Kolom Eko Kuntadhi: DEODORANT ITU DIOLES, BUKAN DIKEMUT

Ini hari Minggu. Jangan bicara yang susah-susah. Apalagi bicara soal politik agama. Biarlah Somad mengecilkan arti Nabi Muhammad dalam ceramahnya, sambil memuja-muja khilafah. Itu urusan dia. Namanya juga mau cari popularitas.

Atau biarkan La Nyalla berantem dengan Prabowo gara-gara duit Rp 40 Miliar. Atau biarkan Rizieq dan Al Kottoth (ini namanya susah banget sih, padahal maksudnya Gatot, sok ngarab!), pada berantem memperebutkan dominasi umat 212. Penjual kepala umat itu masing-masing sedang berebut menunjukan auratnya.

Lebih baik sekarang kamu perhatikan keluarga. Coba suruh anak-anakmu membuka mulutnya. Perhatikan, apakah ada lapisan putih tebal di pangkal lidahnya. Kalau ada, cepat bawa ke rumah sakit. Jangan-jangan dia terserang difteri.

Ingat. Indonesia sekarang sedang kena wabah difteri. Ada 945 kasus difteri di seluruh Indonesia dengan korban jiwa 44 orang pada 2017. Pemerintah sendiri menetapkan status KLB akibat maraknya wabah ini.




Jika seorang terjangkit difteri, bukan hanya pasien tersebut yang harus ditangani. Semua orang yang pernah berinteraksi dengan pasien juga kudu diperiksa. Bukan apa-apa. Kuman difteri itu mudah menular. Cuma sekadar ngobrol saja bisa memindahkan penyakit.

Makanya ada standar penanganan difteri. Menteri Kesehatan menjelaskan jika ada seorang terkena difteri, yang harus dilakukan adalah mengisolasi lingkungannya. Penanganannya mencakup semua orang di sekitar pasien. Agar kuman tidak pergi ke mana-mana.

Jika sudah periksa mulut keluargamu, coba ingat-ingat apakah anak-anakmu sudah lengkap imunisasinya? Ok, kamu lupa? Waktunya berangkat ke Puskesmas, minta imunisasi ulang. Anak usia 1 sampai 19 tahun wajib diimunisasi minimal 3x.

Hitungannya imunisasi sekarang, sebulan yang akan datang dan 6 bulan kemudian. Tapi gimana jika sudah diimunisasi? Masa harus double, sih? Apa gak bahaya?

Gak! Gak bahaya sama sekali. Lebih baik diimunisasi ulang ketimbang beresiko terserang bakteri yang penularannya cepat itu. Ingat, salah satu kewajiban Ortu Jaman Now adalah memastikan anak-anaknya diimunisasi dengan lengkap.

Ini juga berlaku bagi orang dewasa yang kelahirannya di bawah tahun 1978. Om dan Tante diimunisasi juga, ya. Bedanya om dan Tante harus bayar jika mau disuntik. Pemerintah cuma menggratiskan imunisasi buat anak-anak saja.

Tapi, brow, apa vaksin itu halal? Eh, kampret, siapa sih yang ngajarin lu mikir seperti itu? Yang haram itu kalau lu membiarkan bakteri berbahaya menyerang anak lu, lalu dia menularkan kepada orang lain. Itu namanya menyusahkan diri sendiri dan menyusahkan orang lain.

Jangan percaya dengan cara lain pengganti imunisasi. Seperti cara herbal dan sebagainya. Seluruh dunia sudah membuktikan keampuhan imunisasi untuk menekan wabah penyakit. Ini soal perkembangan ilmu pengetahuan mas brow, yang manfaatnya sudah dirasakan umat manusia. Jadi jangan kayak kaum kutu kupret deh, ngeribetin sesuatu yang gak harus diributin.

Lagipula vaksin imunisasi kita itu diproduksi Bio Farma, perusahaan BUMN. Produk vaksin Bio Farma sudah diekspor ke 136 negara. 50 diantaranya negara-negara Islam. Mereka gak ngeribetin soal halal dan haramnya vaksinasi. Sebab kebanyakan negara itu rakyatnya punya otak. Masa sih lu, masih ngeribetin soal itu?

Tahu gak, negara-negara maju juga melakukan vaksinasi untuk rakyatnya? Pemerintah di sana sayang sama rakyat. Pemerintah kita juga sayang sama lu semua. Kamu cuma diminta datang ke Puskesmas membawa anak-anak. Suntik. Gratis.

Kalau habis diimunisasi anakmu agak panas badannya, memang begitu kerja tubuh. Gak usah kuatir. Ketimbang nanti anakmu mati diserang difteri.

Satu lagi. Ini kejadian di Korea Selatan. Ceritanya ada seorang warga di sana pulang dari Saudi. Di Saudi dia mungkin selfie-selfie sama Onta. Sampai di Korea, dia terserang virus Mers. Mau tahu apa yang dilakukan pemerintah Korea?




Semua orang yang pernah berinteraksi dengan pasien dikarantina. Rumah sakit yang pernah disinggahi juga diawasi. Pemerintah Korea berkempanye agar publik sadar terhadap bahaya virus Mers. Mereka berusaha keras membatasi penyebaran penyakit mematikan itu.

Berapa duit yang dihabiskan Korea hanya gara-gara seorang warganya terserang Flu Onta? Banyak banget.

Lha, di Indonesia kini malah ada yang kampanye agar kamu minum kencing Onta. Orang seperti ini memang repot cara mikirnya. Mungkin mereka ini kalau memakai deodorant bukan dioles di ketiak, tapi malah dikemut.

Jadi mending gak usah didengerin deh ocehannya. Mau ustad kek, mau ulama kek. Kalau nyuruh kamu minum kencing Onta, anggap saja dia sedang ngemut Rexona roll on.

“Mas, kalau mereka yang lagi ribut soal mahar politik, itu lagi ngemut apa,?” Bambang Kusnadi memang pandai memancing.

“Ngemut bakiak, Mbang.”






Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.