Kolom Juara R. Ginting: MARK UP DANA PROYEK LRT PALEMBANG

Menurut Prabowo ada mark up (penggelembungan) biaya LRT Palembang. “Di dunia, 1 Km [biaya pembangunan LRT] $ 8 Juta, di Indonesia, 1 Km $ 40 Juta,” kata Prabowo.

“Coba bayangkan saja, berapa mark up yang dilakukan pemerintah untuk 1 km pembangunan LRT. Jika 8 juta dolar itu saja udah mendapatkan untung, apalagi kalau 40 juta dolar,” kata Prabowo saat sambutannya dalam acara silaturahmi kader di Hotel Grand Rajawali, Palembang [Kamis 21/6] sebagaimana diberitakan oleh detik.com (lihat juga rekaman videonya di bawah).




Kita mendengar juga ucapan Prabowo, setelah mengungkapkan “fakta korupsi” itu, bahwa pemerintah yang sedang berkuasa takut kepadanya; karena dia mengetahui kebocoran uang negara dengan cara mark up pembangunan LRT Palembang.

Lalu, Kepala Proyek LRT Palembang (Mashudi Jauhar) menanggapi tudingan “fakta korupsi” dari Prabowo ini dengan menanyakan sumber datanya sehingga Prabowo menyimpulkan ada “fakta korupsi”. Prabowo menjawab pertanyaan Mashudi dengan mengatakan data mengenai indeks harga proyek LRT sedunia didapatnya dari Anies Baswedan. Ketika wartawan coba mengkonfirmasi Anies, Anies justru meminta wartawan mencari data indeks harga proyek sedunia (tanpa mau tahu wartawan mendatanginya hanya untuk mengkonfirmasi apakah benar data itu didapat oleh Prabowo dari dirinya sebagaimana dikatakan oleh Prabowo).




Hingga saat ini, kita belum bisa memastikan pihak mana yang benar; apakah pihak pelaksana proyek LRT Palembang (Pemerintah RI) atau pihak Prabowo. Kita juga tidak tahu di pihak mana Anies berada. Terkesan dia tidak mau memberi jawaban tegas apakah benar dari dia Prabowo mendapat data itu atau Prabowo hanya mendalihkannya. Kalau memang benar dari dia, apakah itu penyampaian secara serius atau hanya gurauan sambil makan dodol Lebaran?

Tanggapan dan paparan Yusuf Muhammad tentang ucapan Prabowo cukup menarik. Setelah memaparkan biaya masing-masing 2 proyek LRT di Malaysia dan 1 di Filipina, dia mengatakan: “Dari perbandingan data di atas, sebetulnya angka 40 juta Dolar/Km ini masih wajar. Kalau Prabowo klaim 8 juta dolar/km maka itu yang wajib dipertanyakan. Sumbernya dari mana? Kok bisa murah banget kayak harga gorengan? Apalagi konstruksi LRT Palembang dibuat tipe melayang (elevated), otomatis biayanya relatif lebih tinggi dibanding tipe darat (grounded).” (Lihat paparannya di SINI).

Kini, timbul pertanyaan di benak, apakah Prabowo tidak menyadari bahwa ini persoalan serius? Menurut hemat saya, ini jelas persoalan serius dan teramat serius karena:

1. Kalau fakta korupsi yang dituduhkannya tidak benar, berarti dia sudah melakukan tindakan fitnah. Apakah di negara kita ini fitnah-fitnah seperti ini bebas dilakukan oeh siapa saja atau oleh orang-orang tertentu seperti Prabowo? Seorang negarawan lebih baik memberi contoh yang baik daripada meniru-niru Soekarno dalam berpidato.

2. Kalau memang benar telah terjadi fakta korupsi berdasarkan data-data yang ada, mengapa dia terkesan tidak serius mengungkapkannya? Tunjukkanlah bahwa dirinya punya rasa tanggungjawab terhadap perjalanan bangsa dan negara ini dengan betul-betul mengungkapkannya secara terbuka; baik melalui jalur hukum ataupun sekedar pencerahan terhadap rakyat kebanyakan melalui media-media sosial maupun konvensional.

3. Benar atau tidak benar, terkesan Prabowo lebih asyik dengan jualan politik untuk pencapresannya dan kemenangan partainya di Pilkada serentak dan Pemilihan Legislatif secara nasional maupun kedaerahan daripada membuktikan kebenaran tuduhannya demi pencerahan terhadap masyarakat luas.

Sebagaimana dikatakan oleh M.U. Ginting dalam komennya terhadap Kolom Sanji Ono di Sora Sirulo (Lihat di SINI), dia mengharapkan Prabowo bertindak sebagai oposisi yang berguna bagi Rakyat Indonesia.

“Kalau data dan bukti lengkap berapa dikorupsikan dan siapa yang korupsi . . . wow ini namanya oposisi yang briliant, dan berguna bagi bangsa ini untuk meringkus koruptor! Maju terus Pak Bowo, penjarakan koruptor dengan membentangkan data-data dan bukti konkret. Itu namanya capres yang jitu!” seru M.U. Ginting.




Hingga saat ini, permasalahan ini jelas belum tuntas. Ada 2 kemungkinan apa yang akan terjadi ke depan:

1. Terbukti bahwa Prabowo benar dalam mengatakan telah terjadi mark up dalam proyek LRT Palembang

2. Terbukti bahwa Prabowo hanya asal bunyi alias tukang fitnah karena tuduhan korupsi itu tidak dapat dibuktikannya atau oleh seseorang lain pun.

Bila yang pertama terjadi, Bumi Indonesia akan gonjang ganjing serta ribut sekali. Kans pencapresan Prabowo semakin besar dan bahkan bisa jadi memenangkan Pilpres 2019.

Bila yang ke dua terjadi, Prabowo masih diuntungkan oleh “telah mengalirnya issue korupsi ini ke bawah” sehingga mayoritas rakyat Indonesia, yang tidak bisa membaca data dan menganalisa fakta (apa itu data dan apa itu fakta pun mereka tidak mengerti) akan mempercayai telah adanya kasus korupsi yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa. Apalagi bila ulama-ulama pendukung Prabowo menggemakan tuduhannya itu lewat dakwah-dakwah.

Mereka semakin percaya pula karena dibumbui kalimat mitologis dari Prabowo: “Karena itu mereka takut pada saya.” (Membuat orang-orang terbayang pada kerisnya yang mungkin bisa terbang ke sana ke mari). Atau, bila tuduhan itu asal bunyi alias tidak terbukti, bisa akan terjadi gejolak dari kaum intelektual Indonesia yang akan membantai Prabowo habis-habisan secara media dan mungkin juga mempolisikannya.

Menanti dengan rasa waswas.







https://www.facebook.com/bahrunnajach.alfaqir/videos/530505737367783/

One thought on “Kolom Juara R. Ginting: MARK UP DANA PROYEK LRT PALEMBANG

  1. “Karena itu mereka takut pada saya.”

    wow . . politik ‘kris terbang’ sepertinya masih ada pasarannya . . .

    Tetapi korupsi, narkoba, terorisme . . . bukan lamunan, tetapi adalah kenyataan dengan data dan bukti lengkap. Dan 3 unsur penting ini adalah sebagai alat utama neolib internasional mencapai NWO. Dengan ‘kris terbang’ dan ‘takut pada saya’ sama sekali tidak ilmiah dan tidak akan bisa menang melawan NWO sebagai musuh utama rakyat dalam Kontradiksi Pokok rakyat-rakyat dunia sekarang ini, yaitu perjuangan dan perlawanan menentang ketidak-adilan, perjuangan kepentingan bangsa-bangsa dunia melawan kepentingan global neolib internasional yang mau mendirikan global hegemony kekuasaan tyrani globalis Deep State NWO.

    Prabowo dan Gerindranya mau berdiri dimana dalam kontradiksi pokok ini. Sebagai oposisipun harus bisa memilih dua kekuatan ini, begitu juga pemerintahan Jokowi/JK pun harus menetapkan dirinya berdiri dimana dalam soal ini. Bukti yang sudah ada ialah bahwa pemerintahan Jokowi/JK jelas berdiri dipihak perjuangan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Karena itu juga sebagian besar rakyat Indonesia mendukung. Kalau pemerintah ini berdiri dipihak neolib NWO itu, tidak perlu membangun, atau tidak perlu cari utang untuk membangun. Cukup dengan cari utang saja, dan membiarkan peningkatan korupsi (salah satu alat utama neolib NWO itu).

    Pemerintahan sekarang bisa dilihat perbedaannya dengan pemerintahan lalu dimana tidak ada pembangunan atau pembangunan mangkrak sangat banyak karena korupsi banyak. Inilah politik membangkrutkan satu bangsa, politik pembangkrutan nation-nation dunia dengan korupsi tanpa pembangunan, tanpa perkembangan industri, tanpa peningkatan kesadaran dan pengetahuan rakyat. Inilah jalan mulus yang diharapkan oleh penggagas NWO, bagian dari taktik divide and conquernya dengan memanfaatkan oposisi di tiap negeri nasional.

    Oposisi pada umumnya tidak menyadari soal penipuan NWO ini. Karena itu Gerindra Prabowo patut menentukan lebih dahulu dimana dia berdiri dalam kontradikis pokok dunia tu, sehingga bagi rakyat banyak juga jelas apakah oposisi benar-benar menginginkan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai oposisi atau berada dipihak neolib NWO itu yang menginginkan dan mengusahakan kekacauan dan pecah belah dikalangan publik, atau hanya supaya ‘mereka takut pada saya’.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.