Kolom Panji Asmoro Edan: Orang Yunani Kembali Menyembah Dewa-Dewi Kuno Mereka

Cukup mengejutkan ketika mengetahui sekelompok masyarakat Yunani memutuskan untuk kembali ke agama leluhur mereka yang menyembah Dewa-Dewi Yunani kuno. Kebangkitan kembali agama kuno ditandai dengan berkumpulnya para ilmuwan neo-pagan di Mt. Olympus untuk melaksanakan ibadah pada bulan Juli ini. Pengikut agama Yunani kuno ini disebut Hellenisme.

Seperti dilansir The European Union Times, jemaah tersebut terdiri dari penganut spiritual yang serius dari neo-paganisme. Mereka berkumpul di Mt. Olympus untuk menyembah 12 dewa mitologi Yunani. Penyembah yang berkumpul ikut serta dalam ritual seperti restu perkawinan dan adopsi nama kuno untuk mengganti nama Kristen mereka dan dari semua yang dianggap merupakan pengaruh gereja.

Meskipun pengorbanan hewan adalah bentuk ritual utama dari agama kuno Hellen, tetapi pemuja modern menggantinya dengan membuat persembahan dari buah, bunga, dan susu.

Pejabat Gereja Orthodok bereaksi keras kepada kegiatan Hellenisme. Mereka mengutuk gerakan neo-pagan sebagai “segelintir resusiter yang menderita dari agama mati yang merosot yang ingin kembali ke khayalan gelap masa lalu yang mengerikan.”




Apalagi menurut sebuah laporan BBC, tahun 2016, penyembah baru dari Dewa-Dewi kuno itu pernah menodai 13 ikon di sebuah gereja di Kreta dengan coretan berisi slogan dari ‘agama’ Zeus itu. Namun nasionalis Yunani yang menjadi pengikut beranggapan mereka justru memandang gereja Orthodox sebagai pengaruh asing dan mereka hanya ingin kembali ke jati diri mereka sebagai orang Yunani.

Dewan Tertinggi Etnis Hellenes, anggota pendiri Kongres Etnis-etnis Eropa mengatakan gerakan ini bertujuan untuk menggeser pengaruh Gereja Kristen Orthodox dan mengembalikan Yunani ke filsafat Yunani kuno dan cita-cita agama pagan mereka.

Salah satu cabang gerakan untuk menghidupkan kembali agama pagan kuno Yunani dipimpin oleh sebuah organisasi bernama Labrys. Organisasi ini memutuskan tetap damai dan lebih memilih untuk fokus pada upacara keagamaan pribadi dan publik daripada konfrontasi dengan gereja Orthodox.

“Inti gerakan ini adalah pemulihan identitas budaya yang hilang,” kata Angelo Nasios di Patheos Pagan. Kami ingin mengingatkan orang-orang Yunani apa diri sejati mereka. Selama berabad-abad, orang-orang Yunani telah ditaklukkan kekristenan Ortodoks yang telah melawan Hellenisme sejak awal,” jelasnya.

Untuk diketahui, 98% penduduk Yunani adalah pemeluk agama Kristen Orthodok yang cukup taat pada agamanya. Meski ditentang gereja Orthodox, namun pemerintah Yunani secara resmi mengakui Hellenisme sebagai agama pada 9 April lalu. Menurut laporan AP, sejak 1996, ratusan orang sudah berkumpul untuk beribadah di Gunung Olympus yang kemudian menjadi tradisi setiap tahun.

Meski belum ada jumlah resmi pengikut Hellenistik saat ini, menurut Panayiotis Marinis, salah satu pemimpin agama tersebut, jumlah pengikut di seluruh Yunani tahun 2004 diperkirakan mencapai 100.000-an orang dan kemungkinan semakin bertambah jumlahnya.

Apa yang menarik bagi saya mengenai sebagian orang-orang Yunani yang kembali ke agama kuno mereka adalah pada pernyataan Angelo Nasios, yakni: “Inti gerakan ini adalah pemulihan identitas budaya yang hilang”.

Saya juga mengapresiasi pemerintah Yunani dan mayoritas pemeluk Kristen Orthodok yang tidak bereaksi berlebihan, bahkan pemerintah secara resmi memberi pengakuan Hellenisme sebagai agama.

Jauh sebelum penduduk Nusantara memeluk agama yang bukan berasal dari sistem keparcayaan aslinya, bangsa Indonesia sudah mengenal sistem religi, bahkan sejumlah etnik sudah mengenal konsep Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya ada agama Pemena di Suku Karo, Parmalim di Suku Batak, Buhun (Jawa Barat), Kaharingan (Kalimantan), Tolottang (Sulawesi Selatan), Marapu (Sumba) dan lain sebagainya.

Menurut analisis sistem budaya, kehadiran agama-agama yang berasal dari luar Nusantara dapat diterima oleh masyarakat dan penguasa lokal pada saat itu karena menganggap ajaran (agama) baru itu adalah bagian kelanjutan dari sistem religi yang dipertahankan secara turun temurun.

Dalam catatan sejarah Nusantara juga tidak ditemukan terjadinya benturan kultural hingga berujung konflik berdarah pada masa-masa agama baru itu diperkenalkan. Konflik bernuansa agama yang tercatat terjadi justru setelah mayoritas penduduk Nusantara yang didominasi pemeluk agama Hindu dan Budha mulai mengalami persinggungan dengan meluasnya pengaruh agama Islam di era Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V serta berdirinya Kesultanan Islam Demak.

Pasca reformasi, mulai bermunculan keinginan para pemeluk ‘agama asli’ yang turun temurun tetap setia mempertahankan kepercayaan leluhurnya, meminta agar pemerintah bersedia menetapkannya sebagai agama yang secara resmi diakui negara. Di samping itu, pemeluk ajaran leluhur merasa adanya perlakuan diskriminatif menyangkut kepercayaan yang dianutnya.

Pemerintah Indonesia sudah menetapkan 6 agama, dari sebelumnya 5 agama yang diakui resmi oleh negara, yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Khonghucu. Mungkin benar, banyak faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah sehingga ‘agama’ saudara-saudara kita itu belum bisa secara resmi diakui negara.

Hingga kini keinginan mereka itu masih menjadi polemik dengan berbagai pertimbangan tersendiri dari pemerintah. Itu sebabnya ‘agama asli’ Indonesia itu masih ditempatkan sebagai aliran kepercayaan di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan di bawah pengawasan Kejaksaan Negeri.

Namun ada baiknya pemerintah dan masyarakat beragama di Indonesia mau melihat apa yang dilakukan pemerintah dan masyarakat Yunani dalam menyikapi sebagian warganya yang memutuskan kembali kepada ajaran agama kuno asli bangsanya.




Sebagai orang yang senang dengan dunia spiritualitas, saya pribadi pernah ‘menimba ilmu’ di salah satu aliran kepercayaan yang namanya masih terdaftar di Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (tidak saya sebut namanya). Menurut saya, tidak ada yang janggal dengan ajarannya yang menyangkut aspek kehidupan, kemanusiaan dan ketuhanan itu sendiri. Bahkan menurut saya banyak nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Misalnya dalam ajarannya disampaikan bahwa Tuhan tidak pernah menghukum manusia karena perbuatan jahatnya, tetapi perbuatan buruk yang dilakukan itulah yang akan menghukum manusia itu sendiri.

Sungguh ironi jika misalnya justru agama yang akan menghapus nilai-nilai luhur budaya bangsa karena dianggap tidak sesuai agama. Hal itulah yang mungkin telah disadari oleh pemerintah Yunani, bahwa barangkali ada nilai-nilai luhur yang mereka dapati sehingga ‘memberi ruang’ kembalinya agama asli bangsa mereka.

Sesuatu yang di Indonesia dan mungkin di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dengan pandangan fanatik rasanya akan sangat sulit di akomodir karena dianggap bertentangan dengan prinsip ajaran satu Tuhan itu sendiri.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.