Kolom Ganggas Yusmoro: APAKAH AGAMA MUTLAK MEMBENTUK KARAKTER?

“Pertanyaanmu semakin aneh, saudaraku. Tentu butuh sebuah jawaban yang aktual, tajam dan terpercaya,” itu jawabanku ketika seorang temen menanyakan sebuah hal seperti judul di atas.

“Waduuhh, seperti iklan TV saja sampeyan, Mas. Mbok yao ditambah seperti TV sebelah, TV anu memang beda. Gini lho, Mas, mumpung ketemu dengan sampeyan. Gak apa-apa, toh? “




“Jadi sampeyan mau jawaban? Sampeyan kenal Buya Syafii?” Dia mengangguk.

“Kenal Amin Rais?” Dia mengangguk lagi.

“Beliau-beliau dari Ormas perguruan mana?”

“Muhammadiyah.”

“Itu contoh yang nampak, Mas. Dari ajaran yang sama namun karena manusianya berbeda, out putnya juga beda. Contoh lain, banyak yang sekolahnya bahkan ke Mesir, hafal luar dalam Kitab Suci, keningnya hitam, katanya karena nyembah Tuhan. Namun, ternyata banyak yang terlibat kriminal, menipu, maling, korupsi, berbuat susilo, eehh…. asusila dengan santriwatinya ..”

“Jadi, agama tidak menjadi tolok ukur?”

“Kamu lihat anak-anak yang bermain bola di sana? Mereka begitu ceria tanpa memandang suku, tanpa memandang kasta. Tanpa memandang warna kulit. Apakah mereka sudah mengenal agama? Belum. Hati dan jiwa mereka belum terkontaminasi oleh kepentingan termasuk agama. indah, bukan?”

“Jadi, agama yang baik bagaimana?”

Dia kucubit. “Sakit?”

“Ya, sakitlah, mas ini ada-ada saja.”

“Nah, kalau ada yang mengaku beragama namun suka mencubit dengan omongan dengan ayat, merasa paling bener, merasa kelompoknya yang punya surga, cenderung eksklusif, apakah itu baik?”




“Ya, gak lah..”

“Kebaikan, nilai kemanusiaan dan nilai kebijakan ada di hati setiap manusia. SepertI halnya Buya Syafii.”

“Lah, Pak Amin bagaimana?”

“Emang dia sudah jadi manusia?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.