Kolom Andi Safiah: SAYA BERPIKIR MAKA SAYA ADA

Saya sering kali dicap sebagai manusia yang doyan “menghina” sebuah konsep, terutama konsep-konsep agama yang menurut akal sehat saya justru doyan “menistakan” akal hingga eksistensi manusia.

Jangankan agama, Tuhan sekalipun sering saya dekatin dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti: Benarkah Tuhan ada? Kalau ada mengapa Tuhan membiarkan berbagai macam persoalan kemanusiaan yang justru berdiri di atas nama Tuhan?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini bukan saya saja yang mengajukan. Tapi, saya kira hampir semua manusia waras yang pernah berjalan di atas permukaan planet ini pernah mengajukan pertanyaan yang sama dan sampai saat ini, polemik soal Tuhan tetap berlanjut.







Pro dan kontra atas dinamika ketuhanan juga pernah dilewatin dan dipertentangkan serius oleh Freud dan C.S Lewis, lewat buku “The question of God”. Bagi saya, justru menarik ketika arena perdebatan soal Tuhan bergeser dalam ruang-ruang virtual, yang sedikit mirip dengan apa yang terjadi di masa lalu-lewat buku-buku monumental. Antara si A dan si B saling menjawab melalui karya-karya dengan mengajukan argumen-argumen terbaiknya.

Tidak heran misalkan lahir orang-orang besar seperti Nietzsche, Bertrand Russell, Hitchens, Sam Harris, Dawkins, Socrates, Einstein, Thomas Paine, Voltaire, Spinoza, etc. Mereka inilah yang kemudian membentuk peradaban manusia modern saat ini. Tanpa pikiran-pikiran visioner mereka untuk kemanusiaan, saya kira kita tidak akan pernah sampai pada peradaban Informasi saat ini, dimana karya-karya mereka bisa kita akses dengan sangat bebas dan terbuka.

Saya pribadi hanyalah seorang yang selalu ingin mempromosikan kebebasan berpikir, karena saya menyadari bahwa kemerdekaan yang paling murni selalu dimulai dari pikiran. Pikiran yang masih terjebak dalam dogma tidak akan mengerti arti subtansial dari kemerdekaan, atau dalam bahasa Revolusi Prancis ‘Liberte’.

Seorang “pemikir” apalagi mengklaim diri sebagai pemikir liberal tidak akan alllergi dengan yang namanya kritik, apalagi bersikap idiot terhadap sebuah kritik. Kita belum terbiasa berbeda secara terbuka, masih ada benteng besar yang cukup kokoh dalam pikiran kita, yang kemudian menghambat proses berpikir, dan saya selalu menyebut itu agama dan Tuhan.

Inilah tembok besar yang harus dirobohkan terlebih dahulu, baru kita akan bisa menikmati proses berpikir yang merdeka, berdaulat sebagai manusia.

I think therefore I am, Descartes pernah mengucapkan itu sebagai pertanda bahwa dia adalah manusia yang eksis. Tanpa pikiran manusia tidak layak disebut manusia, karena kekuatan terbesar manusia ada dalam pikirannya.




Jadi, membungkam warga negara yang menggunakan pikirannya dalam menjalankan aktivitas-aktivitas kewarganegaraannya adalah sebuah kesalahan fatal dan itu bisa mengakibatkan sebuah negara terjun bebas dalam kebodohan massal yang pernah kita kenal dengan sebutan “the dark ages”.

Memproteksi ruang pikiran bebas telah menjadi tugas fundamental sebuah negara demokrasi waras. Makanya saya akan terus bekerja untuk mempromosikan kebebasan berpikir, karena hal itu adalah hak asasi paling fundamental dari seorang individual.

#Itusaja!

HEADER: Foto model SORA SIRULO (Yanti beru Ginting) di Pulau Penang (Malaysia)








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.