Kolom Eko Kuntadhi: MELARANG ORGANISASI TERLARANG

Karena bosan bicara soal PKI, teman saya akhirnya memutuskan bicara soal PKS. Bagi teman saya, keduanya sama saja. Sama-sama partai politik. Ideologinya juga sama-sama impor dari luar.

Kalau PKI mengimpor ideologi dari Uni Sovyet ala Stalin dan dari China ala Ketua Mao. Sementara PKS mengimpor nafas gerakan dari Mesir, berasal dari Ikhwanul Muslimin.

PKI dan komunisme memang dilarang di Indonesia. Dengan ditetapkannya pada TAP MPR No.25/1966. Organisasi dan ajaran ini dianggap terlarang karena membahayakan bangsa, tidak sesui dengan ideologi Pancasila dan sebagainya. Kita sih, ok-oc aja. Dari hasil pelarangan itu dan perkembangan dunia saat ini, PKI toh akhirnya sudah ‘innalillahi’ dan ideologi komunis ambruk.

Nah, sama seperti Indonesia yang melarang PKI. Di banyak negara mereka juga menjadikan Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai organisasi terlarang. Saudi Arabia, misalnya, yang selalu menjadi rujukan umat Islam Indonesia, mereka menetapkan IM sebagai organisasi teroris. Di negara asalnya, Mesir, nasib IM juga sama. Dicap sebagai organisasi teror.




Selain kedua negara itu, Bahrain dan Uni Emirat Arab juga menggolongkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi terlarang. Nasib IM sama seperti nasib PKI di Indonesia. Sebagai organisasi mereka tidak diharapkan nongol di negara ‘Islam’ itu.

Bedanya, pada jaman Orde Baru Indonesia sempat membuat film G-3-S/PKI, Saudi dan Mesir setahu saya tidak sempat membuat film propaganda pelarangan IM seperti kita. Mungkin karena Presiden Mesir saat ini, Jenderal Abdel Fatal el-sisi adalah bekas Panglima Militer, jadi dia tidak merasa penting jadi guru sejarah yang mewajibkan rakyatnya menggelar nonton bareng film tersebut. Wong, sudah jadi Presiden.

Mungkin saja, el-Sisi hanya mau bersikap jadi seorang Presiden, tanpa berkeinginan mengambil peran guru sejarah yang mendorong-dorong rakyat belajar sejarah. Toh, IM juga baru beberapa tahun di larang di Mesir. Gejolaknya masih terasa sampai sekarang.

Bagaimana dengan Saudi yang juga melarang IM dan memasukkannya sebagai organisasi teroris? Tentu saja, seperti biasanya, setiap kebijakan Saudi didukung oleh ulama-ulama di sana. Artinya, pelarangan IM, dalam kacamata ulama Saudi, otomatis sudah sesuai dengan tafsir mereka terhadap syariat Islam.

Lalu, dengan sikap Mesir dan Saudi yang melarang IM, siapakah yang berani mengatakan bahwa mereka sedang memberangus gerakan keislaman? Tanya saja sama mereka yang hobby memprotes Perppu yang melarang gerakan radikal di Indonesia.

Konten Perppu itu, mestinya tidak dibaca sebagai pelarangan terhadap HTI semata. Konten itu melarang setiap organisasi yang bertentangan dengan Pancasila. Mau HTI, kek, Mau IM, kek, mau PKI, kek. Ya, sewajarnya kalau bertentangan dengan dasar negara kita, kudu dilarang.

Atau setidaknya diwaspadai. Sebab, kekhawatiran kita dengan isu bangkitnya PKI, bukankah didasari pada ketakutan kita bahwa mereka berpotensi mengubah dasar negara yang sudah ajeg ini?




Kalau misalnya HTI dan titisan IM juga mau mengubah dasar negara ini, mestinya nasibnya sama dengan PKI. Wajib dilarang. Kalau mau contoh bahwa melarang IM dan HTI tidak sama dengan memusuhi umat Islam, kita contoh saja Saudi. Toh, mereka yang protes soal Perppu juga kebanyakan memuja Saudi Arabia.

Anehnya, mereka gila-gilaan berteriak soal pencabutan Perppu yang memakan korban HTI. Tapi mereka sekaligus mencaci PKI. Padahal Perppu itu isinya melarang semua organisasi yang haluannya tidak sesuai dengan Pancasila: PKI, HTI, atau gerakan transnasional lain, bisa termasuk di dalamnya.

“Jadi, mas, dengan protes keluarnya Perppu, mereka sebetulnya membuat jalan organisasi berideologi komunis bangkit lagi?” tanya Bambang Kusnadi.

“Ya, gak tahu, Mbang.”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.