Kolom Eko Kuntadhi: KOLONI VAMPIRE

Di Indonesia, pengguna medsos itu ada 2 jenis: Orang normal dan vampire. Mereka yang normal hidup dalam alam terang benderang. Informasi yang dipercayainya, yang jelas sumbernya dan yang masuk akal. Sementara kaum Vampire hidup di ruang gelap gulita. Mereka mempercayai informasi dari sumber abal-abal, jauh dari akal sehat. Dan yang paling kentara, penuh kebencian.

Orang normal percaya, masalah tenaga kerja ilegal memang ada. Itu masalah keimigrasian biasa. Kalau melanggar dan ketahuan, orangnya ditangkap lalu dipulangkan. Ada 700 tenaga kerja ilegal asal China yang sudah dipulangkan pada 2016.

Sedangkan Vampire percaya ada 10 juta TKA RRC yang datang ke Indonesia. Soal mereka datangnya naik apa, lewat bandara mana, kerja di mana, itu gak perlu dipikirin. Jika satu pesawat berisi 200 orang, setidaknya butuh 50 ribu penerbangan. Eh, busyet. Mereka yakin 50 ribu penerbangan full penumpang tidak terdeteksi kantor imigrasi.

Orang waras percaya, sebagai sebuah ideologi komunis sudah bangkrut. Tembok Berlin ambruk dan Jerman kini bersatu. Uni Sovyet bubar. China malah jadi kapitalis. Begitupun PKI, sudah lama habis. Anak muda sekarang tidak lagi kenal PKI. Mereka lebih kenal PKS.







Sedangkan Vampire yakin, PKI akan bangkit lagi di Indonesia. Anggotanya ada 15 juta, jauh lebih banyak dari pemilih PKS pada Pemilu lalu. Alasan bangkitnya PKI, ditemukan empat kaos oblong bergambar palu arit. Cuma 4 lembar kaos.

Orang waras percaya, untuk mengamankan percetakan uang, dibutuhkan teknik security printing. Makanya logo BI pada uang baru dibuat sedemikian rupa. Vampire percaya itu adalah gambar palu arit yang disamarkan. Padahal jika dilihat sekilas, logo BI yang terlihat saparuh tersebut, lebih mirip lambang apotik (ular melilit gelas), ketimbang gambar palu arit.

Orang normal percaya, Indonesia dibangun oleh tokoh dari berbagai suku dan agama. Selain pribumi tokoh berdarah Arab dan Tionghoa juga ikut berkeringat membangun pondasi kebangsaan. Mereka beragama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Kejawen, dan penganut agama budaya. Sementara Vampire mengklaim yang berjasa membangun bangsa ini agamanya cuma Islam. Selain Islam, mereka penjahat.

Orang waras percaya Indonesia sedang berada pada track pembangunan yang benar. Akhir tahun lalu Bloomberg bahkan menganugerahkan Indonesia dengan nilai terbaik seAsia-Australia.

Sedangkan Vampire teriak-teriak Indonesia sedang menjelang kiamat. Mereka lebih percaya ocehan Jonru ketimbang data Bloomberg.

Orang waras meyakini Pancasila dan demokrasi adalah jalan paling rasional di Indonesia. Dengan perangkat itulah rakyat bisa terjamin hak hidupnya dan akan lebih sejahtera. Sedangkan Vampire cuma punya satu jawaban yaitu khilafah. Ketika ditanya mana contoh negara yang menerapkan khilafah yang rakyatnya makmur, mereka cuma nyengir. Vampire yang bisanya cuma nyengir, mungkin sedang sariawan.

Orang waras percaya, Jakarta di bawah Ahok jauh lebih maju dibanding sebelumnya. Kali bersih, birokrasi melayani, korupsi diperangi dan kesejahteraan meningkat. Taraf hidup masyarakat Jakarta, yang sebagian besar umat Islam juga lebih baik.

Sementara Vampire berusaha sekuat tenaga menghapus semua hasil itu. Mereka menggelapkan informasi keberhasilan pembangunan Jakarta dengan isu agama. Dengan dalih agama dan tekanan massa itu juga mereka memenjarakan Ahok.

Orang normal sedih jika ada terorisme. Kita berterimakasih pada Polri ketika mereka berhasil menangkap para teroris. Sedangka Vampire biasanya tampil membela teroris. Jika Densus 88 berhasil meringkus perencana teror, mereka akan bilang itu pengalihan isu.

Orang normal mempercayai data yang terang benderang. Yang bisa diverifikasi dan dari sumber kredibel. Sedangkan Vampire percaya hoax dan informasi gelap gulita. Sumbernya situs bikinan sendiri. Ada juga orang normal yang ikut mempercayai informasi itu, lalu berubah jadi Vampire juga. Seperti dicupang lehernya.

Lantas bagaimana cara mengalahkan Vampire? Kalau melawan pocong, gampang. Kita tinggal baca ayat kursi, pocong pasti angkat tangan. Tapi sebelum kita bacakan, suruh lepas dulu headset-nya, biar dia mendengar bacaan kita.

Nah, kalau berhadapan dengan Vampire, saran saya tiru saja adegan dalam film: Tunjukan tanda salib. Ketika melihatnya mereka nanti akan kelojotan. Jangankan salib, wong melihat topi Santa saja mereka juga kepanasan, kok.

Sumber: Buku ‘Para Penyembah Petromaks’, by Eko Kuntadhi.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.