Kolom M.U. Ginting: HOK, NAMAMU ABADI

“Ada kemungkinan Ahok akan dijatuhi hukuman penjara 5 tahun besok [Selasa 9/5] (ditulis kemarin, red.). Apalagi jika kita melihat kembali persolaan penghinaan agama pada masa lalu. Tetapi, tiba-tiba sekarang ini dalam kasus Ahok ada perubahan politik penegakan hukum. Yang dulu dianggap pidana, sekarang tidak dianggap pidana, padahal UU belum berubah, UU yang digunakan masih sama,” pakar hukum pidana Teuku Nasrullah dari UI.


Dua kemungkinan mengapa ada perubahan menurut Nasrullah, pertama adalah faktor perubahan zaman. Masyarakat semakin bebas mengutarakan pendapatnya sehingga apa yang diucapkan Ahok bukan pidana lagi.

Ke dua ialah berarti vonis yang lalu salah dan sesat karena hukumnya sama saja belum berubah, pasal 156.

“Yang ke dua, berarti hukum yang dulu salah, ada peradilan sesat,” ujar Nasrullah.

Adapun 3 soal penodaan agama masa lalu yaitu Penulis dan wartawan Arswendo Atmowiloto Tabloid Monitor, pada tahun 1990; GAFATAR 2007; dan Penistaan Agama oleh Nando Irawansyah M’ali terhadap Agama Hindu 2015. Nando menyebut kata-kata ‘F**k You Hindu’ karena kesal tidak adanya saluran televisi saat hari raya Nyepi 2015. Yang terakhir ini sudah diselesaikan secara adat (Bali).

Kasus yang pertama 1990 jika dipandang dari tingkat pemikiran publik yang sudah berkembang, sekarang vonisnya 4-5 tahun tidak masuk akal. Begitu juga kasus Gafatar bisa dianggap sebagai pernyataan kepercayaan pribadi sendiri.




Yang paling penting pengaruhnya ialah ‘faktor perubahan jaman’ itu, yang menandakan perubahan kesadaran manusia. Kalau dulu perang salib mempertahankan Kristen, sekarang siapa lagikah yang inginkan perang salib? Sekiranya masih ada pasal-pasal hukumnya yang tetap berlaku, pastilah tidak akan didengarkan masyarakat.

Kalau sekarang Dalai Lama bilang: “Religion has become an instrument to cheat people.” (lihat di SINI). Dan, Ahok bilang ‘ayat 51 dipakai untuk menipu orang’ kan secara hakiki tidak ada bedanya. Ahok pakai ‘ayat 51’, Dalai Lama pakai ‘religion’. Keduanya menyatakan agama atau religion. Ahok maupun Dalai Lama sama sekali tidak ada maksud menodai agama (religion), tetapi menyatakan kritik terhadap orang-orang sekarang yang memakai agama untuk berbohong menipu orang.

Yang bersalah dan patut disalahkan ialah yang berbohong menipu rakyat banyak, apapun tujuannya berbohong. Kalau dalam soal Ahok supaya tidak memilih dia jadi gubernur, dan dalam soal Dalai Lama dipakai untuk korupsi.

Kasus Ahok dan gerakan penentang Ahok sudah membawa manfaat tersendiri bagi perkembangan bangsa ini. Dua gerakan makar yang digerakkan dari kekuatan luar bisa terdeteksi dengan kegigihan aparat keamanan terutama Polri dan juga TNI. Apakah Ahok dihukum atau dibebaskan, tidak begitu mengerikan lagi akibatnya dalam perjalanan ke depan bangsa ini, karena di samping banyak kerugian kasus ini tetapi juga telah banyak akibatnya yang positif, yaitu pencerahan besar bagi publik. Hakim bisa bebas memutuskan.

Putusan yang bagaimanapun, ke depan hanya akan menambah pencerahan yang lebih mantap lagi. Ahok telah banyak berjuang untuk penduduk Jakarta, jasanya akan tertulis dengan tinta emas, dan tidak akan pernah terlupakan kalaupun dia masuk penjara.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.