Kolom Asaaro Lahagu: Demo 21 Februari, Efek ‘Kemenangan’ Anies, Test Kepada Tito

Veronica Tan Basuki Tjahaja Purnama saat membuka pameran busana lintas waktu dan zaman “Pilgrimage” di Museum Tekstil Jakarta [Kamis 15/1]. Foto: Liputan 6

Bagi pendukung Anies-Sandi, perolehan suara yang hampir 40% di Pilkada DKI itu, sudah merupakan kemenangan besar. Tak heran ada euforia tinggi di kalangan Gerindra dan lebih-lebih PKS. Pun para pendukung khilafah, sudah merasa di atas angin. Selangkah lagi kemenangan di depan mata.

Anies yang sebelumnya berada di posisi buncit pada sebagian besar survei, tiba-tiba nyaris menyalib suara perolehan Ahok. Keberhasilan ini dianggap buah dari perjuangan dan strategi hebat para pendukung Anies. Optimisme tinggi menyala-nyala mulai membakar jiwa para pendukung Anies, terutama kaum khilafah.

Di antara para pendukung khilafah, ada suatu keyakinan besar atas apa yang telah mereka lakukan selama ini. Pertama, mereka berhasil memobilisasi dukungan kepada Anies pada last minute pencoblosan. Ketika peluang Agus semakin tipis, para pendukung kaum khilafah dengan cepat berpaling kepada Anies. Hasilnya pun luar biasa.

Ke dua, militansi kader Partai Gerindra, lebih-lebih PKS bekerja sama dengan pendemo, berhasil mengerem laju Ahok untuk menang satu putaran. Demo besar 411, 212, 112, terbukti cukup ampuh untuk menggerus dukungan kepada Ahok. Ahok kendatipun menang tipis, namun ia tidak berhasil memenangkan Pilkada DKI satu putaran.

Ke tiga, ada keyakin di kalangan para khilafah bahwa isu-isu SARA asalkan terus dipanasi, akan tetap laku dijual di Pilkada DKI. Spirit 212 dan rencana demo 21 Februari (212) mempunyai kesamaan tanggal yang cantik. Spirit 212 telah menyebar dan menumbuhkan inspirasi pada putaran ke dua, Ahok akhirnya berhasil dikalahkan.

Adanya keyakinan memenangi pertarungan di DKI Jakarta, membuat para pendukung Anies terutama dari kaum khilafah, semakin termotivasi hebat. Rencana demo pun kembali tumbuh dan mulai menyala-nyala. Maka FUI kembali berinisiatif menggerakkan demo ke jantung parlemen hari Selasa mendatang.

Para penggerak demo yang sekarang dialihkan ke DPR, sebetulnya sudah paham bahwa apa yang mereka tuntut di DPR tidak akan berhasil. Alasannya, sebagian besar fraksi di DPR adalah pendukung utama pemerintah yang digawangi oleh PDIP yang juga pendukung utama Ahok. Namun sekurang-kurangnya aksi demo mereka dapat memanen 2 keuntungan.

Pertama, demo itu tetap mengingatkan para pendukung khilafah bahwa perjuangan belum selesai. Ada harapan dukungan kepada Anies dari kaum pendukung khilafah semakin besar. Ke dua, untuk memecah kalangan internal PDIP, Golkar, Nasdem dan Hanura terutama di grass root agar mulai ragu-ragu mendukung Ahok dan berbalik mendukung Anies demi kedamaian di DKI Jakarta.

Alasan aksi demo 21 Februari itu untuk mencopot Ahok yang walaupun sudah terdakwa masih menjabat gubernur, menjadi alasan empuk bagi pendemo. Apalagi ada 4 fraksi di DPR yang tengah berjuang menggolkan hak angket. Ada ketakutan besar di kalangan pendukung Anies bahwa jika Ahok tetap aktif menjadi gubernur menjelang pencoblosan 19 April, maka ia dapat melakukan berbagai kampanye terselubung dan terobosan kebijakan baru demi meraih kemenangan.

Sementara alasan lain seperti stop mengkriminalisasi ulama adalah untuk meraih simpati para ulama dan membentuk opini bahwa aparat tengah melakukan kriminalisasi. Kata kriminalisasi bisa mengaburkan fakta-fakta kesalahan yang dilakukan oleh para oknum yang menamakan dirinya sebagai ulama.

Alasan ke tiga adalah untuk menghentikan penangkapan mahasiswa. Alasan ini sebetulnya lelucon karena sampai hari ini mahasiswa yang ditersangkakan atau ditahan oleh aparat adalah mereka yang terang-terangan melakukan anarkis. Tentu saja pemakaian nama mahasiswa agar mahasiswa lain mulai pelan-pelan terpengaruh untuk turun ke jalan.

Maka demo 21 Februari itu tetap dimaknai sebagai demo untuk menggencet Ahok dan para pendukung utamanya. Segala cara yang masih ada akan ditempuh untuk melemahkan, menggerus, merongrong dukungan kepada Ahok. Selagi ada energi, maka jangan pernah berhenti untuk mengejar dan menggencet Ahok.

Para pendemo terutama dari kalangan FUI dan ormas yang ikut bergabung punya harapan bahwa asalkan tetap ribut, maka masyarakat akan tetap memperhatikan tuntutan mereka dan kata penista agama yang telah disematkan kepada Ahok terus diingat publik hingga sampai ke kotak suara.

Demo 21 Februari itu yang katanya akan dihadiri oleh banyak pendemo, juga sebagai test kepada Tito sejauh mana ia sabar dan memutar otak untuk mengatasi, mengendalikan kaum pendemo. Jelas para pendemo akan terus merongrong kesabaran Tito sebagai Kapolri.

Sejak diangkat menjadi Kapolri 5 bulan lalu, Tito tidak pernah istirahat untuk memikirkan reformasi di tubuh kepolisian karena ia terus-menerus memikirkan pengendalian demo. Tito akan dibuat terus berhitung dan adu strategi berhadapan dengan kaum khilafah yang terus-menerus menjual isu-isu agama.

Bagi Ahok sendiri, demo-demo yang ditujukan kepadanya akan membuatnya semakin kebal, tahan banting dan tegar. Doanya pun semakin berpeluh darah dan airmata kepada Sang Khalik. Tuhan mereka bereaksi lagi, menolak uluran tangan-MU lewat diri saya untuk memperbaiki derajat kehidupan mereka.





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.