Saya Jelaskan, Saya Adalah Suku Karo

Oleh: Karolina Kaban

 

Ketika saya ke Aceh pada tahun 1996, saya bangga karena semua kedai-kedai kopi memasang keyboard Karo. Ketika bersama teman-teman di Litsus sebelum kerja magang di PT Arun, maka kita di Litsus dulu dipaparkan juga bahwa salah satu diantara 11 suku yang ada di Aceh adalah Suku Karo.

Saya dan temen-temen yang orang Karo langsung berpandangan satu sama lain. Wooow gitu, bangga.

Ketika saya bertugas di pedalaman Kalimantan tahun 1998, masih berhadapan dengan kaum yang belum berpakaian lengkap seperti kita. Mereka tidak tahu siapa Karo, yang mereka tahu adalah Batak. Karena duluan orang-orang Batak yang pergi merantau. Karena itu, setiap hari, setiap ketemu orang setempat, mereka sapa “Horas”. Saya langsung membantah.




Sapa saya dengan “Mejuah-juah”, saya katakan, dan menjelaskan bahwasanya saya bukan Batak tapi Karo. Demikian satu per satu saya menjelaskan.

Ketika saya pindah lagi ke kota lain, tetep saya lakukan hal yang sama: “Saya adalah Karo.”

Apakah saya kekurangan rejeki karena itu? Tidak. Apakah saya kekurangan teman? Tidak.



Ketika meningkatkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi (UGM), dosen saya menyapa “Horas”, tetep saya sahut “Mejuah-juah” dan menjelaskannya. Setiap bertemu saya sekarang ini, mereka menyapa dengan “Mejuah-juah”.

Apakah saya jadi terhambat dengan sebutan Suku Karo? Tidak sama sekali. Setiap tugas wajib ke daerah lain pada saat saya pendidikan, apakah saya ada kendala ketika saya mengaku Kalak Karo? Tidak.

Jadi, bagi Kalak Karo, banggalah atas jati dirinya yang sudah diturunkan nenek moyang Kalak Karo.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.