Kolom Andi Safiah: MERDEKA RETORIK

Indonesia di mata Internasional adalah negara yang berpenduduk Islam terbesar, tapi Indonesia bukan negara Islam. Inilah yang membuat bangsa ini sedikit “unik-unik ngga jelas”. Akhirnya, sikap politik luar negerinya juga “bebas aktif”. Ke sana boleh ke sini boleh.

Ke negara Komunis Kapitalis macam China okay, ke negara Liberal Konservatif macam USA juga okay, atau ke negara agamamis macam Arab juga okay.

Kiri kanan okaylah. Mungkin ini juga yang membuat organisasi trans national macam Hisbut Tahrir kelimpungan dalam mengadabtasi karakter mental bangsa Indonesia yang ambigu, sekaligus anomali. Islam politik juga tampaknya frustrasi dengan kondisi mental rakyat Indonesia yang secara terpaksa harus menulis Islam sebagai agama KTP-nya. Tentu saja dengan berbagai motif yang menjadi latar belakangnya.







Sehingga, secara politics, partai yang berbasis Islam tidak bisa bersatu dalam bendera Islam. Mengapa? Karena alasan Islam KTP tadi, pemimpin Parpol Islam cuman bermain politik seolah-olah, bukan politik subtansial.

Parahnya, Islamlah yang justru menjadi warna politik bangsa ini. Di luar Islam menjadi layak untuk dikutuk bahkan diberangus. Pandangan-pandangan politik di luar Islam walaupun rasional akan disambar gledek secara instan. Bahkan Pancasila yang katanya menjadi dasar berdirinya negara ini sudah dibacakan dua kalimat syahadat agar menjadi Pancasila yang mualaf dan beriman kepada Allah semata, walaupun sila pertamanya berbunyi “Ketuhanan Yang Maha ESA”.

Inilah negara yang benar-benar tidak jelas dalam banyak hal. Mengkritik dikira menista, eh sementara menista beneran dikira menyebarkan kebenaran. Rusaklah jiwanya rusaklah raganya.

Merdeka itu adalah omong kosong retorik dari para pendiri bangsa ini.

#Itusaja!








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.