Kolom M.U. Ginting: TUKANG BOHONG

Goebbels Menteri Propaganda Zaman Kepemimpinan Hitler berkata, “Sebarkan kebohongan berulang-ulang ke publik, kebohongan yang diulang-ulang akan membuat publik percaya.”

Betul memang seperti dikatakan Goebbels itu. Berita bohong, tetapi kalau sudah jadi terbiasa mendengar dan memahaminya, bisa menjadi kebenaran atau dianggap benar oleh sebagian publik. Apalagi kalau datangnya dari penguasa (negara), sangat lumrah bisa terjadi berita bohong itu berubah jadi berita benar.

Ini terjadi terutama pada abad lalu dan juga abad-abad sebelumnya. Tidak diragukan sangat bisa dan sering bisa terjadi. Tetapi apakah sudah ada perubahan sekarang?

Cobalah kita teliti.




“Golden Shower” Trump yang sangat populer di AS telah menjadi kebenaran sampai bulan Juni 2017. Setelah itu sekarang dikenal sebagai fake news (berita bohong). Fake News yang umumnya sengaja disebarkan oleh MSM (Main Stream Media) dari grup neoliberal AS tipe CNN, NBC, CBS & ABC, WPost, NY Times, The Wall Street Journal dll.

Fake news lainnya yang juga sangat populer belakangan ialah soal campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden lalu, yang katanya telah membikin Trump menang mengalahkan Clinton Hillary dalam pemilihan itu. Berita ini demikian pentingnya sehingga Trump mau diadili, di impeach dsb. Fake news satu ini terbongkar setelah 3 wartawan CNN dipecat dari kerjanya karena dianggap pengarang berita palsu itu.

Trump lantas bilang di Twitternya: ‘I am extremely pleased to see that @CNN has finally been exposed as #FakeNews and garbage journalism,’  ‘It’s about time!’ .

Trump sekarang menamakan CNN sebagai ‘FNN’ (Fake News Network).

Seperti kita ketahui, pertandingan antara Trump kontra Clinton dalam pemilihan presiden lalu adalah pertarungan antara kekuatan nasionalis AS kontra kekuatan neoliberal AS dan yang juga sebagai perwakilan neoliberal seluruh dunia. Kekuatan nasionalis di AS adalah kekuatan baru yang muncul bersamaan dengan munculnya kekuatan baru dunia (nasional-kultural) yang juga terlihat jelas di seluruh Eropah Barat maupun Timur. Kekuatan baru ini sudah menjadi kekuatan ke 3 besarnya di banyak Negeri Eropah. Terlihat sangat jelas di Skandinavia, Inggris dan Prancis. Brexit adalah salah satu pencerminannya di Eropah.

Perlu ditambahkan juga bahwa ‘fake news’ soal campur tangan Rusia yang memenangkan Brexit juga banyak tersiar di AS. Uni Eropah adalah proyek besar neoliberal di Eropah, karena itu neolib sangat berkepentingan bikin fake news memojokkan Brexit.

‘Golden Shower’ maupun ‘Russian Involvment’ sudah tertelanjangi sebagai fake news. Tadinya sebagian besar rakyat AS dan juga dunia sudah termakan oleh berita palsu itu. Tetapi mengapa bisa terjadi penelanjangan berita palsu itu? Berita palsu yang sudah bisa dikatakan sudah mapan menjadi kebenaran? Sudah disiapkan jaksa dan hakim/advokasi untuk mengadili Trump atau impeachment.

Jawabannya ialah KETERBUKAAN DAN MEDIA SOSIAL! Kedua kata ini (keterbukaan dan media sosial) telah berhasil bikin partisipasi publik yang luar biasa, sangat luas dan bisa mendalami persoalan apa saja.




Semakin banyak orang, semakin banyak pendapat dan pemikiran, banyak sudut pendapat dan sudut pemikiran yang bisa mendatangkan kebenaran. Bukan sembarang kebenaran tetapi memungkinkan munculnya kebenaran yang ilmiah juga. Itulah zaman baru di hadapan kita sekarang, yang tidak ada dan tidak mungkin pada era lalu abad 20 maupun pada era-era sebelumnya.

Neoliberalisme dengan semua syarat hidupnya yaitu ketertutupan dan rahasia, mata-mata dengan semua badan-badan rahasianya atau segala macam intelnya tentu tidak bisa lagi meneruskan hidupnya sekarang dalam era keterbukaan dan partisipasi publik yang luas.

Dari segi lain untuk bisa meneliti ‘fake news’ atau bukan, perlu dilihat dari sudut kontradiksi pokoknya atau trend perpolitikan dunia dalam tingkat sekarang ini. Apa itu?

Sudah jelas bagi dunia bahwa kontradiksi Pilpres AS 2016 antara Trump kontra Clinton adalah kontradiksi antara kekuatan baru nasionalis kultural AS kontra kekuatan lama neoliberalis internasional. Ini patokan pertama dan utama. Golongan neoliberal ini punya media besar luar biasa seluruh dunia, punya modal besar diana-mana. Media ini disebut MSM (Main Stream Media). Fake News soal pertarungan dua kekuatan diatas datangnya hanya dari media besar milik neoliberal ini. Sebagai tandingannya sudah ada juga media dari pihak golongan nasionalis Trump sendiri, tetapi tidak bisa dibandingkan dengan kekuatan MSM itu. Kekuatan terbesar sebagai tandingannya ialah dari Media Sosial Publik dunia.

Belakangan MSM (Main Stream Media) mengeritik Trump karena pakai media sosial, dan menginginkan Trump berhenti pakai media sosial. Trump menjawab, bilang: “Sorry folks, but if I would have relied on the Fake News of CNN, NBC, ABC, CBS, washpost or nytimes, I would have had ZERO chance winning WH”.

Betul sekali memang, Trump tidak akan mungkin memenangkan WH (White House) tanpa jutaan dan jutaan pengikut di media sosialnya, dan kalau hanya mempercayakan kepada fake news MSM itu yang sekarang dia sebut FNN (Fake News Network).






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.