Kolom Eko Kuntadhi: MASIH BANYAK TUMBILA DI SEKELILING KITA

Saya pernah menjumpai akun FB, fotonya dua anak muda kakak beradik yang wajahnya jelas keturunan Tionghoa. Di status tersebut dia secara kasar menghina Kanjeng Nabi Muhammad. Orang-orang marah dan mencaci maki dua kakak-beradik ini.

Bahkan teriak mau membunuhnya.

Untung yang punya foto tahu. Dia mengklarifikasi bahwa itu sama sekali bukan akunnya. Foto itu diambil dari akun aslinya lalu dibuatkan akun palsu untuk menyebarkan kebencian.

Selain itu, saya banyak juga menjumpai akun lain, dengan nama khas Batak sehingga teraosiasi pemeluk nasrani, misalnya, yang terang-terangkan menghina Alquran. Menyandingkan dengan Babi. Atau menghina simbol-simbol Islam lainnya.

Umat Islam yang membaca status pada akun itu pasti mendidih darahnya.

Saya juga pernah melihat akun lain lagi, nama pemiliknya kerab-araban. Akun ini menghinakan Jesus Kristus dengan bahasa yang sangat fulgar dan kasar. Pemeluk Nasrani pasti tersinggung membacanya.

Sejak awal menjumpai akun-akun ini, saya curiga ada skenario besar yang sedang bekerja di belakangnya. Akun-akun seperti ini diproduksi untuk memancing emosi dan perpecahan antar umat beragama. Dari sanalah mereka memetik keuntungan.

Benar saja. Polisi kemarin menangkap gerombolan tumbila yang menamakan dirinya Saracen. Dalam penelusurannya polisi menemukan ada 2000 akun yang sengaja dibuat untuk menghina simbol-simbol Islam. Sementara ada 2000 akun lainnya yang juga dibuat untuk menistakan simbol-simbol nasrani.

Apa tujuannya? Agar masyarakat saling serang. Saling hujat. Mungkin puncaknya bisa saling membunuh.

Selain itu ada 800 ribu akun yang terafiliasi untuk menyebarkan proyek kebencian ke mana-mana, agar sebuah isu atau meme yang mereka buat bisa menjadi viral. Nama-nama seperti Eggi Sujana dan Mayjend Purnawirawan Ampi Tanudjaya disebut duduk sebagai dewan penasehat para tumbila ini.

Ada motif ekonomi di baliknya. Polisi mengatakan untuk mendapatkan jasa penyebar kebencian ini mereka mematok tarif sampai puluhan juta rupiah.

“Pesanan yang terbanyak ketika kasus Ahok pada Pilkada Jakarta,” ujar Kasubdit I Dittipid Siber Bareskrim Kombespol Irwan Anwar.

Menurut info, sebagian besar pemesannya adalah para politisi.

Bukan hanya mengobarkan kebencian antar umat beragama. Mereka juga memproduksi ribuan meme dan isu yang memojokkan pemerintah, khususnya Presiden Jokowi. 800 ribu akun lain aktif menyebarkannya, membuat sebuah fitnah jadi viral.

Sejak kapan mereka beroperasi?

“Kami dibentuk pada 2014 setelah pertemuan pendukung salah satu Capres,” ujar salah satu dari mereka.

Saya gak perlu sebutkan Capres yang mereka maksud. Tebak sendirilah, nanti akan dapat hadiah seekor kuda.

Sebelum para tumbila ini punya ide mengerikan seperti itu, sebetulnya saat Pilpres sudah ada proyek serupa. Produknya adalah tabloid Obor Rakyat yang isinya sumpah serapah dan fitnah terhadap Jokowi. Tabloid ini diproduksi masif, disebarkan ke pelosok-pelosok Indonesia. Polisi sempat menggulung komplotan ini. Sayang, otak pelakunya yang dikenal dekat dengan mantan orang berkuasa tidak ada kelanjutan kasusnya.

Menurut polisi selain komplotan Saracen masih banyak koomplotan sejenis yang bergerilya di dunia maya. Mereka adalah cacing kremi yang keranjingan fitnah dan mendapat manfaat dari fitnah yang mereka produksi.

Presiden Jokowi sendiri mengungkapkan kengeriannya.

“Jika sudah ada motif ekonomi dan politik, sungguh mengerikan. Mereka bekerja untuk menghancurkan Indonesia. Kata polisi, Saracen bukan satu-satunya. Masih banyak kelompok sejenis,” ujar Presiden di hadapan para Netizen dalam acara makan siang bersama di Istana Negara.

Tumbila-tumbila ini beraksi dengan memanfaatkan emosi dan kebodohan umat beragama. Salah satu proyek suksesnya adalah Pilkada Jakarta. Kebencian diproduksi, dijejalkan kepada rakyat yang dunggu. Dasar memang bodoh, sebagian rakyat kita malah mersorak-sorai dengan isu tersebut. Sebagian malah ada yang mau jihad segala.

Kalau kita lihat polanya memang sama. Di atas ada politisi memelintir isu sedemikian rupa. Di dunia maya pelintiran itu dimainkan agar jadi viral dan rakyat yang malas berfikir terkecoh. Lihat saja soal itu hutang negara. Ada politisi yang memelintirnya lalu diviralkan di media sosial. Penelusuran mejalah Tempo menjelaskan ada indikasi soal isu utang ini sengaja dimainkan oleh para politisi dari seberang comberan.

Akibatnya orang-orang yang proses evolusinya belum selesai memamah biak isu-isu seperti ini lalu dijadikan santapan untuk membenci pemerintah. Apalagi dibumbui dengan isu-isu agama dan fitnah lain. Tambah jadilah mereka.

Padahal soal utang negara, tidak seperti yang mereka gembar-gemborkan.

“Pada 2014 utang kita sudah Rp 2.600 triliun lebih. Bunganya saja sekitar Rp 230 triliun. Jadi kalaupun tidak menambah pokok utang, otomatis selama 3 tahun utang kita bertambah sekitar Rp 700 triliun,” ujar Presiden Jokowi.

Mengapa proyek pembodohan masal dan produksi fitnah yang sangat mengerikan ini terjadi? Sebab para tumbila itu paham sebagian umat Islam memang gampang dibodohi. Rakyat yang malas berfikir mudah diadu domba.




Betapa mirisnya kita menyaksikan ekploitas kepolosan umat Islam saat ini. Oleh sebuah travel mereka ditipu sampai triliunan. Oleh politisi mereka dijadikan sasaran penyebaran fitnah. Oleh banyak ustad-ustadzah kacrut mereka dicekoki ujaran kebencian.

Para tumbila mengisap darah mereka, seperti vampir menghisap korbannya. Tinggalah masyarakat yang tenggelam dalam perpecahan bahkan mungkin saling angkat senjata seperti di Poso atau Ambon.

Sungguh, jika darah sudah tertumpah atas dasar fitnah, para tumbila itu akan menari menikmati keuntungan yang akan semakin membesar. Mereka tidak peduli pada masa depan anak-anakmu. Yang mereka fikirkan hanya perut dan zakarnya sendiri.

Masih banyak tumbila di sekeliling kita.

Yuk, kita semprot!






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.