Kolom Asaaro Lahagu: Garis Tangan Jokowi, Bertarung di 3 Medan Perang Sekaligus

Wantimpres Sidarto Danosubroto menghentak nalar saya. Saat mendengar wejangannya bersama penulis Seword dan Seknas Jokowi di Hotel Aston 15 Agustus lalu, Darto, panggilan Sidarto Danosubroto, menuturkan bahwa anda tidak salah menulis tentang Jokowi. Dialah hadiah terhebat bagi rakyat Indonesia. Kami, Wantimpres, yang berjumlah sembilan orang itu, kagum benar-benar dan sangat bangga pada kinerja seorang Jokowi.

“Ia sudah ditakdirkan lewat garis tangannya untuk memimpin negeri ini. Ia sanggup berperang pada 3 medan perang sekaligus. Ia menghancurkan halangan infrastruktur buruk, menabrak mafia dengan gagah berani dan berperang langsung melawan kaum radikalis. Jika bukan karena garis tangannya, Jokowi sudah lama tumbang,” tutur Danosubroto, mantan Ketua MPR itu dengan suara meyakinkan.

Selama 3 tahun Jokowi menjadi Presiden, Jokowi membangun infrastruktur masif di pelosok negeri. Kisah pembangunan di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera sudah banyak diberitakan oleh media. Cintanya pada Papua membuatnya sudah 7 kali mengunjungi daerah itu. Ia membangun dari pinggiran dan memulainya dari Papua. Putera Papua, Komisaris Besar Jhonny Edison Isir, untuk pertama kalinya dia angkat menjadi Ajudan Presiden.




Lalu, mengapa pembangunan infrastruktur merupakan medan perang Jokowi? Tidak sulit untuk mencari jawaban pertanyaan itu. Selama 3 tahun, nilai proyek infrastruktur Jokowi yang sudah berjalan, sudah hampir mencapai Rp. 2.000 Triliun. Jika ia tidak mengawasinya siang dan malam, maka proyek-proyek itu akan bernasib tragis seperti Hambalang. Proyek-proyek yang anggarannya juga sebagian dari utang, akan mangkrak karena dikorupsi. Artinya Jokowi berperang sengit  di infrastrukturnya agar selesai tepat waktu dan bebas dari incaran para koruptor.

Demi pengawasan dan mencari solusi yang mendetail, Menteri Perhubungan (Budi Karya) yang turut hadir bersama Danosubroto menuturkan ada 7 kali rapat menteri dalam seminggu di era Jokowi. Di era SBY, rapat semacam itu hanya diadakan sekali dalam 2 minggu. Jokowi ingin mengetahui secara mendetail apapun tentang proyek infrastruktur dan solusi permasalahan bangsa. Dan itu semua dibicarakan dalam rapat.

Medan perang kedua Jokowi adalah menghancurkan para mafia yang tersebar di segala lini. Ada mafia migas di petral, mafia pangan di gula, garam, beras, cabe hingga daging sapi. Ada mafia ikan di laut bersama mafia kapal, mafia bola, mafia pupuk, mafia Freeport, mafia media. Jokowi berani melawan semua mafia-mafia itu dan sekarang mereka banyak yang tiarap. Tentu saja para mafia itu memberikan perlawanan sangat seru. Dan, di sinilah Jokowi berperang dengan gagah berani. Jika bukan karena garis tangannya, Jokowi sudah lama tumbang di tangan mafia.

Lalu, ada medan perang ke tiga melawan kaum radikalis. Mereka-mereka ini didukung oleh oknum-oknum lawan politik Jokowi. Kaum intoleran sekaligus kaum radikalis ini bercita-cita mendirikan khilafah. Mereka sudah terang-terangan mempromosikan cita-cita negara khilafah secara terbuka. Mereka tinggal menunggu waktu untuk mengambil-alih kekuasan dari pemerintahan yang sah. Namun gerak cepat Jokowi mengeluarkan Perppu menjadi senjata andalan untuk menggebuk kaum radikalis itu. Tentu, jika bukan karena garis tangannya, Jokowi sudah lama tumbang di tangan kaum radikalis.

Dengan takdir di garis tangannya, Jokowi terus menghentak banyak pihak. Ada banyak pihak yang sebelumnya nyinyir, bermusuhan, kini berbalik mendukung Jokowi. Kekonsistenan Jokowi untuk berperang terus di 3 medan pertempuran ditambah komunikasi hebat plus kesabarannya, membuat nyali lawan-lawannya ciut. Lihatlah Hary Tanoe, Fahri Hamzah, dan terakhir SBY datang bersalaman dengan Megawati pada perayaan HUT Proklmasi RI ke-72. Itu semua berkat kepiawaian komunikasi Jokowi.

Berkat strategi jitu Jokowi di bidang pembangunan infrastruktur, kaum pemberontak Papua kini satu per satu menyerah. Mereka menyerah bukan karena kalah dalam perang tetapi luluh karena sentuhan Jokowi. Pembangunan spektakuler Jokowi di Papua, membuat mata mereka terbuka. Sang pemimpin hebat telah hadir di tengah-tengah mereka. Fajar  di Timur merekah, momen emas mereka untuk bangkit telah tiba.

Tepat di Hari Kemerdekaan 17-8-2017, 77 orang mantan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin oleh Kris Nussy Sineri bersama 300 simpatisan di Kabupaten Yapen, turun gunung. Dengan kebulatan tekad yang tinggi, sambil menyerahkan senjata, mereka menyatakan kembali ke NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Inilah tahap ke tiga penyerahan senjata yang dilakukan OPM dimana sebelumnya pernah terjadi di sebuah pegunungan pada bulan Maret dan di Puncak Jaya pada Juli lalu.

Lewat garis tangannya, Jokowi akan terus bertarung di 3 medan pertempuran dengan gagah berani. Pertarungannya menjelang Pilpres 2019 dipastikan akan semakin sengit. Jokowi akan terus mengobarkan semangat pertempuran demi kemajuan negerinya yang bernama Indonesia. Itulah sebabnya Tifatul Sembiring dari PKS, mendoakan Jokowi agar menjadi gemuk. Karena kalau Jokowi gemuk, maka kelincahannya untuk bertarung di 3 medan perang sekaligus, akan hilang. Begitulah kura-kura.

VIDEO: Sebuah tarian Papua diiringi live traditional music







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.