Kolom Panji Asmoro Edan: Kebanyakan Makan Garam China?

Sepertinya dua hal ini menjadi topik yang masih terus dipersoalkan sebagian rakyat Indonesia. Dua hal itu kalau tidak dikaitkan dengan China, ya persoalan agama. Makanya saya heran, ketika melihat ada seseorang yang tidak puas dengan satu hal, dia lantas mengaitkan ketidakpuasan dan kekesalannya dengan hal lain.

Misalnya, dia tidak puas dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, atau dia merasa ada yang tidak sesuai menurut pandangan subjektifnya, maka ketidakpuasannya itu lantas dia tumpahkan dalam pernyataan kekesalan, “itulah akibatnya kalau kebanyakan makan garam dari China”.

Padahal, antara infrastruktur dan garam adalah dua hal yang berbeda. Apalagi sepertinya ia tidak tahu, bahwa garam yang kita konsumsi sebagian besar diimport dari Australia, bukan dari China.

Saya pernah menulis di akun Facebook saya tentang bentuk-bentuk kesalahan logika / kesalahan berpikir (logical fallacy). Kesalahan berpikir seperti itu dalam istilah logical fallacy disebut Non Sequitur, yakni loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi.




Contoh lain: “Iyem suka menggoda pria. Ia agaknya mengalami kelainan seks.”

Mungkin maksudnya ia merasa dirinya peka terhadap situasi yang tidak disadari orang lain. Sayangnya, ia membuat pernyataan tanpa landasan pemikiran terlebih dahulu, dan sayangnya lagi banyak pula orang yang merasa sependapat dengan bentuk-bentuk kekeliruan berpikir begini.

Itu sebabnya saya sangat setuju dengan gagasan revolusi mental Presiden Joko Widodo yang diantaranya merubah mindset (cara berpikir) dan cara pandang rakyat Indonesia dalam melihat situasi serta kondisi bangsa dan negaranya secara proporsional.

Hal ini tentu harus terus diupayakan secara ekstra ke semua anak bangsa.

Diantara yang membuat orang sering keliru berpikir adalah orang tidak punya literasi yang baik dan orang kurang suka membaca. Jika sebagian besar masyarakat masih sering keliru berpikir, menurut saya siapa pun yang nanti akan memimpin negara ini, rasanya susah bagi Indonesia untuk menjadi sebuah negara maju.

Seperti contoh yang saya jumpai di atas, saya khawatir, jangan-jangan orang itu sebenarnya juga tidak tahu membedakan campuran bahan makanan yang masuk ke dalam perutnya adalah garam konsumsi atau garam industri.



Bagi saya, cara yang paling mudah untuk melihat bermacam bentuk kesalahan berpikir di masyarakat adalah melalui media sosial (Medsos). Barangkali pemerintah juga bisa lebih cermat memperhatikan kekeliruan-kekeliruan berpikir seperti ini, selain melihat dan memantau pemikiran-pemikiran radikalis dan non kompromis (intoleran) di medsos.

Ada baiknya juga dilihat pemikiran Auguste Comte (filsuf Perancis dan pencetus positivisme) di abad ke-18: “Pengetahuan dan kebenaran akan mampu mendorong kemajuan di masyarakat”.

Dan itu sudah dibuktikan oleh negara-negara maju, bahkan oleh China sekalipun.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.