Kolom Bastanta P. Sembiring: INDONESIA, Rumah Segala Bangsa

Nusantara (Indonesia) dapat kita katakan sebagai sebuah miniatur dunia. Apakah itu dilihat dari manusianya, tradisinya, bahkan sistem politiknya pun merupakan serapan dari berbagai pemikiran yang ada di dunia ini; yang kemudian melahirkan sebuah bangsa besar, yang majemuk dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Tidakpun kita tes DNA, secara kasat mata saja, segala manusia dari semua ras yang ada di dunia ini dapat kita lihat, ada di Indonesia. Demikian juga kebudayaanya yang merupakan perpaduan kebudayaan dari seluruh belahan dunia, dari kebiasaan, makanan, pakaian, aksara, hingga bahasa. Sehingga menjadi sebuah kerancuan saat dimana kita berbicara siapa itu “pribumi” atau “non-pribumi” dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di era modern saat ini.

Seperti halnya saya dari Suku Karo. Diriwayatkan sejak dari leluhur kami tentang perjalanan nenekmoyang suku bangsa Karo dari negeri Mulawari nun jauh di sana. Jika merujuk dari kata mulawari (mula: awal, pertama; wari: hari), maka dapat kita asumsikan itu dari negeri Timur; yang berlayar mengelilingi Nusantara hingga akhirnya berlabuh di Pulau Perca (Sumatera), menetap, dan berkembang biak, dan bertahan selama ribuan tahun hingga sampai sekarang. Salah satu pembuktiannya adalah dari hasil temuan fosil berusia 7.400 tahun di Loyang Mandale, Bener Meriah (Aceh Tengah, 2012) yang DNA-nya identik Gayo dan Karo, dan gua umang (umang dalam tradisi Karo adalah  manusia kerdil dengan telapak kaki menghadap ke belakang) yang merupakan peninggalan pra-Hindu yang banyak ditemukan di wilayah tradisional Suku Karo.




Dalam tradisi yang dikenal dengan turi-turin (cerita asal-usul) pada Suku Karo, hampir semua sub-merga memiliki cerita perjalanan leluhurnya, yang sebagian besar diceritakan dari tanah India dan Yunan. Hal ini kemudian diperkuat dengan banyaknya sub-merga dari Merga Silima (5 induk merga pada Suku Karo: 1. KaroKaro, 2. Tarigan, 3. Ginting, 4. Sembiring, dan 5. Peranginangin) yang memiliki nama bernuansa India, seperti Sinulingga, Brahmana, Maha, Meliala, Pandia, Colia, Tekang, Muham, Pelawi, Gurukinayan, Gurusinga, dsb.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, pribumi n penghuni asli; yang berasal dari tempat yg bersangkutan; […].

Bila kita sepintas merujuk pada apa yang dikemukakan KBBI, maka Suku Karo adalah suku pendatang dan buka pribumi di nusantara. Sebab tradisi Karo juga meriwayatkan demikian.

Atau mungkin kurang yakin kalau hanya merujuk pada tradisi. Mari kita jenguk sejenak soal DNA yang membentuk masyarakat Suku Karo, dan juga sebagai perbandingan DNA Suku Batak (Toba), Nias, dan Mentawai (silahkan juga bandingkan dengan DNA suku lainnya). Keempat suku ini adalah kita katakan suku asli Nusantara, tetapi lihat DNA yang membentuk suku-suku tersebut.

Karo, Toba, Nias, dan Mentawai Y-DNA Haplogroups (sumber: http://forgottenmotherland.com/)

 

Pada Karo Y-DNA Haplogroups terdapat 19.15% O-M95,  19.05% R-M173, 19.05% C-RPS4Y*, dan 42.85% O-M119. Selanjutnya mari kita lihat Toba Y-DNA Haplogroups yang memuat 27% R-M124, 13.51% K-M526*, 56.76 O-P201*, 13.51% O-M95*, 10.81% O-M110, 2.7% O-P203, sedangkan untuk Nias Y-DNA Haplogoups memuat 86.67% O-P203 dan 13.33% O-M110, untuk Mentawai Y-DNA Haplogroups ada 56.76% O-M119*, 28.38% O-P203, 1.35% O-M110, dan 13.51% C-RPS4Y*.

Untuk mengetahui persebaran manusia ber-DNA tersebut yang terkandung dalam keempat suku di atas, dapat dilihat Mapping Human Genetic Diversity in Asia berikut di bawah ini.

Mapping Human Genetic Diversity in Asia (sumber: http://science.sciencemag.org/ )

Dari tradisi-tradisi lokal dan Y-DNA Haplogroups keempat suku di atas (silahkan pelajari tradisi dan lihat DNA suku lainnya di nusantara) dan mengeceknya pada Mapping Human Genetic Diversity in Asia, maka sejenak kita dapat tarik satu kesimpulan bahwa kita adalah juga suku perantau atau gamblangnya pendatang ke nusantara. Jadi, dalam konteks ini, apakah kita pribumi? (bd. definisi “pribumi” pada KBBI).

Pada dasarnya, sesungguhnya yang membedakan satu suku dengan suku atau kelompok lainnya di nusantara ini adalah waktu kedatangannya ke nusantara dan daerah yang kemudian dikuasainya. Selebihnya, leluhur kita adalah sama-sama perantau dari negeri yang jauh. Seperti halnya lebih lanjut dalam tradisi Suku Karo dan pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa Karo telah ada sebelumnya dan kemudian terjadi invasi baik yang bertalian dekat maupun jauh yang kemudian menjadi Karo seperti saat sekarang ini.

Oleh sebab itu, saya pribadi lebih tepat menurut saya dalam konteks NKRI kita menggunakan istilah WNI (Warga Negara Indonesia), artinya seorang WNI adalah Indonesia, dan selama dia mengakui dan menghargai kewarganegaraannya dan tidak berkewarganegaraan ganda, dia adalah Indonesia.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.