Kolom Eko Kuntadhi: MENGGORENG ROHINGYA SEPERTI AL-MAIDAH 51

Ketika saya membaca twit Fadli Zon dan Fahri Hamzah mengenai Rohingya, saya berfikir, ke mana bola akan mereka sorongkan? Sudah pasti mereka menembak kepada pemerintahan Presiden Jokowi.

Saya juga membaca twit Tifatul Sembiring yang bahkan menampilkan gambar hoax mengenai Rohingya. Tentu saja targetnya untuk membakar. Hal itu sangat memalukan dilakukan oleh mantan Mentri Kominfo.




Di Jawa Tengah, kabarnya FPI sedang bersiap-siap melakukan demonstrasi di Candi Borobudur sebagai protes atas tragedi Rohingya. Meski secara logis tidak ada hubungannya antara kejadian di Rakhine dengan Candi Borobudur, tapi justru dibetot-betot biar ada hubungannya. Targetnya apalagi kalau bukan membakar kebencian antar umat beragama di Indonesia.

Apakah semuanya berdiri sendiri? Saya melihatnya tidak begitu. Ada semacam orkestra besar yang sedang dimainkan atas nama tragedi Rohingya. Judul orkestranya: Jokowi Tidak Membela Umat Islam!

Lalu, suara-suara itu disambut dan dihangatkan oleh banyak orang. Penyambutnya adalah mereka yang selama ini membenci pemerintahan Jokowi. Suara mereka senada: Menyalahkan pemerintah atas tragedi Rohingya. Ya, pemerintah Indonesia jadi sasaran kesalahan atas tragedi yang terjadi di Myanmar! Hebat, kan?

Iya, sebagai rakyat kita meminta pemerintah aktif melaksanakan amanat UUD untuk menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Peran itu sudah disadari Jokowi dengan melakukan diplomasi aktif untuk membantu menyelesaikan kasus kemanusiaan di Rohingya.

Indonesia sudah melakukan peran yang signifikan dalam penyelesaian kasus Rohingya yang memang tidak sederhana. Mentri Luar Negeri sudah bertolak ke Myanmar. Setelah itu dia ke Bangladesh untuk membantu mencari penyelesaian kasus kemanusiaan ini. Bangladesh adalah negara yang berbatasan dengan Myanmar dan Suku Rohingya berdarah Benggali.

Boleh dibilang, dari semua negara ASEAN hanya Indonesia yang melakukan peran aktif ikut menyelesaikan kasus ini. Bantuan diberikan untuk warga Rohingya. Sekolah dan Rumah Sakit didirikan. Pengungsi ditampung.

Berbeda dengan Malaysia, jangankan bantuan, menampung pengungsi Rohingya saja mereka gak mau. Atau Bangladesh yang malah menawari pemerintah Myanmar untuk menghabisi ARSA, kelompok militer yang berafiliasi dengan ISIS dan Taliban yang juga bercokol di Rohingya. Kelakuan para jihadis ARSA inilah yang sering mengacau yang kemudian membuat konflik Rohingya makin mengarah kepada konflik berdimensi agama.

Siapa korbannya? Yang paling menderita umat muslim Rohingya yang tidak punya kekuatan apa-apa. Mereka terjepit diantara dua kebringasan: Keberingasan ARSA (Taliban) dan kebiadaban Militer Myanmar. Mereka juga terjepit kepentingan ekonomi di atas lahan yang kaya sumber daya alam.

Apakah Fadli, Farhri dan Tifatul tahu bahwa dari sisi diplomatik pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah luar biasa untuk menyelesaikan kasus Rohingya? Tahu.

Apakah mereka tahu, justru dari seluruh negara ASEAN bahkan dunia, Indonesia adalah negara yang paling lelah mencari jalan keluar tragedi kemanusiaan di Rohigya? Ya, mereka sangat tahu.

Apakah mereka tidak tahu, pemerintah harus bekerja diam-diam bersama NGO agar bisa memasukan bantuan kemanusiaan di Myanmar? Sebab jika diplomasi Indonesia malah mempermalukan pemerintahan Myanmar mereka akan menutup akses bantuan kemanusiaan dari Indonesia. Padahal saat ini hanya Indonesia yang bisa masuk untuk melakukan aksi kemanusiaan di Rohingya.




Fadli, Fahri dan Tifatul pasti tahu itu. Tahu bahwa Jokowi sudah bekerja maksimal untuk membantu rakyat Rohingya. Tahu bahwa menteri LN Indonesia memainkan peran diplomasi sangat penting di sana. Mereka tahu, pemerintahan Jokowi memiliki konsen yang sangat besar pada peristiwa Rohingya. Tentu saja dengan tata cara diplomasi dan pergaulan antar negara di dunia. Bukan dengan cara FPI yang main seruduk.

Apakah mereka tahu memang begitulah seharusnya peran Indonesia ketika berusaha mencampuri urusan dalam negeri negara lain? Ya, mereka tahu.

Apakah mereka tahu, bahwa cara paling efektif membantu rakyat Rohingya adalah dengan mendukung pemerintah Indonesia untuk terus memainkan perannya di kawasan? Bahwa selama ini posisi Indonesia dalam kasus Rohingya memang cukup efektif dari sisi diplomasi? Iya, jelas mereka sangat tahu.

Tapi kenapa mereka malah menyudutkan pemerintah Jokowi?

Sebetulnya target mereka bukan soal penyelesaian kasus Rohingya. Mereka bukan hendak benar-benar membantu rakyat Rohingya. Karena kebetulan isu Rohingya bisa digoreng untuk kepentingan politik maka di sanalah mereka berdiri. Menyanyikan lagu kebencian. Tujuannya hanya untuk membangun isu bahwa Jokowi anti Islam. Singkatnya isu Rohingya cuma dijadikan batu pijakan untuk 2019.

Sukur-sukur rakyat ikut termakan dengan orkestra yang mereka bangun. Sukur-sukur kebencian pada umat Budha di Indonesia jadi memuncak dengan demonstrasi di Borobudur. Sukur-sukur rakyat semakin percaya Jokowi anti Islam.

Hanya dengan itulah mereka berharap bisa memenangkan pertarungan nanti.

Mereka sudah membuktikan betapa ampuhnya strategi kebencian ini pada kasus Pilkada Jakarta. Mungkin isu Rohingya ingin dijadikan seperti Al Maidah 51. Bukankah kita semua sudah pernah menyaksikannya kedasyatan akibatnya?






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.