Kolom Daud Ginting: DEKAPAN BUNDA (Quo Vadis Pilgubsu 2018)

Saat seorang bayi menangis cengeng atau rewel, jika bukan ibu kandung menggendong dan membujuk, malah sering si anak tidak diam dari tangisnya. Bahkan menangis makin menjadi-jadi. Bagaikan mujijat, jika seketika itu ibu kandung yang melahirkan menggendong, mendekap dan membujuk si bayi, tidak lama kemudian si anak terdiam dan nampak merasa nyaman dalam pelukan ibunya.

Sering kita berpikir, bayi berumur hitungan bulan belum mengenal raut wajah orang lain dengan benar, tetapi kenapa bayi bisa memilih dekapan mana yang membuatnya merasa nyaman?




Itulah keunggulan manusia dibandingkan primata lain, sejak lahir ternyata manusia tidak hanya mengandalkan panca indra memperoleh pengetahuan dan merasakan sesuatu. Anak bayi memiliki insting tajam mengenali siapa sesungguhnya ibu yang melahirkannya tanpa melulu mengandalkan ketajaman mata untuk visual, tapi mengandalkan mata hatinya.

Bayi juga mampu merasa dan membedakan dekapan paling memberi rasa paling nyaman. Dekapan ibu kandung memberi rasa paling nyaman bagi bayi karena dia bisa merasakan dan mengenal dengan benar mana detak jantung ibu kandungnya. Selama sembilan bulan (kecuali prematur) seorang bayi dalam kandungan seorang ibu maka dia paham betul yang mana detak jantung ibunya pada saat dia di dalam dekapan.

Bisa membedakan mana dekapan ibu, ayah atau orang lain saat dipeluk karena kedekatan bathin merupakan manifestasi cinta tidak tergantikan dan memiliki nilai mahal tak terbeli.

Quo Vadis Pilgubsu 2018

Konsekuensi modernisasi maka kehidupan demokratisasi menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, pemilihan langsung kepala daerah / Gubernur merupakan proyeksi hak tertinggi milik masyarakat, yaitu masyarakat menentukan siapa pemimpin sesuai harapannya, memilih langsung pigur yang dianggap mampu memenuhi keinginannya.

Selain aktual, mencermati perilaku menentukan pilihan masyarakat dalam Pilgubsu 2018 menarik dicermati, dan perlu dipertanyakan apa sesungguhnya motif utama menentukan pilihan masyarakat?

Secara kasat mata atmosfir gawean Pilgubsu 2018 terlihat ada trend baru muncul kerinduan publik melakukan perombakan suasana yang ada selama ini menjadi yang baru, membutuhkan sintesa melalui antitesa meruntuhkan thesis yang ada selama ini, terutama melenyapkan status quo yang buruk namun terpelihara dengan baik.

Masyarakat telah muak dan bosan dengan citra buruk Sumatera Utara selama ini yang identik dengan sarang pemimpin koruptor, pelayanan publik buruk dan elit penguasa hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Tidak dapat dipungkiri, kemunculan Djarot Saiful Hidayat ikut kontestasi Pilgubsu melahirkan harapan baru, menjadi stimulus antusiasme publik mendukung pemimpin yang dianggap memiliki kriteria sesuai harapan masyarakat untuk meretas citra buruk selama ini.

Fenomena ini merupakan perspektif sesungguhnya masyarakat ingin terjadi perubahan dan ingin memilih pemimpin baru yang mampu melakukan pembongkaran terhadap semua yang buruk selama ini dan menggantikannya dengan yang baru sesuai harapan masyarakat.

Keinginan masyarakat itu merupakan ekspresi terdalam kerinduan hati nurani yang selama ini kehausan bagai pengembara mencari oase.

Saat ini dirindukan pigur gubernur yang mampu berempati, mampu merasakan persis apa yang dirasakan masyarakat, bukan sekedar pemimpin simpatik. Masyarakat sudah enggan terhadap pemimpin yang hanya manis di bibir.

Gubernur Sumatera Utara mendatang diharapkan memiliki kemampuan kepemimpinan prima (Primal Leadership), yaitu pemimpin yang mampu menyelami apa yang sedang dirasakan masyarakat dan kemudian mampu memenuhi harapan masyarakat dengan persis.

Pemimpin yang mampu menyelami apa yang sedang dirasakan oleh masyarakat hanya dapat terjadi apabila seorang pemimpin memiliki hati nurani bersih dan bening, serta menjadikan hati nurani sebagai hukum tertinggi dan sebagai pilar kebenaran. Hati kecilnya tidak dirampas oleh nafsu atau birahi ingin memenuhi kenikmatan pribadi semu, tetapi dibutuhkan pemimpin yang memiliki cinta untuk memberi terbaik bagi sesama umat manusia karena panggilan jiwa.




Untuk mewujudkan terpilih Gubernur Sumatera Utara yang memiliki karakteristik baik dan mengutamakan peningkatan layanan serta kesejahteraan bersama sudah tiba saatnya bagi semua pihak mengandalkan hati nurani dan dibutuhkan kemauan mendengarkan apa sesungguhnya isi hati kecil kita.

Hati nurani sesungguhnya tidak pernah berbohong. Hati nurani selalu menyuarakan kebenaran, selalu mengingatkan mana yang baik dan benar. Hati nurani selalu setia dengan keberadaannya walau sering diabaikan atau ditelikung oleh hawa nafsu buruk, namun kapan saja dan dimana saja hati nurani akan selalu setia dan terbuka menerima kita ketika kembali ke padanya.

Kembali lah ke hati nurani kita !!!

Jika kita telah kembali dan bersemayam ke dalam dekapan hati nurani maka akan mampu memilah siapa sesungguhnya calon pemimpin yang mampu menyelami isi hati dan detak jantung masyarakat, dan kemudian mampu membedakan siapa pemimpin yang tepat sesuai dengan harapan.

Akhir Kata “Selamat Berpikir Merdeka !!!”

Taneh Karo, awal Februari 2018











One thought on “Kolom Daud Ginting: DEKAPAN BUNDA (Quo Vadis Pilgubsu 2018)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.