Kolom Eko Kuntadhi: MENGIDENTIFIKASI MUSUH KITA

Ada 2 hal yang membuat bangsa ini tidak maju: Kemiskinan dan kebodohan. Keduanya sering berkelindan jadi satu. Rakyat yang miskin dan bodoh susah diajak maju. Kemiskinan adalah juga bagian dari budaya dan mentalitas. Dia berangkat dari kebodohan dan kemalasan berfikir. Tidak kreatif dan cenderung gampang nyerah.

Dari kacamata struktural kemiskinan salah satunya diakibatkan korupsi. Duit pembangunan dikorup penyelenggara negara dan pengusaha rakus. Rakyat dibiarkan keleleran. Target pembangunan boro-boro tercapai.

Pemimpin yang suka korup dan jahat biasanya senang melestarikan kebodohan rakyatnya. Salah satu cara untuk melestarikan kebodohannya adalah dengan menawarkan slogan-slogan non nalar. Nah, di sini agama sering dijadikan kuda tunggangan.




Maka ditawarkanlah pemahaman agama yang melestarikan kebodohan. Dengan agama rakyat dibuai seolah merasa heroik tapi pada dasarnya sedang ditipu habis-habisan.

Di Indonesia, kemiskinan dan kebodohan ini sering dilestarikan para penguasa daerah. Daerah-daerah yang jumlah kemiskinannya banyak dan tingkat korupsinya tinggi, menurut data justru yang paling getol nyerocos soal agama. Setidaknya jika diamati daerah yang doyan menerapkan Perda Syariah, biasanya adalah daerah yang ekonominya gak maju dan korupsinya tinggi.

Aneh? Iya, bila kita lihat bagaimana Perda dan aturan yang berbasis agama dalam pemerintahan justru tidak membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat. Tapi mengapa harus aneh?

Kita bisa melihatnya bahwa sebetulnya slogan-slogan agamis itu justru ditujukan untuk meninabobokan rakyat. Menghilangkan daya kritis rakyat dari korupsi yang dilakukan penguasa. Di sini agama jadi kedok buat menutupi kebejatan saja.

Pengajaran agama yang menghilangkan akal sehat memang dibutuhkan oleh penguasa untuk mengelabui rakyat. Agama yang berbasis akal sehat akan menciptakan elan kritis masyarakat yang pada gilirannya akan menjadi penjaga kinerja pemerintah.

Maka, jangan heran jika politisi yang sama sekali tidak dikenal agamis tiba-tiba menjadikan agama sebagai slogan politiknya. Ini tujuannya untuk meninabobokan rakyat agar gak mampu berfikir sehat.

Di sisi lain, ada juga orang-orang yang isi kepalannya ingin menegakkan agama dalam bentuk simbol-simbol ke dalam negara. Khilafah lah. Perda Syariah lah. Pokoknya sok Islami semua. Kelompok ini mendapat sokongan keuangan transnasional.




Nah, para politisi korup, atau politisi yang ambisius bertemu kepentingan dengan kaum Islam sempalan yang orientasinya politik. Klop.

Politisi dapat keuntungan karena rakyat yang bodoh cenderung tidak kritis terhadap perilaku korup mereka. Sementara kaum Islam sempalan dan gila khilafah yang berorientasi politik seolah mendapat panggung untuk terus berkiprah membodohi publiknya.

Keberhasilan mereka terlihat dari tidak kritisnya pengikutnya dalam menilai persoalan. Lihat saja. Isu yang mereka tampilkan tidak perlu logis dan berbasis akal sehat. Yang penting bisa membakar dan membenturkan.

Sampai saat ini kita tidak bisa mencari hubungan antara Perda Syariah di sebuah daerah dengan peningkatan kemakmuran rakyat. Yang ada malah, daerah-daerah yang menerapkan Perda Syariah biasanya lebih miskin, ekonomi gak maju, dan rakyatnya gak kritis terhadap kepala daerahnya.

Di sini thesis Karl Marx jadi benar. Agama adalah candu yang membuat rakyat bodoh. Tentu bukan semua jenis pengajaran agama. Tapi agama yang jadi alat tunggangan politik cenderung jadi candu yang membodohkan. Sebab, untuk melestarikan kebodohan lah mereka menggunakan agama untuk kekuasaan.

Kalau HTI, sebagian FPI dan PKS membenci NU, itu wajar. NU tidak mau menjadikan Islam sebagai tunggangan politik. Mereka menolak agama dijadikan candu yang membodohi rakyat.

Sedangkan HTI dan PKS menjadikan agama sebagai slogan kampanye politik. Tujuannya kekuasaan. Makanya mereka berkepentingan menjadikan umatnya tidak cerdas. Seperti kerbau dicucuk hidungnya.

Jangan kaget jika orang bergelar tinggi jadi ngaco begitu bicara soal agama dan politik. Dia bahkan hobi sebarkan hoax. Justru untuk hal-hal cemen seperti menanyakan dimana ibu Jokowi saat resepsi kemarin.

Kemiskinan dan kebodohan memang musuh kemajuan. Kita harus memerangi sumbernya.

Musuh kita jelas: Politisi korup dan kelompok yang menunggangi Islam untuk kekuasaan. Keduanya harus dilawan.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.