Kolom Eko Kuntadhi: UNTUK APAKAH MEREKA MERUSAK RUMAH IBADAH?

Sebuah Gereja Katolik di Palembang, kini rusak parah. Padahal baru saja diresmikan minggu lalu. Tengah malam, 6 orang dengan berboncengan 3 sepeda motor mendatangi gereja. Mereka langsung menyerang bangunan.

Membobol pintu dengan palu, melempari kaca jendela dengan batu, membakar kursi-kursi, dan mengobrak abrik isi gereja. Altar tempat nama Tuhan disebut dengan khusyuk, terlihat bergelimpangan.

Perusaknya, pasti bukan orang beragama. Jikapun mengaku beragama, tapi gagal bertuhan. Penganut kristiani tidak mungkin merusak rumah ibadahnya sendiri. Penganut Hindu terlarang untuk melakukan tindakan adharma. Penganut Budha, pasti mengikuti jejak Sang Sidharta untuk menyebarkan kasih sayang kepada seluruh alam.







Penganut Islam, tentu meyakini makna sebuah ayat dalam Alquran (QS 22: 40).

“…seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, rumah ibadah Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah…”

Allah menolak keganasan manusia yang merusak rumah ibadah. Seperti juga Kanjeng Nabi melarang umatnya merusak rumah ibadah agama lain, bahkan dalam keadaan perang sekalipun.

Alquran menyebut mereka ganas. Ya, ganas karena tidak punya penghormatan kepada tempat dimana nama Tuhan disebut dengan khusyuk.

Mestinya agama hadir untuk memberikan kesejukan. Bukan melahirkan kebiadaban. Semestinya agama lahir untuk saling berebut menyerukan kebaikan, bukan saling menistakan satu sama lain.

Jika perusakan sebuah ibadah justru dilatarbelakangi oleh pemahaman terhadap agama, betapa menyedihkan hidup kita. Sebab ajaran Tuhan dipersepsikan begitu beringas dan culas.

Padahal Tuhan memerintahkan umatnya untuk rendah hati, memahami dirinya sebagai mahluk yang tidak sempurna. Tempat salah dan khilaf. Ajaran agama mestinya membuat penganutnya menyadari kekerdilannya.

Ketika sebuah rumah ibadah dirusak, untuk siapakah tindakan itu dilakukan?

Ah, nama agama sedang diperkosa untuk kepentingan politik. Untuk merayakan keberingasan. Untuk kekacauan yang disengaja.

Padahal Allah sendiri murka. Padahal Kanjeng Nabi membenci tindakan seperti itu.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.