NILAI DOLAR MELEJIT, BAHAYA 98 BISA TERJADI LAGI?

“Kurs dolar terhadap rupiah makin menguat, wah kalau dibiarkan ini seperti kondisi 98 akhi,” kata gerombolan pemalas yang hobinya ingin disubsidi negara seperti halnya Saudi Arabia.

 

 

Benarkah melemahnya nilai tukar rupiah sama halnya seperti di saat krisis moneter 98 melanda? Bila diberi penjelasan dalam bahasa ekonomi, tukang nyinyir mungkin hanya ngah ngoh bin plonga plongo saja (lha wong ngombene fifis unta). Apalagi jika di beri penjelasan tentang faktor faktor menguatnya nilai dolar?

Wah paling jawaban mereka gak jauh dari kata “kafir, sesat, syiah, liberal dan PKI” (tepuk jidat sampai gosong).

Maka, satu hal yang mungkin bisa dimengerti oleh mereka adalah membandingkan dampak kenaikan nilai dolar di tahun 98 dan saat ini. Dampak kenaikan nilai dolar pada tahun 98, yang menyentuh angka 15 ribu rupiah per dolarnya, sangat terasa bagi kalangan ekonomi ke bawah saat itu.




Adanya PHK masal, sembako harganya melejit tak terjangkau , dan banyak perusahaan yang gulung tikar adalah salah satu dampak terbesarnya. Bahkan sang diktator Suharto kala itu berkata “waktunya pengetatan ikat pinggang” alias rakyatnya disuruh “berpuasa”. Lah rakyatnya disuruh mengetatkan ikat pinggang, sementara Keluarga Cendana malah berfoya-foya dan keluyuran ke negara lain. Ini kan sudah level gendeng warbiasyah?

Lalu kita bandingkan dengan dampak kenaikan nilai dolar pada saat ini. Apakah harga Sembako melonjak tinggi? Apakah terjadi PHK besar-besaran? Apakah BBM langka dan melejit harganya? Dan, apakah Pak Jokowi berkata “saatnya pengetatan ikat pinggang” sementara anak-anaknya keluyuran shoping-shoping ke negara lain? Ada kah?

Kalau kondisi saat ini masih stabil, dan investasi negara lain yang menitipkan dolarnya ke Indonesia sangat tinggi, mengapa disamakan dengan kondisi 98? Sementara kuota data bisa dibeli, HP selalu baru setiap tahunnya, mudik tambah tahun tambah berjibun kendaraannya. Lantas, apanya yang sama, ya akhi ya busi wal sowaki?




Tetapi jadi maklum, jika yang menyamakan kondisi kenaikan nilai dolar pada saat 98 dengan saat ini, adalah: “Anak muda yang dulu sewaktu Suharto lengser ke prabon, masih berbentuk cairan putih yang sering dibuang buang oleh bapaknya.”

Piye, penak jamanku toh? Penak dengkulmu cantengan.

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.