Kolom Andi Safiah: INDONESIA, BELAJARLAH DARI BANGSA BALI

Sebagai bangsa, kita punya problem serious soal “toleransi”, mahkluk satu ini memang sedikit “licin” jika tidak menggunakan pendekatan terbuka.

Apa yang saya maksud dengan pendekatan terbuka (?), dia tidak lain adalah “pengertian” dalam konteks ini. Pengertian yang dimaksud adalah memahami akar tradisi yang muncul secara alamiah, bukan sekedar rekayasa manusia.




Mengapa Bali? Pertama, masyarakat Bali punya sejarah yang cukup panjang jika bicara toleransi. Di dalam masyarakat Bali, “berbeda” adalah sebuah keniscayaan alamiah. Mereka bahkan tidak tertarik untuk mempertentangkan perbedaan.

Contoh pemahaman masyarakat Bali akan perbedaan bisa dilihat langsung dalam keseharian. Mereka tidak tertarik mengganggu siapapun yang secara terbuka “berbeda” dari segala penjuru, mulai dari perbedaan orientasi sexual, hingga perbedaan agama dan kebangsaan.

Masyarakat Bali sudah terbiasa dengan semua itu. Bukan hanya karena Bali adalah tujuan wisatawan international, tapi lebih dari itu karakter masyarakat Bali dibentuk oleh alam secara alamiah.

Makanya saya tidak heran dengan insiden “penghotbah injil” yang kebetulan nyasar di Bali. Beruntung dia nyasar di Bali, saya tidak bisa membayangkan jika dia nyasar di Arab, bisa langsung dikirim via jalur express ke sorga.

Jadi, inilah Bali, sebuah entitas masyarakat yang masih bertahan dengan tradisinya di tengah gempuran tradisi dari seluruh penjuru dunia.

Bagi pemahaman subjektif saya, Bali adalah bangsa traditional yang berpikir melampui modernitas yang dicap sebagai way of life, tapi bagi bangsa Bali, way of life is to do good and let’ the karma working in their own ways.

Indonesia, belajarlah dari bangsa Bali.

#Itusaja!








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.