Kolom Eko Kuntadhi: KEBAIKAN DARI MAKO BRIMOB

Seorang anak perempuan di Lamongan berkirim surat pada Ahok. Dia sudah lulus sekolah, tapi karena masih ada tunggakan pembayaran ijazahnya dari SMA 3, Lamongan, masih tertahan. Mendapat surat itu, Ahok yang masih bermalam di Mako Brimob Kelapa Dua, seperti biasa, langsung tergerak. Dia meminta tolong stafnya untuk mengurus masalah anak tersebut.

Masalah diurus. Tapi apa yang terjadi?







Berbagai pihak membantah kasus ini. Pihak sekolah mengakui memang ijasahnya tertahan tapi bukan karena tunggakan. Kita sendiri bingung entah karena apa, kok masih ditahan. Padahal ijazah itu penting bagi seorang siswi. Mungkin buat melamar pekerjaan.

Karena berita ini juga, Dinas Pendidikan Lamongan bereaksi. Sialnya, yang kena justru siswi malang yang meminta tolong kepada Ahok tersebut. Dia seperti mendapat tekanan untuk mencabut lagi surat itu. Lha, surat sudah dikirim, bagaimana mau dicabut lagi?

Bukan hanya pihak sekolah dan Dinas Pendidikan yang merasa terjerat lalu kebakaran jenggot. Bahkan banyak orang yang membenci Ahok, menuduh itu adalah berita bohong.

Mereka hanya berpegang pada salah satu cuitan yang menulis kisah ini. Sayangnya dalam cuitan itu, yang tertulis adalah SMU 30 Lamongan. Bukan SMU 3. Tapi kelebihan angka nol di cuitan, tidak otomatis menghilangkan kasusnya.




Ketidaksukaan orang terhadap kasus ini karena kedengkian saja. Kenapa kok Ahok bisa berbuat baik? Kenapa kok kebaikan ada pada Ahok? Padahal selama ini kaum merekalah yang mengklaim mendominasi seluruh kebaikan.

“Kami adalah kebaikan dan di luar kami semuanya keburukan. Mereka kafir, sesat, antek asing, penindas, dan curang,” begitu jargonnya.

Lihat saja jargonnya: Bela Islam. Bela ulama. Bela kebenaran. Bela rakyat. Bela Shopie.

Nah, saat Ahok berbuat baik dengan tulus mereka seperti ditempeleng Hansip. Makanya sebisa-bisanya membantah kebaikan-kebaikan itu.

“Kalau berita kebaikan Ahok pada rakyat terus muncul, kita yang rugi. Masa orang baik dipenjara,” begitu fikirnya.

Pokoknya, Ahok yang membantu menebus ijazah seorang siswi tetap pihak yang bersalah. Dan orang yang suka mesum di kandang kambing, tetaplah orang suci. Begitu keyakinannya.

Sebetulnya, soal membantu orang menebus ijazah ini bukan hal asing bagi Ahok. Saat menjadi Gubernur dia menghabiskan Rp 6 Miliar untuk membantu banyak siswa dan mahasiswa yang ijazahnya tertahan.

“Kalau ada ijazah kan bisa buat melamar pekerjaan atau teruskan sekolah,” begitu alasan Ahok.

Dari mana dananya? Diambil dari biaya operasional Gubernur.

Jadi, meskipun dalam penjara, kebaikan akan tetap memancar. Tanpa ada pamrih apa-apa. Sebetulnya, tanpa mau ada woro-woro berita juga. Ahok hanya merespon orang yang kesusahan. Persis seperti apa yang dilakukannya dulu. Tidak ada yang berubah.

“Mas, jangan-jangan yang protes itu karena sampe sekarang ijazahnya belum ditebus?”

“Ditebus di mana, Mbang?”

“Di Warteg, mas. Karena ngutang makan…”










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.