Kolom Eko Kuntadhi: DEMO BURUH PARPOL

Demo hari buruh tahun lalu, yang jadi sasaran adalah karangan bunga di Balaikota. Mereka membenci bunga-bunga yang disampaikan rakyat sebagai simpati pada Ahok. Tapi buruh di bawah komando Said Iqbal itu, tidak suka.

Entahlah, saya juga baru tahu ternyata ada doktrin gerakan buruh yang wajib memusuhi bunga-bunga.

Atau begini. Said Iqbal sendiri adalah Caleg PKS di Pilpres lalu. Jadi buruh-buruh di bawah asuhannya digiring untuk menyuarakan kepentingan PKS. Makanya, mereka membenci karangan bunga di balai kota sebagai simpati rakyat kepada Ahok.

Tahun ini, tidak ada bunga yang dimusuhi buruh kelompok Said Iqbal. Demo buruh kali ini dilakukan dengan cara deklarasi dukungan pada Prabowo sebagai Capres. Wajar. Sekali lagi wajar mengingat latar belakang politik Said Iqbal sebagai mantan Caleg PKS.

Demo Mayday tahun ini, di tangan Said Iqbal seperti demo anggota Parpol. Nuansa kepentingan Parpolnya sangat kental dibanding isu buruhnya. Sementara aspirasi buruh sebagai kelas pekerja sendiri ketelingsut entah ke mana.

Wis, gak apa-apa. Mungkin buruh di bawah asuhan Said Iqbal memang hadir bukan untuk memperjuangkan aspirasi buruh. Tapi memperjuangkan isu Parpol. Salah satunya memperjuangkan Prabowo untuk jadi Presiden. Soal upah, soal aturan kerja, soal isu perburuhan, biarkan itu diperjuangkan kelompok buruh lainnya.

Ada juga kelompok buruh yang mendukung Jokowi. Misalnya buruh di bawah Andi Nuawea. Tapi, kemarin mereka tidak menampilkan spanduk dukung mendukung itu.

Ada yang seru juga di Bandung. Demo Mayday menyisakan oret-oretan di tembok. Sasarannya adalah tembok Starbuck. Kita gak tahu apa yang diprotes buruh kepada Starbuck. Apakah demo itu sebagai pengejawantahan ceramah Somad yang bilang minum kopi di Starbuck itu haram?

Bukan hanya Starbuck, kali ini demo buruh juga menyuarakan kebencian pada World Bank. Corat-coretnya mengarah ke sana.

Isu mengenai World Bank ini karena ada rencana pertemuan IMF-WB yang akan digelar bulan Oktober nanti di Nusa Dua Bali. Dalam isu ini, sikap politik Gerindra menolak pemerintah memfasilitasi pertemuan ekonomi dunia itu. Sikap itu sama dengan ekspresi buruh di Bandung.

Lain Bandung, lain lagi Jogja. Di sana mahasiswa juga ikut meramaikan hari buruh. Mereka melakukan demonstrasi, tapi isunya bukan hanya kepentingan buruh. Ada banyak agenda yang diteriakkan. Salah satunya menentang Kesultanan Jogja. Sayangnya ekspresi penentangan itu diwarnai dengan statemen ‘Bunuh Sultan’.

Ini membuat sebagian warga Jogja marah. Mereka merasa ungkapan Bunuh Sultan itu sebagai ancaman terhadap rajanya. Respon masyarakat Jogja pada kedegilan itu dilakukan dengan cara menyerang pelaku demo, mendesak mereka masuk ke Kampus.

Anarkisme mahasiswa juga diekspresikan dengan membakar sebuah pos polisi. Ada banyak bom molotov yang disiapkan untuk aksi ini. Untuk sampai tahap vandalisme seperti itu, mereka telah melengkapi diri dengan pakaian tertutup. Jadi ketika ingin diabadikan dengan video, wajahnya tidak terlihat.

Selain teroris yang selalu menyerang polisi, rupanya demo mahasiswa pada hari buruh ini juga sasarannya sama: Polisi!

Anomali demo buruh belakangan ini memang agak aneh. Mereka tidak lagi fokus menyuarakan isu-isu ketenagakerjaan. Buruh seolah ingin melupakan kepentingannya sendiri, dan kini lebih menjunjung kepentingan Parpol.

Akibatnya, kita jadi jadi susah membedakan mana demo buruh, mana aksi partai politik.

“Mungkin buruh kita sudah sejahtera. Jadi mereka mau membantu kepentingan parpol yang belum sejahtera,” ujar Abu Kumkum.

“Kalau Said Iqbal, sudah sejahtera belum, kang?”

“Ohh, dia mah mantan sejahtera. Maksudnya mantan Caleg Keadilan Sejahtera…”

Mbuhhh…







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.