riset dan Karo Gugung termasuk di dalamnya. Tahun 2015, program riset kembali lagi dilakukan untuk beberapa daerah, dan Karo Jahe masuk di dalamnya. Saya kemudian berpikir, apakah berbeda pengetahuan Karo Jahe dengan Karo Gugung dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai pengobatan tradisional?

Faktanya, hasil penelusuran dan riset yang dilakukan di lapangan, perbedaan sangat terlihat dari cara pengolahan dan jenis tumbuhan yang digunakan untuk membuat obat.

Tahun 2017 ini, riset kembali dilakukan, tapi untuk daerah Sumatera Utara tidak terlibat lagi di dalamnya. Saya kemudian sedikit prostes kepada salah seorang dari B2P2TOOT, mengapa Sumatera Utara tidak dilibatkan. Saya kemudian menjelaskan tentang keberagaman Karo berdasarkan teritorial, bahwasanya masih ada daerah Karo yang belum dilibatkan, yakni Karo Baluren.

Kemudian dia berkata, mereka sangat menghargai tentang keberagaman Karo yang unik, tapi program tidak bisa dibuat hanya untuk satu suku saja.

“Di lain waktu akan dibuatkan riset khusus lagi tentang itu,” katanya.

Apakah perbedaan ini sebuah kebetulan? Saya kira tidak, ada asumsi mengatakan bahwa alam yang membentuk perbedaan itu, jadi kita terima saja keberagaman itu sebagai kekayaan budaya Karo.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.