Kolom Boen Safi’i: ADA SEBUAH CERITA TENTANG SUNAN KUDUS

ILC lagi-lagi saya melihat si kadal Mesir Tengkuzul muntruk congor e. Demi melampiaskan hasratnya yang sangat membenci pemerintah, Si Tungkuzul menggadaikan agama untuk kepentingan politik sesaat. Si kadal Mesir ini berkata: “Apa salah kami umat Islam jika menegakan Al Maidah 51? Kami hanya menjalankan perintah ALLOH, ko. Kenapa kami dituduh intoleran? Kenapa kami dituduh yang macam-macam?”

Wooiii, tangi Tad, bangun …. bangun. Negara iniĀ bukan khilafah atau daulah Islamiyah ataupun berbentuk kesultanan. Yo jelas intoleran lah sir Mesir? Lha, wong UUD 1945 jelas mengatakan: “Semua warga negara Indonesia berkedudukan sama baik hak dan kewajiban.” Negara dibentuk atas dasar kesepakatan dari berbagai suku, etnis, agama yang sama-sama punya saham dalam kemerdekaan.




Tad, ada sebuah cerita tentang Sunan Kudus yang mengharamkan daging sapi pada saat idhul korban kala itu. Sang Sunan pun diprotes keras oleh para santrinya. Dengan senyuman yang menentramkan hati bagi siapapun yang melihat beliau, sang Sunan pun berkata kepada santrinya: “Iya, saya tau daging sapi itu halal. Tetapi, bila kalian nekad menyembelihnya, maka pertumpahan darah antara kalian dengan umat Hindu tak akan terelakan.”

Karena umat Hindu menganggap sapi adalah hewan yang suci, maka penduduk Jawa yang waktu itu masih banyak menganut Hindu Budha akan sangat teramat tersinggung dengan tindakan Sunan Kudus dan para santrinya. Maka dengan sikap bijaknya, sang Sunan pun lebih mendahulukan manfaatnya daripada kemudharatanya, maka korban sapi pun diganti dengan kerbau. Lebih utama mana kebaikan semu daripada pertumpahan darah yang tiada gunanya?

Begitulah Indonesia ini, Tad. Begitulah ajaran NU yang saya resapi selama ini. Meskipun kebaikan, tetapi bila mengandung kemudharatan yang banyak, maka hukumnya wajib aib untuk dihindari. Bukankah Tuhan menciptakan semua makhluk di dunia ini untuk saling kenal mengenali? Bukankah yang paling berhak membenci, menghidupkan, mengurusi dan mematikan semua makhluk hanyalah diriNya?

So, kenapa ente memaksakan suatu “kebaikan” tetapi mengandung banyak sekali kemudharatan? Adakah donatur yang selama ini membiayai setiap congor congormu itu, Tad? Adakah kepentingan duniawi di balik omonganmu yang selalu berlindung di balik kalam Illahi? Gusti ALLOH mboten sare jul, sekali lagi Gusti ALLOH mboten sare? Sopo nandur, yo iku seng bakal manen.

Benar kata-kata dari Pak Mahfud MD: “Agama Islam itu berarti kedamaian, maka bila hidup anda masih terganggu dengan hinaan, cibiran atau ibadah dari umat non muslim lainnya maka saya sangsi kalau anda ini Islam atau orang yang damai hidupnya.”

Ya, Jabbar Ya Qohhar.

Salam Jemblem.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.