Kolom Joni H. Tarigan: BANGGA WALAU GAJI TIDAK NAIK (Rindu Kembali ke Surabaya)

Ahirnya, saya bisa kembali ke kota ini. Oktober 2016 pengalaman pertama saya tinggal di Surabaya selama 2 minggu. Saya tinggal di kota ini, untuk keduakalinya, selama 8 hari  pada Agustus 2017. Senang bisa kembali ke kota ini, kota yang sangat menyenangkan.

Kebahagiaan saya adalah ketika semua orang berbahasa Jawa. Pengusaha, pedangang pinggiran jalan, etnis Batak, etnis Karo, etnis Tionghoa, etnis Sunda, semua orang berbahasa Jawa. Kota ini bersahabat bagi semua orang, terlihat dari bahasa Jawa yang digunakan semua orang yang menetap di Surabaya.

Kunjungan kedua ini tidak beda jauh dengan kunjungan Oktober 2016 lalu. Saya kembali mengikuti pelatihan dan sertifikasi dalam bidang pengujian tanpa merusak yang digunakan dalam industri yang berkaitan dengan pemrosesan fluida. Menjelang akhir pelatihan dan sertifikfasi ini, saya berusaha mencari teman-teman yang pernah saya tahu tinggal di Surabaya.




Akhirnya saya menemukan seorang teman yang pertama kali bertemu pada tahun 2007 di Vlissingen, Belanda. Beliau ini satu dari banyak anggota kesatuan TNI Angkatan Laut yang dulu mengikuti pendidikan pengoperasian kapal perang kelas Corvette, di Damen Schelde, perusahaan pembuat kapal perang ini. Sampai saat ini teman, yang sudah tidak bertemu sejah 10 tahun lalu, masih merupakan bagian dari KRI Sultan Iskandar Muda, yang dulu dibuat di Belanda.

Kami sama-sama sangat bergembira dengan pertemuan ini. Seperti saudara yang sudah lama tak berjumpa. Nostalgia pun kami teruskan dengan bercerita sambil menikmati hidangan malam di sebuah restoran lesehan. Banyak cerita yang kami ulangi lagi, yang sesekali mengundang tawa. Akhirnya, saya sedikit agak serius bertanya kepada bapak satu anak ini.

“Mas, selama pemerintahan Jokowi-JK ini, bagaimana kesejahteraan prajurit?” tanyaku.

Bapak ini pun kemudian mulai bercerita dengan serius dan semangat.

“Tiga tahun gaji tidak naik-naik, Jon,” begitulah jawabannya.

Saya sedikit agak termenung mendengarnya. Saya berharap ia akan menjawab, bahwa kesejateraan mereka semakin baik selama kepemimpinan Jokowi-JK.

Saya pun tiba-tiba terbangun dari lamunan karena menengar cerita teman ini kemudian.

“Gaji tiga tahun tidak naik tidak apa-apa, Jon. Tapi saya bangga, saya senang, saya gembira, bagaimana saudara-sudari kita yang terpencil diperhatikan. Saya kira sangat hebat, bagaimana Trans-Papua dibangun. Saya merasakan bagaimana dinas di Papua pada tahun 1980an. Bahkan saat pengantin baru saya, saya berada di Irian Jaya. Harga BBM bisa dibuat murah, harga semen juga sama. Saudara-sudara kita diperbatasan juga diperhatikan. SAYA BANGGA GAJI SAYA TIDAK NAIK, TETAPI SAUDARA KITA YANG SELAMA INI TERLANTAR DIBANGUN OLEH PEMERINTAHAN JOKOWI-JK. Politik saat ini sangat jahat, pemerintah yang berjuang keras dituduh yang jelek-jelek. Utang nambah sedikit, tetapi dituduh sampai ngutang 3000an triliun. Padahal pembangunan sedang dilakukan, dan jelas semua daerah dibangun,” cerita bapak yang berbadan kekar ini.

Banyak cerita lain yang kami bagikan, tetapi inilah yang sangat berkesan bagi saya. Seorang prajurit yang memulai ketentaraannya dari tingkat yang paling bawah, memiliki otot yang keras, dan pandangan mata yang tajam, akan tetapi hatinya sangat mulia merindukan pembangunan yang adil dan merata di seluruh NKRI.

Saya salut dan hormat dengan bapak ini, dan saya merindukan bertemu kembali.













Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.