Kolom Eko Kuntadhi: TETAP BERADA DI JALUR TENGAH

Ada surat edaran di UGM yang menyatakan akan menerima beberapa mahasiswa jalur undangan dengan salah satu kreteria hapal Alquran. Banyak orang menuding langkah ini tidak adil. Lalu bagaimana yang beragama lain?

Ok, mari kita diskusikan. Jika ada undangan jalur khusus penerimaan mahasiswa dari jalur olahraga, misalnya dia seorang atlet basket, bisakah kita ajukan pertanyaan yang sama: bagaimana dengan yang tidak suka basket? Apakah ini adil?

Saya sih, melihat hal seperti itu wajar saja. Barangkali nanti UGM mau mencari qori atau qoriah untuk diajukan dalam MTQ. Kalau menang, kan membawa nama UGM juga. Sama seperti kampus-kampus yang mengundang para atlet untuk kuliah di sana.




Kalau cuma salah satu alternatif jalur undangan saya rasa itu masih wajar. Paling kursi yang disiapkan hanya sekian dati total jumlah mahasiswa yang diterima.

Jadi menanggapi surat edaran itu, kita tidak perlu menanggapinya dengan kacamata Islam phobia.

Penyakit bangsa ini memang bergerak dari satu ekstrim ke titik ekstrem lainnya. Jaman awal kekuasaan Soeharto kekuatan Islam dianggap ekstrim kanan. Bersama PKI pemerintah memberangus apa saja yang berbau Islam. Akibatnya, timbul suasana kebathinan perasaan tertekan dari sebagian umat Islam.

Lalu, muncul reformasi. Umat Islam, khususnya gerakan Islam politik merasa mendapat angin. Eh, ujung-ujungnya mau mendirikan negara agama. Ada juga yang teriak-teriak tegakkan khilafah.



Dari ekstrim gak boleh bergerak di jaman Soeharto, menjadi ekstrim petantang-petenteng di era reformasi. Malah ada yang bercita-cita menggagalkan NKRI segala.

Lalu, kita muak dengan mereka. Kita melawan gerakan yang berbahaya bagi NKRI. Tapi, ya jangan kebablasan juga untuk berposisi di titik ekstrim lainnya. Sehingga kita selalu mencurigai apapun yang berbau-bau agama.

Jika perasaan Islamphobia ini terus dikembangkan, saya rasa tidak sehat juga bagi interaksi kebangsaan di Indonesia. Kita ogah mencontoh Turki, negara yang memproklamirkan sebagai sekuler. Apa akibatnya?

Ternyata di sana Erdogan dari basis masa Islam menguasai. Lalu dia memberangus lawan politiknya yang lain. Erdogan disokong karena mungkin saja sebagian rakyat Turki juga ingin melawan nuansa islamphobia yang dicetuskan Kemal Attarturk dulu.

Turki kini malah mau mengubah wajahnya yang sekuler jadi agamis. Padahal soal prinsip sekular itu ada dalam UUD negara tersebut.

Artinya nuansa Islamphobia justru di sisi lain akan menguatkan dukungan rakyat kepada kekuatan Islam politis, sebagaumana di Turki.

Jadi bagaimana saya menilai surat edaran di UGM itu? Biasa saja. Itu saja dengan penerimaan mahasiswa jalur undangan lewat prestasi olahraga.

Gak perlu diprotes juga. Asal para mahasiswa jangan diarahkan jadi anggota HTI aja seperti di kampus Hinstitut Tertanian Indonesia, yang ada di Bogor itu.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.