Kolom Eko Kuntadhi: MAFIA SWEEPING, MAFIA THR, MAFIA BERAS. MAFIA PATHOK!

Puasa ini lebih adem dari biasanya. Mungkin karena aktor utama yang suka bikin keributan sudah beberapa lebaran gak pulang. Akibatnya, aktifitas sweeping warung makan mereda. Kita wajib berterimakasih atas kesediaannya secara sukarela buron ke Saudi sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Kita tidak tahu apakah buronnya orang yang berpuasa terhitung dapat pahala. Tapi yang pasti dengan buronnya seseorang, telah membuat kita jadi lebih khusyuk menghadapi bulan suci.




Aktiftas mafia sweeping sudah berkurang sekarang. Syukurlah.

Yang belum tertangani tuntas adalah mafia THR. Apalagi di Jakarta sekarang mulai lagi beredar surat dari mafia THR ke kantor-kantor. Mereka minta duit. Minta begitu saja, kayak ketemu orang di pinggir jalan lalu dia ngomong, “Minta duit, dong.” Enak banget, ya. Kerja kagak, bantuin kagak, tiap lebaran minta THR.

Kata Anies Baswedan, gak apa-apa Ormas minta THR, yang penting gak maksa. Lha, kalau gak ada unsur maksa, siapa juga yang mau ngasih duit? Sedikit banyaknya, adalah unsur maksa itu. Wong ini Ormas, yang bisa demo dan ‘jaga keamanan’. Saya rasa jika tunjangan operasional Gubernur DKI yang Rp 5 miliar setahun dibagikan jadi THR Ormas, omongan Anies itu akan lebih bermakna.

Tapi, kita berdoa saja semoga pengemis THR itu bisa menikmati lebaran dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Rasa aman ke dua, harga-harga kebutuhan pokok yang biasanya pada saat puasa dan lebaran melompat-lompat seperti Kanguru, kini cenderung melata seperti ular. Memang di awal Ramadhan ada sedikit peningkatan, khususnya harga beras. Tapi belakangan melandai.

Ibu-ibu ke pasar membawa duit dengan jumlah seperti biasa. Padahal dulu, setiap Ramadhan emak-emak selalu dirundung suasana duka sehabis pulang dari pasar. Wajahnya kelu. Dasternya lecek. Harga-harga melonjak, sedangkan gaji suami no up-up.

Tapi, ada orang tetap saja dengan nyinyirannya bahwa harga bahan sekarang mahal. Ketika diminta datanya malah merujuk harga bawang di tukang sayur. Iya, itu salah satu indikasi, tetapi gak bisa dijadikan patokan keseluruhan.

Kalau mau cek berapa jumlah kenaikan harga rata-rata, yang bisa dijadikan patokan adalah angka inflasi. Bukan angka kata orang.

Data BPS, inflasi yang disumbang bahan makanan pada 2017 hanya 1,26%. Artinya selama 2017 secara rata-rata harga seluruh bahan makanan hanya naik 1% lebih. Bandingkan dengan 2013, inflasi bahan makanan mencapai 10,57%. Demikian juga saat lebaran, kenaikan rata-rata bahan makanan pada 2013 mencapai 3%, sementara pada 2017 hanya 0,22%.

Sebelum tahun 2015 tingkat inflasi rata-rata kita mencapai 8,5% setahun. Ada yang membanggakan bahwa, sebelum Jokowi, pertumbuhan ekonomi rata-rata bisa mencapai 7% setahun. Nah, kalau tingkat inflasinya 8,5%, bearti rata-rata rakyat nombok atau berkurang kesejahteraannya.

Bandingkan dengan beberapa tahun terkahir ini. Inflasi rata-rata hanya 3% sampai 4% saja. Okelah karena kondisi global pertumbuhan ekonomi masih 5,02%.Tapi itu artinya rakyat masih surplus. Masih ada peningkatan kualitas hidup.




Pemerintah tahu, kenaikan harga, apalagi bahan pangan seringkali diakibatkan karena para mafia yang menimbun barangnya sehingga harga terkerek naik. Ini sudah jadi rahasia umum. Pemainnya juga sudah bisa ditebak. Tetapi, sejak dulu, dibiarkan saja mencekik leher rakyat.

Sejak awal pemerintahan Jokowi yang dilakukan adalah perang melawan mafia ini, sebuah kelompok orang yang biasanya dibeking pejabat atau aparat mengambil untung dengan cara mendistorsi mekanisme ekonomi.

Mafia migas dihabisi oleh Jokowi dengan membubarkan Petral. Kini mafia pangan sedang ditangani lebih serius. Buktinya, Jokowi menunjuk Budi Waseso yang biasa menangani narkotika untuk memimpin Bulog.

Penunjukan ini bukan tanpa makna. Kenapa Bulog dipimpin oleh seorang petinggi polisi yang sebelumnya mangkal di Bareskrim dan BNN? Sudah pasti ada yang mau ditangani serius dari jaringan mafia pangan yang selama ini dianggap menyusahkan rakyat. Usaha boleh saja, tetapi mengakali keadaan dengan menimbun bahan pangan agar harganya naik, itu termasuk kurang ajar.

Kepemimpinan Budi Waseso di Bulog membuat orang ngeri mau main-main dengan stok beras. Kita rasakan sekarang, harga beras dan kebutuhan pokok cenderung santai saja menghadapi puasa dan lebaran. Bahkan, pada April 2018, inflasi yang disumbang sektor bahan makanan hanya 0,1%. Jauh lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya sesaat memasuki Ramadhan.




Kita tahu mengurus negara itu, gak bisa lembe-lembe dan bermodal prihatin saja. Jika berkenaan dengan kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dibutuhkan juga ketegasan. Jangan kita biarkan sebuah sektor penting dikuasai mafia. Mafia sweeping sudah kabur sendiri karena chat mesum. Mafia THR masih didukung Pemda. Mafia migas yang bercokol di Petral sudah dibubarkan Jokowi. Kini Budi Waseso diturunkan untuk melibas mafia pangan.

Mafia pangan ini tumbuh karena diberi keleluasaan oleh menteri yang dulu berasal dari partai sapi bongkrek. Sekarang, ketika sudah tidak menjabat, cecungguknya disuruh teriak-teriak bahwa harga pangan mahal. Lantas mereka ramai-ramai bikin hastagĀ #2019GantiKalendar

“Mas, Bambang, nanti pas mudik saya nitip mafia, ya,” ujar Abu Kumkum.

“Mafia apaan kang?” Bambang Kusnadi heran.

“Mafia pathok!”








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.