Kolom M.U. Ginting: Roso vs Money, Sex, and Power

Festival ini “diwarnai semangat kemerdekaan dan tampilan Budaya Karo yang sangat menarik” demikian diberitakan oleh SORA SIRULO dalam tajuk berita Sirulo TV: BERASTAGI MURAL ART FESTIVAL [Selasa 15/8].

 

Art (seni) memang erat kaitannya dengan ‘semangat’ atau feeling. Seni menunjukkan semangat yang tinggi, feeling yang hidup dan bergairah akan pentingnya kemerdekaan …. sampai sekarang!

Di sini, kemerdekaan berexpresi dengan feeling masing-masing peninjau/ penonton atas karya seni mural art Berastagi. Seniman dengan kemerdekaannya berexpresi, dan penonton dengan kmerdekaannya menterjemahkan hasil seni itu dengan konteks kehidupan dan pengalaman yang kaya dari kehidupan si penonton.  

Semangat Kemerdekaan dan Tampilan Budaya Karo, mengingatkan kepada ‘feeling’ orang introvert Karo dan semangat juangnya dalam perang kemerdekaan dengan pahlawan nasionalnya seperti Djamin Ginting, dan juga dalam perang perlawanan yang hampir seperempat abad lamanya, dilancarkan oleh Datuk Badiuzzaman Surbakti bersaudaara dan seluruh keluarganya melawan penjajahan Belanda 1872-1895.

Ketika Ketua PDIP Megawati mengunjungi pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan dengan tema ‘Senandung Ibu Pertiwi’ di Galeri Nasional [Kamis 10/8], Bu Mega mengexpresikan satu feeling tadi dalam memandang luisan-lukisan wanita di pameran itu.

Megawati disambut tarian Karo setiba di Medan belum lama ini.

“Ketika kita yang tua-tua ini diajari dari sudut kebudayaan harus punya roso,” kata Bu Mega.

“Piye rasamu,” itulah pertanyaannya kata Megawati. Jadi perasaan dalam karya seni itu, ditanggapi juga dengan perasaan, atau pengaruhnya atas perasaan yang menonton.

Bu Mega melihat dari sudut ‘kita yang tua-tua ini’ karena ‘roso’ yang tersirat dalam karya lama sudah tidak sama lagi dengan ‘roso’ yang terlukiskan dalam karya seni modern sekarang ini, terlihat dalam gambar-gambar wanita yang dipamerkan dalam pameran lukisan itu.

Dulu gambarnya sesuai dengan sosoknya, sekarang lebih cantik dari aslinya kata Mega. Apakah sudah dipengaruhi oleh budaya modern global yang mengutuamakan dan mengkedepankan money, sex, and power?

Kalau semangat juang (‘roso’) yang masih bisa terlihat atau terasa dalam mural art Berastagi itu. Itu tandanya bahwa seniman orang-orang introvert Karo itu masih kuat mempertahankan ‘roso’ asli budaya Karo dalam karya-karyanya. Ini patut dapat apresiasi dari masyarakat Karo modern, yang tetap mempertahankan dan menghargai kultur-budayanya dari serangan budaya global yang pada umumnya punya 3 dasar titik tolak dan tempat berpijaknya yaitu money, sex and power. 










One thought on “Kolom M.U. Ginting: Roso vs Money, Sex, and Power

  1. “masyarakat Karo modern, yang tetap mempertahankan dan menghargai kultur-budayanya dari serangan budaya global yang pada umumnya punya 3 dasar titik tolak dan tempat berpijaknya yaitu money, sex and power.”

    Bahwa ‘money, sex and power’ simbol atau juga titik tolak dan dasar budaya dekaden barat terutama AS, sudah kita kenal semua. Tetapi sejak tahun 1960-an, ditemukan satu alat penting lagi dalam perkembangan budaya/kultur dekaden ini yaitu narkoba atau drugs. Pada mulanya dimabukkan ialah pemusik terkenal karena banyak duitnya. Dan ini sampai sekarang tetap berjalan, dimana artis-artis yang banyak duitnya jadi sasaran utama bagi pebisnis narkoba. Dan sudah banyak yang mati muda, dunia mengetahui permainan ini.

    Dunia masih ingat kematian mengharukan artis terkenal pop legend EP umur 42, atau MJ umur 50, dan banyak artis/legend terkenal lainnya yang meninggal masih muda ketika kariernya sedang dalam fase puncak-puncaknya, dan bahkan banyak juga yang belum sampai ke puncak kariernya sudah mati duluan karena pengaruh narkoba. Bagi pebisnis narkoba, orang-orang ini adalah sumber duit yang tak terbatas. Karena itu orang-orang ini akan tetap menjadi sasaran utama dan penting bagi bisnis narkoba, akan selalu menjadi incerannya. Walaupun sudah sempat menghasilkan banyak duit bagi pebisnis narkoba itu dan matinya karena narkoba, bisnis narkoba tidak berhenti karenanya. Bisnis narkoba akan terus, sampai satu waktu tidak ada lagi pengguna, yang di Filipina Duterte sudah dimulai pakai taktik/cara ini, artinya menyingkirkan pengguna dan pemasar narkoba dari pasaran.

    Selain artis berduit itu, banyak diantara politikus/pejabat dalam satu negara juga ikut dimainkan, untuk melumpuhkan atau menguasai si pejabat. Dalam soal ini selalu berlaku permainan money (korupsi), sex and drugs. Jadi melumpuhkan penguasa dengan sex, money atau drugs. Tujuan akhir tentu melumpuhkan dan menguasai negara tertentu itu, artinya kekuasaan (power). Karena itu di Filipina Duterte, termasuk polisi atau walikota ikut ditembak mati ditempat karena drugs trafficking ini. Orang-orang ini (pejabat) memang bisa sangat membahayakan existensi sebuah negara berdaulat. Bagaimana jadinya satu negara kalau mayoritas pejabat/penguasanya sudah jadi budak narkoba, negara berdaulat sudah tidak ada, artinya yang berdaulat ialah pebisnis narkobanya. Contoh konkret ialah Mexico. Di negara itu berkuasa 6-7 buah kartel narkoba yang jadi perwakilan atau begundal deep state neolib internasional di negara Mexico. Pejabat/presiden Mexico tak punya kekuasaan apa-apa, tak punya kekuatan nasional menyatukan rakyat melawan kartel narkoba. Hanya kekuatan nasional yang bersatu dan bergotong royong dibawah pimpinan seorang nasionalis sejati yang mungkin mengalahkan kekuatan luar biasa bisnis narkoba internasional ini. Artinya hanya kekuatan nasional yang utuh dan bersatu melawan kekuatan global neolib deep state yang disini menggunakan kekuatan kartel narkoba.

    Worrel Edwards seorang penulis expressive kelahiran Jamaica tinggal di Toronto Canada bilang bahwa ‘the love of money is the root of all evil’ ditulis dalam salah satu dari 3 bukunya yang sudah diterbitkan. Betul sekali memang pernyataan ini. Kita ingat juga dalam agama tua kristen seorang bernama Judas anak buah Jesus menggelapkan uang kolektif masukkan ke pundi-pundinya sendiri. Ini hanya mengingatkan bagaimana sudah tuanya tradisi ‘duit dan kejahatan’ ini. Jadi sudah ribuan tahun. Apakah akan terus begitu ribuan tahun lagi kedepan?
    Tidak harus. Kita sudah memasuki era transparansi internet, tidak ada lagi kegelapan yang tidak bisa dibongkar. Ini yang bikin optimis.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.