Kolom Ganggas Yusmoro: MENGENANG NEK HINDUN PENDUKUNG AHOK YANG KONON MAYATNYA TIDAK DISHOLATI

Dalam usianya yang renta, Nek Hindun berjalan tertatih masuk kedalam bilik suara Pilkada DKI lalu di putaran pertama. Entah siapa yang menyuruh, pikiran dan hati seorang nenek Hindun sepertinya tahu betul nilai manusia yang utama adalah pada akhlak, perilaku, dan keteladanan sebagai seorang pemimpin. Siapapun itu. Meski dari golongan manapun. Kulitnya berwana coklat, gelap, atau putih.

Semua di mata Tuhan sama. Itu barangkali yang diketahui seorang nenek Hindun tentang nilai-nilai manusia bermartabat.

Namun, apa lacur, konon juga, Ketua KPPS mengetahui hal itu. Memang tidak dipungkiri, situasi Pilkada DKI telah melukai nilai-nilai demokrasi. Ayat dan mayat menjadi jurus menakutkan dan mengintimidasi warga waras termasuk nenek Hindun.

Malang tidak dapat ditolak, tidak beberapa lama setelah Pilkada DKI putaran pertama itu, nenek Hindun yang lahir dan menjalani hidup dalam segala suka dan duka di Betawi, yang tentu saja adalah pribumi asli, dipanggil Yang Maha Kuasa. Di sinilah keberingasan manusia-manusia yang mengaku beragama ternyata tidak lebih dari serigala, gerombolan binatang buas yang tidak mempunyai perikemanusiaan.

Nenek Hindun yang beragama Islam konon tidak disholatkan di mushola terdekat karena memang ada spanduk yang berbunyi tidak menyolati siapapun yang mendukung penista agama.

Nek, jika saja engkau masih hidup, jika saja engkau melihat keadaan sekarang di tumpah darah dan kampung halamanmu, tentu engkau akan mengurut dada dan prihatin. Barangkali juga engkau akan menangis pilu ketika pemimpin yang terpilih, yang mengaku Pribumi ternyata keturunan Yaman telah menyengsarakan dan berbuat zolim pada warga Betawi.

Ternyata, keyakinanmu benar adanya, nenek Hindun. Bahwa seorang Ahok yang meski dikatakan oleh mereka penista agama ternyata lebih baik memperhatikan masyarakat, lebih mengerti mana yang baik mana yang buruk. Bahkan juga seorang Ahok lebih bermartabat dengan memanfaatkan sebaik-baiknya uang rakyat untuk masyarakat DKI.

Bisa jadi, ketika engkau mengetahui orang- orang yang dulu memusuhi Ahok, yang gegap gempita bagaikan orang paling suci, ternyata manusia-manusia munafik. Manusia yang berkostum gamis namun berhati bengis. Seperti halnya Patrialis Akbar yang ketangkap KPK, Gubernur Jambi si Zumi Zola yang juga ternyata maling, hingga kemarin seorang yang selama ini bagaikan malaikat, seorang Bupati Lampung Selatan yang juga bagaikan panglima berteriak dengan mata melotot seakan ingin memangsa Ahok, namun apa yang terjadi? Gubernur tersebut juga ketangkap KPK karena maling duit rakyat.

Nek Hindun, suatu saat nanti, kepingin rasanya kutaburkan kembang setaman di atas pusaramu. Tentu juga kupanjatkan doa buatmu bahwa, meski engkau tidak bersuara lantang tentang kebenaran universal, namun, ketika jasadmu dianiaya oleh mereka-mereka yang mengaku beragama, suaramu dan teriakanmu sudah cukup dan akan selalu dikenang oleh bangsa ini.

Berbahagialah, ya, Nek Hindun. Semoga arwahmu diterima disisiNya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.