Kolom Boby R. Ginting: PERTAGAS KE PGN, JALAN KELUAR TERBAIK

Coba mengikuti logika dan argumen diagram tuntutan Serikat Pekerja Pertamina yang tidak setuju anak perusahaan Pertamina, yaitu Pertagas, akan diakuisisi oleh PGN.


– 43% saham PGN dimiliki swasta (Ya benar, karena PGN sudah menjadi perusahaan terbuka, dimana sahamnya dimiliki pasar sebanyak 43%. Sementara 57% dimiliki pemerintah.

Enak, dong, orang swasta dapat untung. Benar, tapi kalau dipikir resiko kerugian juga dibagi dengan pasar. Secara umum, lebih mudah mempercayai perusahaan terbuka ketimbang perusahaan monopoli semacam Pertamina. Meski, perlu diberi catatan: Harus berhati-hati dengan data yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka di pasar saham.

– Laba PGN jelek dalam 5 tahun terakhir. Tapi setidaknya mereka masih untung dan bisa menutup defisit mereka. Yang manyun, ya, pemegang saham. Jangan lupa, mereka juga sama seperti Pertamina, harganya diatur oleh pemerintah. Malah Pertamina sekarang agak lebih longgar. Setidaknya mereka bisa atur sesuai harga internasional untuk produk non subsidi.

Oh, ya, kemarin baca, katanya Pertamina juga ribut dengan kebijakan satu harga di seluruh Indonesia, yang bikin mereka rugi.

Serikat Pekerja Pertamina Gas menolak akuisisi Pertagas oleh PGN. Foto: Dakta.com

– Beberapa proyek investasi PGN merugi. Setidaknya ada pihak pemerintah (lewat DPR dan Dirjen Migas) serta pihak pemegang saham yang lain bisa ribut soal ini. Kita tidak akan temukan cerita yang sama di Pertamina. Semuanya diam, tapi tahu-tahu di ujung cerita rugi.

– Saham PGN anjlok. Keuntungan mereka berkurang karena salah satu pemegang saham yaitu Pemerintah RI melakukan kebijakan pengaturan harga dan kinerja beberapa FRSU tidak sesuai harapan. Tentu saja pasar akan bereaksi dan memberikan harga yang cocok untuk saham yang ditawarkan. Bisa saja harga saham awal yang ditawarkan dianggap terlalu mahal bagi pasar.

– Hutang PGN US$ 3,1 Milyar. Setidaknya ada 43% pemegang saham ikut deg-degan. Saya bayangkan, jika Pertamina di posisi yang sama, maka mereka tinggal santai ke DPR dan bicara soal penambahan modal alias menutup hutang.

Sebagai penonton, saya suka dengan ide Pertagas digabung dengan PGN. Bayangkan nilai aset keduanya digabung. Selama ini effisiensi gas jelek, karena keduanya saling sikut. Dalam satu proyek atau jalur yang berdekatan, selalu Pertagas tidak akan mengizinkan gas PGN lewat di jalur pipanya, sehingga PGN harus membuat jalur pipa sendiri. Begitu juga sebaliknya.

Entah berapa duit sudah terbuang untuk kasus duplikasi pipa ini. Hanya analisis merekalah yang tahu. Yang penting ada laba yang disampaikan ke pemegang saham.

Begitu juga untuk masalah jual beli. PGN punya jalur distribusi ke konsumen yang lebih panjang, tapi rendah di ladang ekplorasi. Karena memang pengalaman mereka di ladang eksplorasi masih baru. Sementara Pertagas, sebaliknya.

Hal yang lucu adalah, jarang sekali kedua-duanya bertransaksi langsung. Kadang Pertagas jual ke perusahaan trading, lalu perusahaan trading jual ke PGN. Belum lagi keduanya rebutan konsumen industri. Tentu saja orang Pertamina tahu soal ini. Saya merasa Serikat Pekerja Pertamina ini munafik. Kok kayak enggak ingat kasus-kasus skandal minyak di perusahaan mereka? Kerugian negara?

Kalau tidak dibuka di media massa, mana ada yang bicara soal kasus Petral.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.