Kolom Eko Kuntadhi: DEMO KARYAWAN GALAU

Persoalannya adalah Pertagas mau disatukan ke PGN. Jadi, untuk bisnis gas, pemerintah berharap hanya ada satu BUMN, yaitu PGN. Sementara Pertagas yang menjadi anak usaha Pertamina, harus merelakan diri bergabung dengan PGN.

Ini soal utamanya. Karyawan Pertagas yang selama ini mendapat berbagai kenikmatan bersatu di bawah naungan Pertamina jadi deg-degan. Bagaimana jika mereka harus menjadi ‘tamu’ di PGN nantinya?

Apakah kesejahteraannya akan sama? Apakah mereka akan mendapat posisi lebih baik? Apakah pengalaman kerjanya di Pertamina akan dihargai?

Hampir semua karyawan yang perusahaanya dilebur pasti punya kegamangan serupa. Dulu, ketika beberapa bank BUMN dilebur ke dalam Bank Mandiri, persoalannya juga sama. Ada gesekan keras di level karyawan. Ada penolakan. Ada gonjang ganjing. Ada kekhawatiran.

Ya, namanya menyatukan beberapa budaya perusahaan yang berbeda. Pasti banyak keribetan. Wong, pacaran aja ribet. Apalagi menyatukan dua perusahaan.

Bedanya bank-bank yang disatukan dulu berkumpul dalam wadah baru, namanya Bank Mandiri, bukan salah satu masuk ke perusahaan lainnya. Karyawan Bank Exim, Bank Dagang Negara, BBD dan Bapindo menyatukan diri ke perusahaan baru. Itupun tetap ada gesekan karena bank yang lebih besar bisa saja mendominasi.

Sementara Pertagas mau disatukan ke PGN. Jadi identitas Pertagas hilang lalu lebur ke PGN. Nah, karyawan Pertagas pasti pusing. Maklum, bakal masuk ke lingkungan baru, peraturan baru, lingkungan kerja baru, dan karir yang juga baru. Sementara posisi mereka datang sebagai ‘orang baru’.

Kegalauan ini yang memicu gejolak karyawan di Pertamina.

Problem ke dua, kita tahu, jabatan Dirut Pertamina sekarang dipegang oleh pejabat Dirut. Bukan dirut defenitif. Artinya, bakal ada pengangkatan Dirut baru.

Jadi, nuansa politik kantornya juga lebih terasa. Kepentingan itu juga yang ada dalam demo karyawan Pertamina kemarin. Sudah jadi rahasia umum, peran serikat pekerja kadang berpengaruh pada proses pemilihan Direksi di BUMN. Namanya juga perusahaan negara.

Lihat saja salah satu tuntutan karyawan Pertamina kemarin adalah soal jumlah direksi 11 orang. Padahal apa urusannya jumlah direksi dengan kesejahteraan karyawan?

Terus, bagaimana dengan isu penjualan aset? Itu cuma isu ikutan yang ditempelkan untuk menarik perhatian. Sebab, bagaimana cara perusahaan mengelola asetnya tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan karyawan. Itu lebih pada strategi perusahaan menjalankan bisnisnya.

Lagipula, Pertamina bukan mau menjual asetnya. Ada beberapa blok migas yang jatuh ke tangan Pertamina. Salah satunya Blok Mahakam.

Untuk mengoperasikannya butuh biaya yang tidak kecil. Nah, Pertamina mengajak perusahaan lain untuk join mengerjakan proyek itu. Hasilnya akan dibagi bersama. Sementara soal kepemilikan tetap berada di tangan Pertamina. Dalam soal bisnis join operasional ini masalah yang biasa saja.

Karena isu asing, aseng, asu ini sering dimainkan untuk mendiskriditkan pemerintah dan kedengarannya sexy maka itu tersebut ditempelkan juga dalam demo karyawan Pertamina kemarin. Tujuannya biar diperhatikan orang.

Sebetulnya ada isu yang juga penting. Soal keuangan Pertamina. Perusahaan BUMN ini memang ditugaskan oleh pemegang sahamnya (negara) menjalankan program BBM satu harga. Selain itu juga mendistribusi dan mengelola bahan bakar bersubsidi seperti premium dan solar.

Nah, jika dibaca sebagai perusahaan yang cuma mau mencari untung, kewajiban tersebut tentu membebankan keuangan perusahaan. Tapi Pertamina adalah BUMN, bukan perusahaan biasa yang fokus hanya untung dan untung saja. Selain fungsi bisnis, Pertamina juga harus ikhlas menjalankan fungsi lain untuk membantu program pemerintah. Anggap saja itu sebagai kompensasi hak monopoli yang diberikan negara kepadanya.

Masa mau enaknya doang. Monopolinya mau, tapi ketika diminta untuk menjalankan fungsi kesejahteraan rakyat, mereka ogah. Gak fair, dong.

Toh, jika keuntungan Pertamina berkurang karena menjalankan fungsi tersebut, yang akan berkurang juga deviden kepada pemegang yaitu pemerintah. Jadi masalahnya di mana?

Oh, mungkin saja perhitungan bonus karyawan dasarnya adalah keuntungan perusahaan. Nah, di sini tuntutan karyawan jadi masuk akal. Masalahnya berapa bonus yang akan diterima mereka nanti.

Jadi, bagaimana kita lihat isu demo karyawan Pertamina kemarin?

Saya memandangnya biasa saja. Ada kepentingan karyawan yang galau karena rencana akuisisi Pertagas oleh PGN, lalu ditempelkan isu politik kantor maupun politik nasional. Makanya jadi ramai.

“Jadi, gimana cara menyelesaikan isu Pertamina ini, mas?” tanya Bambang Kusnadi.

“Gampang. Selimuti saja dengan kain hitam,” Abu Kumkum nyeletuk. “Semua persoalan akan selesai kalau ditutupi kain hitam.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.