Kolom Joni H. Tarigan: TOL SOREANG-PASIR KOJA DAN EKONOMI KABUPATEN BANDUNG

Hari Minggu 10 Desember 2017, kami pulang setelah ibadah selesai seperti biasanya. Kendaraan yang kami kendarai pun seperti biasanya juga, yakni sepeda motor. Akan tetapi, ada yang tidak biasa selain kegiatan ibadah dan kendaraan yang kami gunakan.

Berangkat dari rumah di Katapang, Jalan Raya Kopo Katapang sampai Lanud Sulaiman terasa lancar. Tidak ada bus dan truk-truk besar. Kami hanya berfikir penyebabnya mungkin karena kami berangkat masih pagi, yakni pukul 07.30 WIB.

Keceriaan selesai ibadah mengiringi perjalanan kami pulang ke rumah. Hal yang tidak biasa kami alami lagi dalam perjalanan pulang. Jalan Kopo dari Lanud Sulaiman sampai Kopo Katapang tergolong sangat lancar. Kendaraan yang melaju didominasi oleh motor. Kemudian kendaraan terbanyak ke dua adalah angkot warna hijau (trayek Soreang- Leuwipanjang). Kami tidak melihat bus sama sekali, demikian juga truk-truk besar.

Selasa 12 Desember 2017 kebiasaan saya yang lain adalah pulang dari kantor dengan kendaraan jemputan kantor. Kami tiba di Jalan Raya Soreang Kopo sekitar pukul 18.15 WIB. Hal yang tidak biasa juga terjadi. Tidak ada truk dan bus-bus besar di jalanan. Lalulintas lancar sehingga tidak terjadi kemacetan seperti biasanya.







Saya pun menyadari hal yang tidak biasa ini, yakni Jalan Raya Kopo yang tidak macet lagi seperti biasanya. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari telah aktifnya Tol Soreang – Pasir Koja, setelah diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 4 Desember 2017. Tol ini langsung menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung, dan  juga menuju tol-tol yang lain.

Mungkin perasaan saya sama dengan warga yang lain di Kabupaten Bandung ini, yakni bahagia. Kebahagiaan pertama adalah tidak frustasi ketika memasuki Jalan Raya Kopo. Perjalanan jadi lebih cepat, sehingga banyak waktu bisa dimanfatkan untuk kegiatan lain, yang selama ini banyak terhalang oleh macetnya perjalanan. Selain itu, saya juga bahagia karena bahan bakar yang saya perlukan lebih irit. Dalam hal bahan bakar saya yakin pemerintah juga akan berhemat dengan lancarnya lalulintas.

Hadirnya tol tersebut juga saya yakini akan membuat perekonomian Kabupaten Bandung  bergerak cepat. Kecepatan itu karena perpindahan barang dan jasa yang sudah sangat mudah. Saya sendiri melihat tingkat hunian di komplek tempat kami tinggal semakin bertambah baru-baru ini. Selain tingkat hunian rumah tinggal, tingkat hunian ruko-ruko di komplek kami juga semakin meningkat. Ini merupakan satu bukti perekonomian di Kabupaten Bandung langsung menggeliat.

Hal positif juga berdampak bagi angkot jalur Soreang-Bandung. Hal ini saya yakini karena banyak sekolah-sekolah yang berada di pinggir Jalan Raya Kopo. Selain sekolah-sekolah, ada juga beberapa pabrik. Dengan lalulintas yang lancar, maka angkot-angkot ini akan mampu mengangkut semakin banyak penumpang. Selain angkot transportasi lain yang akan mendapatkan keuntungan adalah taksi, khususnya yang berbasis aplikasi. Taksi atapun transportasi berbasis aplikasi tentu tidak akan ragu lagi mengantarkan penumpang ke Kabupaten Bandung, karena  lalulintas yang lancar.

Akan tetapi, pemegang kebijakan juga harus melihat ke depan setelah tol ini beroperasi. Mengurai kemacetan dengan tol tentunya hanya bersifat sementara. Euforia masayarakat atas kehadiran tol ini bisa mendongkrak penjualan kendaraan, sehingga pada akhirnya pertumbuhan kendaraan tidak bisa diimbangi oleh beroperasinya tol. Kemacetan yang parah akan tetap terjadi di masa yang akan datang jika tidak ada tindak lanjut transprotasi setelah tol ini. Jakarta merupakan bukti bahwa sekalipun tol banyak, kemacetan selalu terjadi.

Untuk menghindari masalah kemacetan lalulintas di masa yang akan datang, maka akan sangat baik jika Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat, untuk merealisasikan ketersambungan tranportasi Bandung Raya berbasis rel. Untuk mewujutkan transportasi Bandung Raya tersebut Jawa Barat memerlukan sosok gubernur yang memiliki konsep penataan wilayah sehingga mampu mengkoordinasikan pembangunan antar wilayah yang terpadu.

Foto header: Tagar News.








One thought on “Kolom Joni H. Tarigan: TOL SOREANG-PASIR KOJA DAN EKONOMI KABUPATEN BANDUNG

  1. “Kemacetan yang parah akan tetap terjadi di masa yang akan datang jika tidak ada tindak lanjut transprotasi setelah tol ini. Jakarta merupakan bukti bahwa sekalipun tol banyak, kemacetan selalu terjadi.

    Untuk menghindari masalah kemacetan lalulintas di masa yang akan datang, maka akan sangat baik jika Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat, untuk merealisasikan ketersambungan tranportasi Bandung Raya berbasis rel. Untuk mewujutkan transportasi Bandung Raya tersebut Jawa Barat memerlukan sosok gubernur yang memiliki konsep penataan wilayah sehingga mampu mengkoordinasikan pembangunan antar wilayah yang terpadu.” (JHT)

    Kesimpulan JHT ini adalah kuncinya menghindari kemacetan di masa depan.

    Pertama: kenderaan kolektif menggantikan sejumlah massal kenderaan pribadi.

    Kedua: Harus ada orang, bukan sembarang orang tetapi pejabat yang berwenang yang tugasnya memang itu, termasuk menteri bersangkutan dan yang mau/mampu melihat dan melaksanakan solusi trafik/pengangkutan didaerahnya.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.