Kolom Asaaro Lahagu: PEMBALASAN DENDAM MEMBABI-BUTA ANIES

Dendam kesumat Anies Baswedan saat ini semakin memuncrat. Pasca dipecat Jokowi dulunya, gemeretak gigi dendam Anies tak terlihat. Dendamnya selalu tersembunyi di balik senyumnya. Sisi kepribadian Anies yang pendendam akan terlihat pada beberapa fakta berikut ini.

Dendam Anies mulai terlihat sejak tahun 2014.

Saat itu, ia kalah dari Dahlan Iskan dalam konvensi penjaringan bakal Capres Partai Demokrat. Kekalahan itu begitu menyakitkan hati Anies. Ia pun mencari pelampiasan dendamnya. Lewat bantuan JK, Anies dimasukkan ke dalam Timses Jokowi pada Pilpres 2014 lalu. Dan, berhasil. Jokowi sukses mempermak Prabowo kala itu.

Lagi-lagi lewat bantuan JK, Anies diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Dendam Anies pun mereda. Malang bagi Anies. Ia dipecat Jokowi dari jabatannya karena dinilai tidak becus bekerja. JK yang full mem-back-up Anies, tak bisa berbuat apa-apa. JK hanya bisa menyimpan dendam kepada Jokowi dan mencari celah pembalasan dendam.

Sejak dipecat Jokowi, dendam membara Anies kembali memuncrat. Darahnya mendesir keras. Ia ingin membalas dendam. Sambil membungkus rapi dendamnya di balik kata-kata manis dan senyumnya, ia terus merengek secara senyap kepada JK. Anies terus terpuruk dalam dendamnya tanpa obat.

Bagai durian runtuh, Ahok melakukan blunder dengan menyenggol Al-Maidah. Bibit api membara dari FPI langsung dibakar. Kobaran api SARA yang disulut Buni Yani dengan kilat menyambar seluruh Jakarta dan wilayah sekitarnya. Insting jitu JK yang sudah 55 tahun makan garam politik muncul.

Dengan modal ayat dan mayat yang dibumbui SARA, JK dengan licik melobi Prabowo untuk mengusung Anies. Jadilah Anies menjadi Cagub DKI Jakarta melawan Ahok. Anies riang-gembira melonjak-lonjak. Senyum munafiknya dipasang menganga 24 jam. Dendam membaranya mendapat kesempatan emas pelampiasan.

Dalam sebuah acara debat dengan Ahok, secara terang-terangan, Anies mengatakan bahwa ia ingin memecat Ahok di DKI. Ucapan kata ‘pecat’ inilah bukti tak terbantahkan bahwa Anies masih dendam membara kepada Jokowi yang telah memecatnya dari kursi sangat empuk menteri.

Anies dilanda keberuntungan ayat dan mayat. Hanya 3 jam setelah quick count, beberapa survei menyatakan Anies sebagai pemenang. Anies di Posko pemenangannya menari dan melonjak. Tarian bangau pun diperagakan bersama Sandi. Anies sukses memecat Ahok.

Namun, ternyata, kemenangan Anies atas Ahok belum cukup. Baginya, skor kemenangan itu masih 1-1. Dendam Anies malah membara melihat Ahok yang dipenjara, dihujani rangkaian lilin dan bunga oleh pendukungnya. Sementara Anies yang menang, hanya mendapat seupil bunga. Anies pun berjanji kepada dirinya untuk tidak pernah mengunjungi Ahok di penjara. Dendam.

Dendam Anies berlanjut. Segala kebijakan Ahok yang sudah berjalan sukses di Jakarta diombrak-ambrik. Monas dibuka untuk berbagai acara agar rumputnya diinjak-injak. Tanah Abang dibiarkan semrawut dan pedagang disuruh berjualan di tengah jalan.

Tak puas sampai di situ, Anies kembali mendatangkan becak untuk menambah kesemrawutan Jakarta. Parkir liar, preman liar dan polisi cepek kini menjamur di segala sudut-sudut Jakarta. Lihatlah di bawah fly over Roxy Jakarta Barat. Di sana, saat ini, parkir liar merajela. Puluhan juta setiap hari retribusi parkir menguap dan jatuh ke tangan para preman liar.

Tetapi, Anies yang sejak awal jabatannya mengusung slogan pro pribumi belum puas membalaskan dendamnya. Dendamnya kepada yang non pribumi dia lampiaskan dengan menaikkan PPB 100%. Di Jakarta Selatan, pasca Anies menaikkan PBB, ada pemilik rumah yang membayar lebih Rp 30 juta PBB per tahun. Ke depan untuk mengusir orang-orang kaya di rumah mereka, Anies bisa menaikkan PBB 500%.

Dendam Anies terus berlanjut. Pengusaha yang sudah menghabiskan Triliun Rupiah untuk menimbun pantai Jakarta Utara dan membangun ruko-ruko di atasnya, disegel dan dihabisi oleh Anies. Bangunan yang sudah mendapat HGB pun di tanah reklamasi, disegel oleh Anies dengan alasan tak punya IMB. Apakah Anies puas? Tidak.

Etos kerja birokrat yang sudah berdarah-darah diperjuangkan oleh Jokowi dan Ahok di Jakarta, terus dihancurkan oleh Anies. Lihatlah di era Anies, para Lurah menjadi raja-raja baru. Mereka datang ke kantor siang hari. Para lurah dan camat saat ini sudah seenak jidat datang ke kantor. Mereka paham bahwa Anies sosok yang lembek pada aturan.

Urusan keluhan warga Jakarta sekarang tidak lagi langsung kepada Anies. Anies sangat benci laporan dan keluhan. Anies merancang taktik agar laporan disampaikan di kelurahan. Tujuannya agar nantinya si pelapor terpimpong ke sana ke mari sampai capek, lalu berhenti sendiri. Itulah tanda-tanda kehancuran Jakarta yang dimulai dari kehancuran birokrat oleh Anies.

Menjelang perhelatan Asian games, gerak Anies untuk mempercantik Jakarta adem-ayem dan dingin-dingin saja. Anies tanpa motivasi enggan mendukung perhelatan Asian games itu dengan sepenuh hati. Baginya Asian games itu adalah perhelatan Jokowi. Tak heran jika Menteri Basuki harus turun gunung di Jakarta untuk membenahi trotoar yang tidak kunjung diselesaikan oleh Anies.

Sepertinya Anies hanya sibuk dengan narasi kata dan solekan senyum manisnya. Di waktu luangnya Anies terlihat sibuk menarasikan 29 program suksesnya termasuk menggunting pita peresmian gardu listrik. Ia kemarin terusik ketika bendera negara-negara peserta Asian games dengan tiang bambu viral di sosial media.

Setelah viral bendera-bendera itu diturunkan oleh PPSU. Gilanya Anies, justru meminta agar bendera dengan tiang bambu dipasang lagi. Alasannya Anies adalah keberpihakan. Bambu adalah identitas jati diri rakyat Indonesia. Pengusahanya bambu adalah rakyat jelata. Nyatanya dendam Anies terlihat jelas ketika ia mengatakan bahwa pengusaha tiang besi adalah orang-orang kaya.

Dendam kualitas bambu ala Anies terlihat jelas ada kaitannya dengan pemecatan sekaligus 5 wali kota dan seorang bupati lewat telepon dan bahkan melalui WA. Sebelumnya Anies sudah memecat Kadis Perumahan yang gagal mewujudkan rumah irrasionalnya DP nol persen. Cara Anies memecat para kadisnya terkesan penuh dendam. Ia diam-diam memecat bawahannya dengan senyap tanpa bertatap muka.

Anies saat ini memang di bawah ketiak Taufik, sang mantan koruptor. Bisikan Taufik selalu membakar dendamnya. Pasca 6 bulan berkuasa, kini Anies sudah disetel oleh Gerindra dan lebih-lebih PKS yang minta jatah sejumlah kepala dinas yang basah. Sambil membalas budi pendukungnya, Anies menyelam sambil minum. Ia memecat bawahannya dengan semena-mena tanpa alasan.

Apakah dendam pecat ala Anies sudah memuaskan dirinya? Sama sekali tidak. Anies kembali merengek kepada JK agar mencari cara membalaskan dendamnya kepada Jokowi. Caranya lewat nyapres. Jika JK beberapa waktu lalu bergerilya bertemu SBY dan Ketua Golkar Airlangga, itulah adalah bagian dari pencaharian cara pembalasan dendam Anies.

Anies sangat berambisi menjadi Capres atau minimal Cawapres agar bisa memecat Jokowi. Jika sukses memecat Jokowi, maka skornya berubah dari 1-1 menjadi 2-1 untuk kemenangan Aneis. Itu baru memuaskan dendam kesumat Anies secara sempurna. Untuk sementara sebelum ada kesempatan melawan Jokowi, Anies membalaskan dendamnya kepada bawahannya di DKI dengan memecat mereka secara membabi buta. Begitulah kura-kura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.