Kolom Ganggas Yusmoro: ANTARA PERADABAN DAN AGAMA

Belakangan ini, kita semua dibuat terkejut-kejut dengan berita “mengerikan” tentang tingkah polah orang-orang yang selama ini berpenampilan gamis, suka menyitir ayat-ayat. Hingga banyak orang menilai orang-orang tersebut adalah manusia mulia. Manusia suci. Manusia yang menjadi panutan banyak orang.

Mulai dari Patrialis, bos First Travel, Ibu Neno Warisman, dan yang terakhir soal spanduk besar yang mempertanyakan keaslian sebuah kitab dari agama tertentu.

Jelas, menipu, menyakiti perasaan orang lain, menilai sebuah kebenaran dari Alkitab dengan sudut pandang berbeda dan membandingkan dengan agama tertentu adalah sesuatu hal yang sungguh tidak patut.

Esensinya adalah, jika tidak mau ditipu, kenapa musti tega menipu? Jika tidak mau disakiti, kenapa harus menyakiti? Jika tidak mau agamanya dibanding-bandingkan, kenapa musti membandingkan?




Konon, peradaban adalah nilai-nilai luhur dari kemanusiaan. Peradaban adalah memanusiakan manusia pada harkat tertinggi. Peradaban membentuk keluhuran budi dari suatu golongan atau bangsa.

Itu terbukti. Bangsa-bangsa yang mempunyai peradaban tinggi adalah bangsa besar. Bangsa yang berhasil membawa peradaban untuk mensejahterakan dan membuat bangsa itu berdiri kokoh dan lebih relatif damai dan tenteram. Seperti misal Jepang, Korsel, China dan beberapa negara Eropa.

Bangsa ini apakah juga bangsa yang mempunyai peradaban?

Sejujurnya, harus diakui bahwa leluhur bangsa ini adalah bangsa dengan peradaban luar biasa. Itu terbukti dengan adanya peninggalan sejarah berupa candi yang mempunyai nilai seni dahsyat. Mulai Candi Borobudur, Candi Prambanan hingga yang masih bertahan dengan peradaban hebat adalah Bali.

Jika agama mestinya membuat manusia lebih beradab, kenapa karena agama seringkali saling menghujat, saling mencemooh, bahkan di beberapa negara Timur Tengah berperang yang tidak berkesudahan?




Jika faktanya banyak tokoh mengaku lebih beragama, sok paling benar, sok suka merasa paling suci ternyata terbukti manusia-manusia culas dan tidak beradab, jangan salahkan jika banyak orang sekarang semakin tidak percaya dan mencibir pada orang orang yang suka ceramah ngalor ngidul apalagi di acara religius pada tayangan televisi.

Kenapa?

“Sejatinya mereka adalah orang-orang yang cari makan dan hidup mewah dengan menjual ayat-ayat,” itu kesimpulan dari seorang temen ketika diskusi soal ini.

Apakah itu beradab?





Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.