Kolom Ganggas Yusmoro: PUAS, PUAS TIFATUL?

Kemarin, kami bangsa Indonesia kembali mendengar sirine detik-detik dikumandangkannya teks Proklamasi, sebuah teks yang menjadi titik awal sejarah negeri ini untuk menyongsong cita-cita para pejuang yang rela berkorban harta dan nyawa demi kemerdekaan seluruh umat manusia di Bumi Pertiwi ini.

Namun, hari ini kami sebagai Rakyat masih teraniaya dan merasa dilecehkan oleh seorang Tifatul dengan doanya menghina lambang negeri ini. Pemimpin negeri ini. Seorang presiden yang kami hormati dan kami cintai.

Seharusnya, jujur membahas soal doa Tifatul sangat tidak pada tempatnya. Seharusnya kami berbicara soal tarik tambang. Lomba makan kerupuk. Ikut teriak-teriak di lomba panjat pinang, dan meresapi serta memaknai arti kemerdekaan.

Tapi, hati kami masih teriris, sdr Tifatul. Engkau yang mustinya memberi keteladanan, engkau yang mestinya “Ing ngarso Sun Tulodo” kepada kami, kepada rakyat jelata, telah menggoreskan luka yang teramat menyakitkan bahwa DOA DI ACARA KENEGARAAN telah engkau perciki dengan noda. Tuhan seakan engkau ajak berdoa politik sesuai dengan seleramu.

Jelas, sebuah acara kenegaraan adalah milik kami. Kami sebagai bangsa Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku , berbagai ras dan agama, yang membentang dari Sabang hingga Papua, yang membujur dari Pulau Miangas hingga pulau Rote. Jiwa-jiwa kami juga berada di setiap ucapan dan kalimat yang keluar dari mulut presiden kami. Nafas-nafas kami juga berada di antara setiap langkah dan detak jantung presiden kami.

Kami hari ini masih tetap akan berteriak lantang “MERDEKA”. Kami hari ini akan tetap memberi hormat Sang Saka Merah Putih dengan luapan getaran dari lagu Indonesia Raya. Namun, tahukah Tifatul, bahwa HUT kemerdekaan tahun ini hati kami terluka? Teriris. Tersayat-sayat oleh celoteh dari mulutmu yang bagi kami itu bukan doa. Sekali lagi, bagi kami itu bukan doa. Tapi celoteh dari ungkapan cibiran. Celoteh yang sengaja ingin membuat malu presiden kami.

Ingat, ya, Tifatul, meski partai anda berslogan partai dakwah, namun kami yang juga muslim sangat tidak respek. Sangat tidak menghargai. Dan sangat membenci cara-cara partai kalian dalam doa politik kemarin.

Atau, jangan-jangan engkau puas telah menghina presiden kami, Tifatul? Begitu?

FOTO HEADER: Menkumham (Yasonna Laoly) (paling kiri) berpakaian Nias didampingi oleh istrinya yang dari Suku Karo (Elisye Widya br Ketaren) dengan berpakaian khas Suku Karo serta Pradha Sony dan Arif Budimanta Sebayang yang keduanya adalah juga dari Suku Karo dan masing-masing dengan pakaian khas Suku Karo.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.