Kolom Eko Kuntadhi: MEREKA JUSTRU JADI PEMBELA ASING

Ada 4 BUMN Pertambangan yang ingin disatukan pemerintah. Istilahnya dibentuk semacam holding company. Kenapa perlu diambil langkah itu? Agar BUMN-BUMN tersebut menjadi pemain kelas dunia. Bukan lagi cuma pemain lokal. Bukan cuma jago kandang.

Ketiga BUMN akan melepas status Persero yaitu PT Timah, PT Aneka Tambang dan PT Bukit Asam. Nantinya mereka akan dilebur dalam hoding PT Inalum.

Dengan dibentuk menjadi satu, maka akan ada satu perusahaan yang asetnya 4 kali lipat lebih besar. Sementara aset-aset tersebut bisa dikelola dengan lebih efisien. Dengan begitu, kemampuan BUMN kita bersaing di kancah dunia akan semakin mantap.




Coba lihat China. 10 tahun lalu hanya ada 10 BUMNnya masuk ke daftar 500 perusahaan paling besar dari Fortune (Fortune 500). Lalu, mereka menggabungkan BUMN-BUMN. Hasilnya kini ada 25 BUMN China nangkring di sana. Malaysia juga melakukan hal yang sama. Hasilnya kini ada 15 BUMN Malaysia masuk list Fortune 500.

Perusahaan-perusahaan milik negara itu dibuat menjadi raksasa untuk bersaing mencari keuntungan di seluruh dunia. Lalu, keuntungannya dibawa pulang untuk negaranya. Kemampuan China berekspansi salah satunya ditopang oleh BUMN raksasa miliknya ini.

Jadi, penggabungan BUMN-BUMN kita itu sama sekali bukan penjualan aset negara. Jika BUMN tersebut listing di bursa, itu wajar dalam rangka mencari dana tambahan untuk menjalankan program perusahaan. Soal kontrol dan pemegang kebijakan tertinggi, ya tetap negara sebagai pemegang saham terbesar.

Dengan digabungnya empat BUMN menjadi satu kemampuan finansial kita untuk membeli 51% saham Freeport jadi memungkinkan. Tentu saja, Freeport Mc Moran sebagai perusahaan yang sekian lama menikmati kekayaan alam Papua tidak senang dengan langkah ini. Seperti biasa gaya cowboy AS, mereka akan mencari-cari gara-gara agar kebijakan itu tidak bisa terlaksana.

Jangan heran jika baru saja kemarin ada kejadian penyanderaan warga Papua di Timika. Konflik masyarakat memuncak agar suasana adem di Papua terganggu. Strategi seperti ini biasa dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa untuk mengalihkan perhatian. Biasanya terjadi ketika posisi tawar perusahaan tersebut agak terpojok.

Tapi apa yang terjadi, saudara-saudara. Sebagian orang kaum pekok justru ikut meramaikan suasana dengan menuding pemerintah menjual BUMN Pertambangan ke tangan asing. Padahal yang dilakukan pemerintah justru sedang menghimpun kekuatan dalam negeri agar bisa memperoleh saham perusahaan asing yang selama ini mengeruk kekayaan kita di Papua.

Tudingan mereka gak kira-kira. Jokowi menjual aset negara ke pihak asing. Kedegilan dan kegilaan ini sengaja dimainkan untuk menipu orang-orang yang proses evolusinya belum kelar, sehingga gampang dibodohi. Biasalah, isu Asing, Aseng, Asoy, digoreng seperti bala-bala. Kebanyakan minyak.

Sesungguhnya mereka bukan sedang membela Indonesia. Mereka justru sedang menghalangi langkah pemerintah untuk menguasai Freeport. Sebuah keinginan yang sejak lama diamanatkan UU.

Apakah mereka tahu soal ini? Para politisi yang sengaja melempar isu ini pasti tahu. Bagi mereka, gak apa-apa Indonesia rugi. Gak apa-apa BUMN kita cuma jago kandang dan tidak efisien, yang penting isu miring terus disarangkan kepada pemerintahan Jokowi.

Mereka membodohi rakyat dengan isu-isu murahan. Rakyat yang membeo ikut menyambutnya dengan teriak-teriak selamatkan aset negara. Padahal justru yang mereka lakukan, sedang membela perusahaan asing menggarong Bumi Papua.

Begitulah gaya pemakan Indomie pakai nasi. Mulutnya lebih dulu teriak ketimbang kemauannya mencari informasi.

“Saya juga mau bikin holding menyatukan bisnis Migas milik saya, mas,” ujar Abu Kumkum.

“Minyak dan Gas, kang?” kejar Bambang Kusnadi.

“Iya, Mbang. Jualan minyak telon sama jamu tolak angin.”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.