Kolom Eko Kuntadhi: JANGAN DIAM LAGI

Yang paling menyebalkan dari orang yang membela pembawa gergaji dan kapak saat membubarkan sekolah minggu anak-anak Rusun Pulogebang adalah alasan rumah tidak boleh jadi tempat ibadah.

UU memang mengatur pendirian rumah ibadah. Maksud pendirian rumah ibadah itu adalah pendirian masjid, vihara, gereja, klenteng. Bukan berarti rumah tidak boleh jadi tempat ibadah.

Kalau mau bikin pengajian di rumah, ya silakan. Kalau mau bikin tarawih di rumah, ya, silakan. Mestinya kalau ada yang menyelenggarakan sekolah minggu yang mengajarkan anak-anak dekat dengan Tuhan, juga silakan.




Bahkan kadang-kadang ada pengajian menutup jalan umum, orang juga maklum. Padahal itu mengambil hak orang lain. Tapi, oke-lah. Toh, kita bangsa yang beragama.

Jadi petantang-petenteng bawa gergaji dan kapak menakut-nakuti anak kecil yang sedang bersekolah Minggu, itu kelakuan paling ngehe.

Ini bukan sekali dua kali. Kelakuan seperti ini sering terjadi. Ketika ada orang merasa terganggu dengan ibadah orang lain, lalu merasa berhak membubarkannya. Polisi, masyarakat dan warga sekitar harusnya tidak tinggal diam jika melihat orang-orang sejenis begini.

Sebab jika hal ini dibiarkan terus menerus terjadi, mereka akan semakin merajalela merusak kebersamaan kita sebagai bangsa. Membubarkan ibadah sebuah agama apalagi dengan cara mengancam, berarti dia sedang berusaha membubarkan Indonesia.

Kata Ketua Umum Ansor, Gus Yaqut, tidak ada Indonesia jika tidak ada Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu. Bahkan tidak ada Indonesia jika tidak ada Sunda Wiwitan, Kejawen, Samin, Buhun atau Parmalim. Keberadaan semua itulah yang membuat Indonesia ada.

Tidak ada Indonesia jika tidak ada Jawa, Sunda, Batak, Tionghoa, Dayak, Ambon, Papua, Padang, Aceh, dan lainnya.

Jadi, jika besok-besok ada lagi usaha orang-orang pekok membubarkan sebuah acara ibadah, mestinya semua rakyat harus melawannya. Sebab mereka ingin merusak Indonesia. Mereka ingin menghancurkan Indonesia.

Bukan hanya sebuah sekolah minggu yang terganggu. Yang terganggu adalah rasionalitas dan rasa keadilan bangsa ini.




Sudah saatnya kita tidak boleh diam. Kita harus bergerak. Bergerak menjaga diri kita sendiri dari kerusakan akibat ulah orang-orang sok jago ini. Langkah warga Rusun Pulogebang sudah benar. Videokan kejadiannya. Lalu kita viralkan. Ini adalah perlawanan yang paling minimal untuk tetap menjaga Indonesia kita.

“Iya, mas. Setuju. Tidak ada Indonesia jika tidak ada pemakan bubur tidak diaduk dan pemakan bubur diaduk. Semuanya adalah rakyat Indonesia,” celetuk Bambang Kusnadi.

“Kamu nyindir?”








One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: JANGAN DIAM LAGI

  1. ‘jangan diam lagi’ . . . memang nasihat yang betul sekali.

    Jika diam saja tidak akan ada perubahan.
    Katakan apa yang harus tikatakan, bikin apa yang harus dibikin,
    Tulis apa yang harus ditulis.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.