Kolom M.U. Ginting: FENOMENA USTADZ-USTADZ TAK MUNGKIN KEBETULAN

“Karena bangsa ini masih fanatik berlebihan terhadap Agama, maka seperti yang kita lihat bersama, Ustadz-ustadz yang berpihak pada mereka keliling Indonesia dengan dana yang cukup serta menugaskan team IT agar membuat video-video provokatif. Nah, situasi ini adalah Grand Desain demi mengembalikan kejayaan para maling dan koruptor,” tulis Ganggas Yusmoro di kolomnya

(Lihat di SINI)

 

Dalam politik dikatakan oleh presiden FD Roosevelt begini: “In politics, nothing happens by accident, you can bet it was planned that way.” Semakin jelaslah bagi publik dunia dan publik Indonesia khususnya bahwa ustadz-ustadz pada keliling ngepul dan berceramah bukanlah by accident, tetapi memang sudah direncanakan sedemikian rupa.

Kendaraan maupun ustadz-ustadznya ini bisa jalan tentu harus ada bensinnya. Berapa harga bensinnya dan siapa yang menyediakan duit bensin itu tentu tidak beda atau sama saja dengan peristiwa-peristiwa politik sebelumnya seperti biaya kudeta dan jagal 1965, biaya gerakan 411, 212, Saracen, dll.

Uang bensin kudeta dan jagal 1965 sudah terlunasi dan malah dapat lebih banyak, dari triliunan dolar hasil Freeport saja. Biaya bensin 411, 212, Saracen dll belum terbayar balik atau belum dapat untung besar dari situ (dari segi duit). Tetapi dengan harapan nanti bisa mengembalikan kekuasaan ke situasi gelap dimana maling dan koruptor berkuasa penuh, dimana nanti tentu tidak susah mengembalikan duit bensin ustadz-ustadz itu juga. Seterusnya mengembalikan semua kekuasaan SDA Indonesia ke tangan lama neolib internasional.




Inilah tujuan utama; duit, duit. Dimulai dengan pengeluaran duit bensin ustadz-ustadz, biaya untuk bikin ratusan ribu akun Saracen, juga biaya Reuni 212.

Kita bisa melihat semua gerakan/ aktivitas ini bisa jalan karena ada duit atau ada yang punya duit banyak. Tanpa duit walaupun ada kekuasaan, gerakan begini tidak bisa jalan, tidak mungkin hidup. Karena itu, duitlah kekuasaan yang paling tinggi. Seorang diktator dengan pesenjataan kuat bisa ditundukkan dengan duit, dan hanya dengan duit bisa ditundukkan kekuasaan sebesar apapun.

Apakah kekuasaan nuklir ‘little rocket man’ Korut bisa ditundukkan dengan duit? Tinggal caranya dan timingnya. He he . . . walaupun masih banyak juga yang ragu tentunya.

Duit yang sedikit tidak bisa menundukkan duit yang lebih banyak. Karena itu, duit paling banyak menaklukkan segala-galanya dalam situasi kemanusiaan sekarang ini. Selama tingkat kesedaran manusia masih ‘setingkat duit’.

Tidak perlu diragukan dan juga kita semua mengetahui dari pengalaman dunia bahwa meraih duit paling banyak itu selalu dan hanya mungkin dalam KEGELAPAN atau dengan cara gelap. Karena itu, kekuasaan besar/ mutlak duit itu akan hilang dalam era keterbukaan. Kekuasaan mutlak duit itu semakin merosot dalam era keterbukaan yang semakin sempurna.

Fenomena rencana NWO (New World Order) sudah dinyatakan kollaps atau finished bukanlah kebetulan. Orang-orangnya sudah pada melihat gejala kematian kekuasaan duit yang besar itu dalam Era Keterbukaan. Sebab utamanya yang terlihat ialah penelanjangan terus-menerus oleh publik dunia terhadap kekuasaan gelap duit itu. Lihatlah terorisme, Saracen, pecah belah Charlottesville Virginia, gerakan LGBT, gerakan Ustatz, dll semua ditelanjangi oleh publik yang luas, padahal yang mau dikibuli ialah publik yang luas dan kemudian negaranya/ pemimpinnya.

Untuk mengembalikan duit biaya 411, Saracen, Reuni 212, juga gerakan Ustadz itu, semua tentu harus lebih dahulu mengembalikan puncak kekuasaan ketangan boneka pengikut setia pemecah belah neolib seperti Orba. Uang-kembali untuk bayar bensin ini jelas tidak mungkin diperoleh selama sang Jokowi masih bercokol di istana kekuasaan.




Menyasar Ahok tadinya dianggap salah satu cara ampuh menyingkirkan Jokowi, tetapi ternyata gagal juga. Gerakan 411, 212, Saracen, Reuni 212, juga mengalami kegagalan. Sekarang giliran ustadz-ustadz untuk dimajukan, siapa tahu bisa berhasil. Penggiat gerakan ini tentunya tidak boleh diam saja, karena diam saja tidak akan bikin perubahan apa-apa. Apalagi perubahan untuk menumbangkan kekuasaan sah nasionalis Jokowi, jelas tidak gampang seperti membalikkan tangan. Terlebih-lebih lagi sudah terbukti bahwa gerakan 411, Saracen dan semacamnya ternyata gagal semua.

Terorisme juga sudah terlihat tidak mempan untuk menakut-nakuti Jokowi seperti manakut-nakuti presiden Hollande di Perancis. Penduduk dan pemimpin Indonesia bersama aparat keamanannya malah tambah pandai menghadapi semua akal bulus yang sudah dicoba selama kekuasaan Jokowi. Terakhir dibikin akal bulus gerakan ustadz itu, dan kita masih akan melihat sejauh mana ustadz-ustadz ini melangkahkan kakinya.

Selain gerakan ustaz sudah dimulai juga gerakan LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender) dimulai dan diluaskan secara terang-terangan 2017. Gerakan LGBT adalah gerakan politis, membentuk badan lobi politik menyokong NWO (new world order) supaya satu waktu badan lobi ini bisa diakui dan disahkan di Indonesia seperti di Thailand.

Gerakan LGBT telah dimulai di AS tahun 90-an dan diteruskan ke Perancis tahun 2000-an. Perekrutan massa dan kegiatan menyolok LGBT di Indonesia sudah mulai terlihat di berbagai tempat, menyemarakkan perkawinan gay, mempopulerkan transgender, rekrut anak-anak muda berprestasi jadi anggotanya dsb.

“It is really a war against civilization, as anti-Christian as it is anti-Islamic. Religion is a natural obstacle to a New World Order. LGBT activism, especially leftist, is part of this agenda,” said Henry Makow (Lihat di SINI).

Walaupun sebagian besar gembong NWO ini menyatakan rencana NWO sudah finished, tetapi ada bagian-bagiannya masih tetap digiatkan sejauh mungkin. Kewaspadaan di pihak publik dunia masih harus terus dipertahankan. Dan bisa dipastikan bahwa di sinipun tentu berlaku juga kata-kata Roosevelt:

“In politics, nothing happens by accident, you can bet it was planned that way.”










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.