Gubsu: Pendamping Desa Dapat Mengembangkan Potensi Lokal

DENHAS MAHA. MEDAN: Gubsu T. Erry Nuradi meminta agar aparat desa bisa bekerjasama dengan para pendamping desa. Di mengharapkan kepala desa dan aparat desa lainnya benar-benar mengoptimalkan keberadaan pendamping desa Harus saling bekerjasama dalam membangun desa serta mengembangkan berbagai potensi lokal yang ada.





Hal itu disampaikan oleh Gubsu Erry usai membuka Pelatihan Pratugas Pendamping Lokal Desa (PLD) yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat (PMD) Provsu di Hotel Garuda Plaza Medan kemarin [Selasa 4/4].

Menurut Tengku Erry, kerjasama dan pelatihan para pendamping desa dan tenaga ahli ini sangat penting, karena dana desa rentan terhadap penyimpangan.

“Untuk itulah harus ada pendamping lokal yang bisa memberikan masukan-masukan. Semua itu agar kita bersama-sama membangun desa. Ini sesuai dengan nawacita Presiden RI, Joko Widodo yakni pembangunan memulai dari desa,” sebutnya.

Terkait dengan daya serap anggaran, Gubsu Erry berharap agar program yang manfaatnya lebih besar terhadap kepentingan masyarakat lebih diprioritaskan.

‘’Saya harap penerapannya juga tidak hanya sekadar menghabiskan dana, tapi pemanfaatannya lebih kepada yang mementingkan masyarakat luas,” ucapnya.

Menurut Gubsu, ini dilakukan agar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, salah satunya melalui peningkatan produk unggulan desa sesuai potensi lokal atau daerahnya.




“Sesuai dengan peraturan PP RI Nomor 43 tahun 2014 bahwa pemberdayaan masyarakat desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/ kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa dan/ atau pihak ke tiga,” kata Gubsu.

Sumatera Utara sebagai provinsi ke lima penerima dana desa terbesar. Pada tahun 2017 ini, Sumut menerima kucuran dana desa sebesar Rp 3.293.282.206.000, yang tersebar pada 5.418 desa, 481 kecamatan, 25 kabupaten, 2 kota yaitu kota Padang Sidempuan dan Kota Gunung Sitoli tahun 2017 dialokasikan sebesar Rp 4.197.972.490.000. Berarti setiap desa akan mendapat minimal Rp 750 juta. Belum lagi ditambah dengan alokasi dana desa dan bagi hasil pajak daerah serta restribusi daerah.

“Setiap desa saya perkirakan akan mengelola sebesar Rp 1 Miliar yang ditampung pada APB Desa masing-masing,” kata Gubsu.

Lebih lanjut Gubsu menyebutkan, lokasi-lokasi yang banyak tersebut sudah tentu akan membutuhkan tenaga pendamping desa yang memenuhi kriteria, baik dari tingkat pendidikan, kompetensi, pengalaman serta pemahaman dan ketrampilan. Dalam melakukan pendampingan terhadap masyarakat, mereka mampu menfasilitas seluruh tahapan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sehingga mampu sebagai menterjemahkan dan melaksanakan apa yang dibutuhkan desa,” demikian Gubsu Erry yang dalam acara tersebut juga dihadiri anggota DPRDSU Zahir.

Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Provsu, Aspan Sofian mengatakan, pelatihan para pendamping desa adalah upaya pembekalan akan tugas pendamping lokal desa.




“Kita harapkan mereka bukan hanya hadir sebagai warga masyarakat baru, tetapi harus memberikan motivasi kepada masyarakat desa,” tuturnya.

Bukan hanya itu, mereka juga diminta menjadi agen perubahan, terutama dalam penyusunan APBD desa, pemberi informasi, narasumber dan memotivasi masyarakat desa.

“Semoga, dengan keberadaan mereka, rencana APBD desa semakin baik. Penggunaan dana desa juga tidak disalahgunakan dan menimbulkan kesalahan di kemudian hari,” kata Aspan sambil menyebutkan ada 495 pendamping desa dan  53 tenaga ahli yang dilatih dari 5.418 desa di Sumut.


One thought on “Gubsu: Pendamping Desa Dapat Mengembangkan Potensi Lokal

  1. “Menurut Tengku Erry, kerjasama dan pelatihan para pendamping desa dan tenaga ahli ini sangat penting, karena dana desa rentan terhadap penyimpangan.”

    Sang Tengku kelihatannya belum berani bikin trobosan bagaimana supaya tidak terjadi ‘penyimpangan’ dana desa itu. Tanpa trobosan, sudah bisa dipastikan bahwa tradisi yang sudah membudaya itu (penyimpangan) tidak akan terhindarkan. Budaya yang sudah membudaya . . . tetap masih budaya . . . tanpa trobosan atau ide baru untuk menantangnya, dia tetap budaya.
    Ayo pak Tengku, bikin trobosan!

    Satu trobosan yang bagus tetapi sangat extrem ialah, siapa bikin penyimpangan potong lehernya didepan penduduk desa, atau lebih ringan potong tangannya seperti di Arab. Tetapi ini tentu terlalu extrem . . .
    Cari pak yang tidak terlalu extrem. Masih ada waktu.

    Ide yang lain ialah serahkan pengawasan kepada penduduk desa itu sendiri, dengan kewaspadaan jangan ada yang dipengaruhi atau dibeli pula oleh sang penguasa. Penduduk desa paling tahu segala-galanya tentang desanya, termasuk soal pembangunannya, apa yang perlu dibangun dsb.
    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.