Kolom Eko Kuntadhi: SEMUA DIBORONG ROY

Ada yang bertanya, gimana soal anak telanjang dada yang mengancam dan melecehkan Presiden? Apakah harus dimaafkan seperti anak tukang bakar sate yang memposting gambar editan vulgar dulu?

Saya sih, mikirnya itu dua kasus yang beda. Pada penghinaan lewat gambar, pelakukanya sembunyi, maksudnya tidak menampakkan dirinya. Kesan menantang tidak ada, yang ada hanya kesan menghina.




Ujung-ujungnya jika Presiden memberikan maaf, kasusnya bisa saja dihentikan. Selain yang positing juga masih bocah yang terprovokasi oleh lingkungannya.Berbeda dengan kasus Roy, anak yang petantang petenteng melalui video kemarin. Dia berani menunjukan wajahnya. Sengaja merekam dan memviralkan. Menghina dan mengancam Presiden secara terang-terangan. Terbuka. Dengan kata-kata kotor. Ada kesan menantang.

Ok, katakan itu hanya tindakan main-main ulah dari anak nakal. Tapi main-main sampai menghina simbol negara, sepertinya keterlaluan. Jika hinaan itu didiamkan atau proses hukumnya tidak berlanjut, ini akan jadi preseden buruk. Akan muncul isu, kalau anak orang kaya dan dari etnis tertentu pemerintah gak berdaya.

Di lapangan sudah mulai ada yang membakar ini. Jadi, bayangkan posisi pemerintah. Ingin mencoba bijak melihat kasus itu sebagai persoalan kenakalan anak dan gak perlu dihukum juga, dampaknya justru buruk bagi citra pemerintah dan kepolisian. Jika dihukum dengan keras, toh Roy masih bocah. Dia cuma bocah gemblung, gak peka, sok jago dan goblok.

Jadi, gimana sepantasnya? Saya sih, tetap memandang anak itu perlu diproses secara hukum agar semua orang merasa setara di depan hukum. Jika tidak, maka hinaan dan ancaman kepala negara dengan maksud melecehkan simbol-simbol negara, nantinya akan semakin banyak. Ketika mereka ditangkap, dalihnya merujuk ke Roy.

“Dulu ada anak menghina dan pengancam kepala negara gak diapa-apain. Gak dihukum sama sekali. Hukum harus adil, dong.”

Saya sebenarnya kasian sama Roy. Anak ini, karena kesombongannya harus menerima konsekuensi yang gak ringan. Suasana politik ikut menentukan masa depan bocah gemblung itu.

“Mas, anak muda nakal itu wajar. Ada anak sombong, juga bisa dimaklumi. Mereka yang sok jago juga gak sedikit. Kita juga bisa mengurut dada kalau ada anak dungunya minta ampun. Tapi kalau ada anak nakal, sok jago, sombong, dan dungu sekaligus, memang merepotkan,” ujar Abu Kumkum.

“Iya, Roy kok memborong semuanya, ya?”

“Saya ada usul, biar dia insaf.”

“Apaan, kang?”

“Kenalin ke Sandi, biar dikasih minum air tinja…”







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.