Kolom Arif A. Aji: JOKOWI, ISLAM, DAN AHOK

Memang sudah bisa dipastikan, kepolosan bangsa ini yang mayoritas Muslim dengan doktrin mendarah daging tentang ajaran yang membelenggu mereka. Muatan ketakutan yang tak beralasan merupakan kejujuran hati, yang termanfaatkan oleh niat dari segala kepentingan. Itulah yang selama ini alat tersakti sebagai senjata dalam pertarungan politik di negeri ini.

Kebutaan hati karena ketakutan dari doktrin yang ditanamkan, bisa membutakan mata mereka pada kesadaran dan kewarasan.

Ketika datang seorang pimpinan yang tak mengedepankan tentang Islam, tapi lebih pada pembangunan kualitas manusia dengan pengabdian, maka isu Islampun kembali digunakan para rival politik pimpinan yaitu presiden. Intimidasi dan diskriminasi pada presidenpun diciptakan oleh mereka dengan tujuan memancing emosional kaum Islam, yang hanya bermodal keyakinan, tanpa ilmu pengetahuan. 

Bahkan, dengan isu isu yang sama, kronologi dramatispun dihalalkan. Dan, pasti ada yang harus dikorbankan. Ketika Islam bisa dikendalikan oleh musuh presiden dengan menggunakan Islam sebagai alat menjatuhkan presiden. Namun, jika melihat keadaan tragis psikis masyarakat yang dibutakan, bukan kebijaksanaan bila presiden harus turun dari pemerintahan.

Dengan mengenyampingkan kebenaran, dibutuhkan tokoh tersalahkan. Dengan demikian, presiden tak akan bisa tersentuh. Dengan demikian pula jeratan kebodohan memakai isu Islam dapat diredam. Presidenpun bisa sedikit demi sedikit memberikan pencerahan, sebagai tugasnya membangun mental psikis masyarakat yang teracuni oleh politik yang memakai nama Islam.

Harus ada pahlawan yang rela berkorban untuk dikorbankan demi tujuan lebih agung, yaitu kesadaran dari jiwa-jiwa yang buta dari para pemeluk Islam yang terhanyut dalam mimpi hasutan setan-setan politik kepentingan. Mereka bukan yang benar atau salah. Tapi, mereka objek dari pembentukan dari masa lalu. Mereka hanya korban dari penghapusan kesadaran dan kewarasan.

Bukan pukulan hujatan bahkan cacian yang mereka butuhkan, atau mereka makin liar tak terkendali. Elusan lembut kemanusiaan yang bisa membangkitkan kesadaran mereka kembali. Jika memang harus ada yang dilakukan, adalah memutus rantai kebodohan ini, dan membina generasi sekarang lebih memandang luas, dan menjunjung tinggi moralitas kemanusiaan.

Jika itu bisa terwujudkan maka: “Selamat datang masa depan!” Tak pernah terjadi lagi hukum buta tentang kebenaran tanpa keadilan yang mengharuskan tumbal dikorbankan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.